Fikih

Bolehkah Menyentuh dan Membawa Al Quran Terjemah Tanpa Wudhu?

Salafusshalih.com – Mushaf Al-Qur’an merupakan kalamullah yang mengandung segala keutamaan dan keagungan. Sehingga ketika hendak menyentuh dan membawanya diharuskan berada dalam kondisi suci, baik dari hadas kecil maupun besar. Kewajiban ini selaras dengan firman Allah Swt. yang berbunyi:

لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُوْنَ

Artinya: “Tidak ada yang menyentuhnya, kecuali para hamba (Allah) yang disucikan.” (Q.S. Al-Waqi’ah: 79).

Selain itu juga terdapat redaksi hadis perihal larangan menyentuh Al-Qur’an kecuali dalam kondisi suci. Hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam Al-Hakim dalam kitab Al-Mustadrak Li As-Shahihaini-nya Rasulullah Saw. bersabda:

لَا تَمَسَّ الْقُرْآنَ إِلَّا وَأَنْتَ طَاهِرٌ

Artinya: “Tidak boleh menyentuh Al-Qur’an kecuali engkau dalam keadaan suci.” (H.R. Al-Hakim)

Berdasarkan ayat dan hadis diatas, mayoritas ulama menyatakan bahwa seseorang yang berada dalam kondisi hadas tidak diperbolehkan untuk menyentuh dan membawa Al-Qur’an. Sebab, membawa dan menyentuh Al-Qur’an harus dalam kondisi suci.

Hukum Menyentuh dan Membawa Al-Qur’an Terjemah

Saat ini terjemahan Al-Qur’an banyak beredar di tengah masyarakat, bagi sebagian kalangan khususnya masyarakat awam yang ingin mengetahui dan menyelami arti lafal-lafal Al-Qur’an terjemahan merupakan solusi paling mudah.

Dari sini kemudian muncul pertanyaan, bolehkah menyentuh dan membawa Al-Qur’an terjemah tanpa wudhu? Apakah statusnya sama dengan Al-Qur’an tanpa terjemah ataukah hukumnya berbeda?
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut perlu dibedakan terlebih dahulu antara tafsir dan terjemah.

Terjemahan Al-Qur’an tidak dapat disamakan hukumnya dengan tafsir Al-Qur’an. Hal ini dikarenakan terjemah Al-Qur’an bukanlah sesuatu yang memperjelas kandungan makna Al-Qur’an, akan tetapi hanya sebatas mengartikan kata yang terdapat dalam Al-Qur’an, sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai tafsir.

Oleh karenanya dalam pandangan fikih, haram hukumnya menyentuh dan membawa Al-Qur’an terjemah dalam kondisi hadas, karena statusnya adalah Al-Qur’an bukan sebagai tafsir Al-Qur’an. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Nawawi Al-Bantani (w. 1316 H) dalam kitabnya:

أَمَّا تَرْجَمَةُ الْمُصْحَفِ الْمَكْتُوْبَةُ تَحْتَ سُطُوْرِهِ فَلَا تُعْطَى حُكْمَ التَّفْسِيْرِ بَلْ تَبْقَى لِلْمُصْحَفِ حُرْمَةُ مَسِّهِ وَحَمْلِهِ كَمَا أَفْتَى بِهِ السَّيِّدُ أَحْمَدُ دَحْلَانْ

Artinya: “Adapun terjemahan mushaf Al-Qur’an yang ditulis dibawah kertas dari mushaf maka tidak dihukumi sebagai tafsir, akan tetapi tetap berstatus sebagai mushaf yang haram memegang dan membawanya (dalam keadaan hadas), hukum ini seperti halnya yang difatwakan oleh Sayyid Ahmad Dahlan.” (Muhammad Nawawi Al-Bantani, Nihayah Az-Zain Fi Irsyad Al-Mubtadiin [Beirut: Dar Al-Fikr], h. 33)

Hukum Menyentuh dan Membawa Tafsir Al-Qur’an

Adapun perihal menyentuh dan membawa tafsir Al-Qur’an, maka hukumnya diperinci sebagai berikut: Pertama, bila tafsirnya diyakini lebih banyak dari tulisan Al-Qur’an, maka diperbolehkan untuk menyentuh dan membawa tafsir Al-Qur’an tersebut. Kedua, bila diyakini tafsirnya lebih sedikit atau sama maka haram untuk menyentuh dan membawanya.

Ketiga, bila masih diragukan perbandingannya, maka menurut pendapat Imam Ar-Ramli, haram untuk menyentuh dan membawanya, sedangkan menurut pandangan Imam Ibn Hajar Al-Haitami tetap diperbolehkan untuk memegangnya. Ketetapan ini sebagaimana diungkapkan oleh Syekh Abu Bakar Syatho Ad-Dimyathi (w. 1302 H) dalam anotasinya:

(قَوْلُهُ: وَلَا مَعَ تَفْسِيْرٍ) أَيْ وَلَا يَحْرُمُ حَمْلُ الْمُصْحَفِ مَعَ تَفْسِيْرِهِ وَلَا مَسُّهُ. قَالَ الْبُجَيْرَمِي نَقْلًا عَنِ الشَّوْبِرِي: هَلْ وَإِنْ قَصَدَ الْقُرْآنَ وَحْدَهُ؟ ظَاهِرُ إِطْلَاقِهِمْ نَعَمْ. اهـ. (وَقَوْلُهُ: زَادَ) أَيْ عَلَى الْمُصْحَفِ، يَقِيْنًا. أَمَّا إِذَا كَانَ التَّفْسِيْرُ أَقَلَّ، أَوْ مُسَاوِيًا أَوْ مَشْكُوْكًا فِي قِلَّتِهِ وَكَثْرَتِهِ فَلَا يَحِلُّ

Artinya: “Tidak haram membawa dan menyentuh mushaf beserta tafsirnya, Imam Al-Bujairami mengutip dari Imam Asy-Syaubari: Apakah meski bertujuan (menyentuh atau membawa) Al-Qur’annya saja? Dzohir perkataannya: Ya, apabila tafsir lebih banyak secara yakin, adapun bila tafsir lebih sedikit atau sama ataupun masih ragu akan lebih sedikit dan banyaknya, maka haram (untuk membawa dan menyentuhnya).” (Abu Bakar Syatho Ad-Dimyathi, Hasyiyah I’anah At-Tholibin [Beirut: Dar Al-Fikr], vol. 1, h. 82)

Walhasil, dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa terjemah Al-Qur’an bukan memperjelas kandungan makna dalam Al-Qur’an, melainkan sebatas mengartikan kata ataupun lafal yang tercantum didalamnya dan statusnya tetap sebagai Al-Qur’an bukan tafsir. Sehingga orang yang menyentuh dan membawa Al-Qur’an terjemahan harus dalam kondisi suci.

Karena itu menyentuh ataupun membawa Al-Qur’an terjemah tanpa wudhu hukumnya tidak diperbolehkan dalam tinjauan fikih Islam. Wallahu a’lam bis shawab.

(A. Zaeini Misbaahuddin Asyuari)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button