Hidupkan Islam Moderat, Matikan Islam Radikal
Salafusshalih.com – Radikalisme mengatasnamakan Islam membuat umat Muslim khawatir dan takut karena ajaran radikal begitu jauh dari nilai keislaman. Islam mengajarkan toleransi, moderasi, serta saling menghargai sesama. Nilai-nilai keislaman yang begitu banyak kebaikan, keindahan menjadikan banyak khalayak yang awalnya non-Islam menjadi mualaf.
Tentu hal ini tak lepas dari kiprah para kiai, pendakwah, ustaz, serta akitivis Muslim lainnya dengan penyampaian yang lembut atau pembawaannya yang mudah diterima di tengah masyarakat umum. Namun hingga sampai saat ini masih saja ada oknum yang hendak menghancurkan Islam dengan menebar ekstremisme.
Maraknya berbagai praktik Islam radikal menimbulkan ketakutan bagi semua orang. Akibat radikalisme itu, banyak sekali orang yang terkena virus radikal sehingga menjadi korban. Pemaknaan yang salah mengenai Al-Qur’an oleh kaum radikalisme dijadikan sebagai jargon atau dasar mereka melakukan hal-hal yang dilarang Allah dan Nabi Saw.
Islam yang awalnya rahmatan lil alamin berubah menjadi seolah-olah suatu agama yang menyeramkan karena ulah radikalis-ekstremis. Bagaimana tidak, mereka melakukan pembunuhan kepada orang-orang yang tidak sepemahaman dengan mereka. Padahal, Islam sangat mencintai kedamaian dan melarang umat Muslim saling membunuh.
Dalam surah Al-Isra ayat 33, Allah Swt. berfirman,
وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِيْ حَرَّمَ اللّٰهُ اِلَّا بِالْحَقِّۗ وَمَنْ قُتِلَ مَظْلُوْمًا فَقَدْ جَعَلْنَا لِوَلِيِّهٖ سُلْطٰنًا فَلَا يُسْرِفْ فِّى الْقَتْلِۗ اِنَّهٗ كَانَ مَنْصُوْرًا
“Dan janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah (membunuhnya), kecuali dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barang siapa dibunuh secara zalim, maka sungguh, Kami telah memberi kekuasaan kepada walinya, tetapi janganlah walinya itu melampaui batas dalam pembunuhan. Sesungguhnya dia adalah orang yang mendapat pertolongan.”
Ayat di atas menjelaskan larangan membunuh sesama manusia tanpa suatu keterangan yang jelas. Pembunuhan tentu sangat dilarang oleh agama. Dan jika dalam kebangsaan, ia merupakan suatu tindakan kriminal yang bisa dijerat hukum berlapis.
Maknanya nilai keislaman serta kebangsaan terdapat suatu kesamaan, yaitu sama-sama saling menghargai, bahwa setiap makhluk berhak mendapatkan kesempatan hidup. Namun ketika muncul praktik radikal, banyak sekali yang menjadi korban mulai dari anak kecil, dewasa sampai orang tua.
Menurut beberapa intelektual, rata-rata orang terkena virus radikalisme ketika mereka pergi merantau ke daerah atau negara. Ada beberapa faktor menjadi penyebab munculnya kaum radikalisme, yang salah satunya yaitu salah memahami ayat Al-Qur’an. Kesalahan itu dipicu karena mereka memahami ayat dengan menggunakan akal pikiran sendiri, tanpa perantara dengan guru mumpuni.
Dalam surah Al-Hujurat ayat 15, Allah Swt. juga berfirman,
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا بِاللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوْا وَجَاهَدُوْا بِاَمْوَالِهِمْ وَاَنْفُسِهِمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الصّٰدِقُوْنَ
“Sesungguhnya orang-orang beriman yang sebenarnya adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwanya di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.”
Pemaknaan kata “jihad” disalahartikan sebagai suatu pembunuhan kepada orang-orang, bahkan orang yang tak bersalah pun turut menjadi korban. Mereka menghukumi kelompoknya sebagai yang benar, sedangkan kelompok lain salah dan harus dibunuh. Bahkan ada yang sampai nekat ingin bunuh diri, melalui bom, dengan beranggapaan telah melakukan jihad.
Praktik semacam itu sudah terjadi di berbagai negara, tak terkecuali lndonesia. Gerakan itulah yang harus dihilangkan. Jika tidak dihilangkan, semakin lama akan semakin membesar dan tambah banyak. Tentu sangat mengancam keutuhan bangsa dan negara kita tercinta.
Padahal, asal kata “jihad” yang benar ialah jahada, yujahidu, jihadan yang bermakna bersungguh-sungguh. Sungguh-sungguh dalam upaya menjaga agama Islam dari ancaman musuh yang hendak menghancurkannya. Sekalipun jihad identik dengan perang, tidak ada perang yang mati-matian kecuali pada zaman Nabi Saw. dan sahabat, karena memang kondisinya memaksa demikian.
Konteks seperti membunuh dalam medan perang merupakan suatu keharusan, karena sudah menebar genderang perang. Namun sekarang tidak lagi. Tidak semua orang kafir diperbolehkan dibunuh. Ada satu golongan yang tidak boleh dibunuh, yaitu mereka yang tidak menebar genderang perang kepada umat Muslim serta dapat hidup berdampingan dengan dan saling menghargai satu sama lain.
Dalam sebuah kitab fikih dijelaskan bahwa kafir terbagi menjadi dua, yaitu kafir dzimmi dan kafir harbi. Kafir dzimmi ialah mereka orang kafir yang tidak menebar genderang perang dan mau hidup berdampingan dengan Muslim. Sedangkan kafir harbi ialah mereka orang kafir yang memusuhi umat Muslim dan menebar perang. Maka jika dilihat dari perspektif ini, perang zaman dahulu pun juga sangat berhati-hati agar orang-orang yang tidak memusuhi Islam tidak ikut terbunuh.
Dengan demikian, pergeseran suatu pemahaman perlu dilakukan guna untuk menjawab persolan tantangan zaman. Diperlukan literasi yang banyak, serta kekinian agar tidak salah dalam pemaknaannya. Jihad mempunyai arti sungguh-sungguh, dan jika di era sekarang kata tersebut masuk pada beberapa konteks yang mempunyai dampak positif. Misal sungguh dalam belajar, menuntut ilmu agama Islam, dan memerangi kebodohan.
Sesimpel itu. Tidak perlu adanya teror kepada sesama umat Muslim maupun yang lainnya, karena memang sudah bukan masanya. Dan tentu, mencegah lebih baik daripada mengobati, lebih baik telat daripada tidak dilakukan sama sekali. Guna untuk memutus mata rantai praktik radikalisme, tanamkan kepada khalayak umum khususnya bagi para remaja, untuk mematikan Islam radikal dan menghidupkan Islam moderat.
Diperlukannya edukasi mulai dari bahayanya radikalisme, juga upaya berdakwah yang santai agar mudah diserap semua kalangan. Selalu berhati-hati jika ingin memilih wadah untuk mempelajari Islam. Pilihlah pondok pesantren yang mengajarkan Islam rahmatan lil alamin dan berpaham Aswaja. Mengapa itu penting?
Karena saat ini telah banyak sekali pesantren berkedok boarding school muncul, dengan menawarkan beragam macam fasilitas. Tetapi masalah keilmuan malah sebaliknya: mengajarkan Islam radikal.
Maka dari itu marilah kita sama-sama selalu memberikan edukasi kepada masyarakat bahwa Islam itu memang rahmatan lil alamin. Caranya, upayakan untuk mematikan Islam radikal dan menghidupkan Islam moderat.
(Sholy Khoirudin Zuhri)