Antara Stigmatisasi Syiah Iran dan Tersingkapnya Topeng Kemunafikan Wahabi
“Mereka yang diteriaki Syiah adalah mereka yang justru berada di front depan dan perkasa melawan Israel. Sementara mereka yang berteriak merasa paling murni keislamannya justru berkomplot dan menjadi kacung zionisme.”
Salafusshalih.com – Itulah kalimat paling pas untuk menggambarkan kondisi saat ini. Beberapa waktu lalu, Israel menyerang Konsulat Iran di Suriah dan menewaskan beberapa orang. Saat khutbah Idulfitri, pemimpin tertinggi Iran bersumpah akan balas dendam. Tidak berselang lama, Iran benar-benar menghujani zionis Israel dengan ratusan drone. Israel pun segera mengadu ke Dewan Keamanan PBB, dan yang terjadi selanjutnya sangat lucu namun ironis.
Yordania, yang memiliki relasi dekat dengan Israel, ikut campur menahan serangan Iran ke Israel. Arab Saudi dan sekutu AS lainnya juga sama: memilih berada di pihak zionis-kafir daripada berpihak kepada Iran—rival Saudi dalam perebutan proksi di Timur Tengah. Sekalipun tidak mengherankan, itu sangat disayangkan. Bagaimana bisa negara yang berpenduduk Muslim justru ikut cium ketiak zionis? Itu pengkhianatan.
Namun demikian, apa yang Iran lakukan tidak hanya mempertegas pengkhianatan Arab Saudi demi menghegemoni Timur Tengah, melainkan juga menyingkap topeng kemunafikan mazhab dan ideologi resmi Saudi itu sendiri, yaitu Wahabisme. Selama ini, kaum Wahabi selalu berteriak anti-Syiah, menjelekkan Syiah, menstigmatisasinya. Ternyata, kaum Wahabi sendiri jauh lebih munafik karena justru berada di pihak zionis.
Seperti ideologi Khawarij di era Islam awal, Wahabisme memperburuk citra Iran melalui stigmatisasi Syiah. Pada saat yang sama, kaum Wahabi mendukung Israel—dan sekutunya seperti AS, untuk memperbesar pengaruh politiknya di Timur Tengah. Di Indonesia, perdebatan tentang itu semakin jelas yang kemudian meniscayakan satu hal: perlunya kewaspadaan Indonesia. Waspada dari apa? Propaganda Wahabisme.
Apakah ini artinya Syiah Iran harus didukung? Tidak juga. Yang perlu dilawan adalah stigmatisasinya, bukan berarti mendukung ideloginya. Namun dalam konflik Iran, memihak zionisme tidak pernah merupakan pilihan yang bagus. Sebagaimana ideologi Khawarij, Wahabisme mesti diperangi dan Indonesia wajib waspada!
Wahabisme dan Ideologi Khawarij
Konflik Iran-Israel boleh jadi akan meluas di Timur Tengah, yang mau tidak mau umat Islam mesti segera menentukan di sisi mana mereka akan berpihak. Faktanya, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) adalah sekutu zionis: AS dan Israel, yang ikut andil dalam membiarkan genosida Palestina berkepanjangan. Bahkan sekalipun Syiah dengan Sunni memiliki permusuhan doktrinal, memihak penganut Wahabisme adalah fatal.
Wahabisme dan Khawarij memiliki beberapa kesamaan ideologi dalam konteks ekstremisme-terorisme yang merusak citra Islam. Misalnya, keduanya menawarkan pendekatan literer dan eksklusif dalam penafsiran agama. Wahabisme, menekankan puritanisasi dengan menolak tradisi dan lokalitas. Begitu juga ideologi Khawarij, menolak otoritas dan menuntut pemahaman yang rigid-ekstrem.
Selain itu, keduanya menganggap seluruh Muslim yang tidak sepaham sebagai kafir atau murtad. Wahabisme menyalahkan umat Islam lainnya karena dianggap menyimpang dari ajaran murni Islam, sedangkan Khawarij menyatakan kafir terhadap pemerintah dan masyarakat yang dianggap tidak menaati syariat. Dan yang terparah, ketimbang Syiah, Wahabi dan Khawarij adalah aktor terorisme global.
Keduanya menimbulkan ancaman global yang menyebar melalui akomodasi Arab Saudi dan propaganda jejaring media sosial. Karenanya, melalui keperkasaan Iran menyerang balik Israel, umat Islam mestinya menghapus stigmatisasi Syiah yang selama ini digembor-gemborkan kaum Wahabi. Topeng kemunafikan Wahabi sudah terungkap, bahwa mereka tidak pernah bersimpati pada sesama Muslim dan justru memusuhinya.
Konflik Iran laik menjadi titik tolak dalam kontra-radikalisme. Kesadaran akan kesamaan antara Wahabisme dan ideologi Khawarij dalam konteks ekstremisme-terorisme adalah langkah pertama untuk mencegah penyebaran ideologi-ideologi yang destruktif terhadap persatuan dan kesatuan. Intinya, konflik Iran-Israel mesti membuka mata seluruh umat Islam untuk bersikap tegas: melawan Wahabisme dan penganut ideologi Khawarij.
Indonesia Harus Waspada!
Ketegangan antara Iran dan Israel menimbulkan ancaman serius bagi stabilitas global—bahkan ada yang memprediksinya akan jadi pemantik Perang Dunia III. Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim yang besar, dan perannya semakin penting dalam geopolitik regional, harus memperhatikan dengan seksama dampak buruk yang mungkin timbul dari konflik tersebut dan menentukan posisi keberpihakannya.
Kendati ketegangan Iran dan Israel bukan hal baru, eskalasi ketegangan di Timur Tengah bisa meletuskan perang dengan dampak yang luas, termasuk bagi Indonesia. Indonesia, misalnya, harus waspada dengan dampak ekonomi dari konflik tersebut. Tekanan inflasi dan perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah momok menakutkan, dan baru-baru ini nilai kurs rupiah melemah drastis—yang kata pemerintah disebabkan konflik Iran.
Kewaspadaan lainnya ialah karena ketegangan Iran-Israel dapat berdampak negatif pada stabilitas regional. Atau, Indonesia harus bersiap menghadapi dampak sosial-kemanusiaan seperti gelombang pengungsi baru dan meningkatnya ketegangan antaretnis dan agama di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia dengan keragaman etnis-agama yang besar. Apakah itu saja yang mesti diwaspadai? Ternyata tidak.
Iklim keagamaan mesti juga diwaspadai dari ancaman radikalisasi. Artinya, ke depan, negara-negara sekutu AS, seperti Arab Saudi, Bahrain, dan UEA boleh jadi akan menggunakan sentimen keagamaan untuk secara tidak langsung membela Israel dan melemahkan posisi Iran. Stigmatisasi Syiah adalah yang paling mungkin, dengan menggunakan Wahabisme dengan ideologi Khawarij untuk memprovokasi umat Islam.
Karena itu, Indonesia mesti segera ambil langkah-langkah yang proaktif. Selain diplomasi regional dan internasional, atau kerja sama dengan negara-negara lain dalam menghadapi dampak buruk konflik di Timur Tengah, negara ini perlu mengantisipasi ancaman Wahabisme ke depan yang memperkeruh bangsa dengan propaganda ideologi. Bagaimanapun dalam konteks Iran melawan Israel, umat Islam tidak boleh berpihak pada zionis dan anteknya.
Siapa antek yang dimaksud? Tidak lain adalah kaum Wahabi. Mereka sejatinya komplotan zionis namun bertopeng. Konflik Iran telah menyingkap topeng tersebut dan memperlihatkan dunia siapa Arab Saudi dan kaum Wahabi sebenarnya. Jelas ini bukan bentuk dukungan terhadap Syiah, namun Iran adalah pihak yang harus dibela Muslim. Indonesia harus waspada, baik dari stigmatisasi Syiah maupun dari kemunafikan Wahabi.
Wallahu A’lam bi ash-Shawab…
(Ahmad Khoiri)