Menyemai Kerukunan Dengan Telaah Holistis Ayat Toleransi
Salafusshalih.com – Secara kasat mata, agama terlihat sama saja. Apalagi jika kita menilik firman Allah, yang sering dijadikan dalil ayat toleransi, yaitu surah al-Baqarah ayat 62 yang artinya: “Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (al-Baqarah: 62)
Ayat ini sering kali dijadikan sebagai landasan dalam moderasi beragama dan menandakan bahwa Islam adalah agama yang menekankan toleransi dan status keislaman seseorang tidaklah penting karena yang terpenting adalah keimanannya kepada Allah. Jika kita pikir secara lebih fokus dengan melakukan komparasi dengan ayat lain, maka akan timbul pertanyaan “bagaimana cara mengaitkan ayat tersebut dengan firman Allah Al-Qur’an Surah Ali Imran ayat 19?” yang menimbulkan konklusi baru bahwa Islam adalah agama yang hanya diterima oleh Allah dan tidak akan diterima agama selain Islam.
Oleh karena itu, sangat diekankan pada kita untuk menelaah secara lebih holistis tentang surah al-Baqarah ayat 62 tersebut dengan menggunakan perspektif al-‘ibrah bi khususi as-sabab laa bi ‘umumi al-lafdz. Makna dari kaidah tersebut adalah kehadiran ayat yang sedang dibahas karena adanya sebab khusus yang tidak berlaku universal bagi banyak pihak dalam makna lain hanya berlaku bagi kalangan tertentu. Ayat yang turun tidak serta merta berlaku umum bagi banyak pihak.
Penekanan pemahaman pada al-Baqarah ayat 62 semestinya perlu menjadi hal penting untuk dibahas. Jika kita telaah dalam tafsir, terutama Tafsir Ibnu Kasir yang di dalamnya memuat kisah Salman al-Farisi yang bertanya kepada Rasulullah tentung pemeluk agama yang dahulu Salman merupakan salah seorang di antara mereka, maka akan kita temukan jawaban yang sangat penting agar pemahaman kita kepada Al-Qur’an dapat lebih komprehensif. Salman lalu menceritakan kepada Rasulullah tentang cara ibadah mereka. Lalu turunlah firmal Allah Surah al-Baqarah ayat 62.
As-Saddi juga mengatakan bahwa Surah al-Baqarah ayat 62 turun berkenaan dengan teman-teman Salman al-Farisi yang ia pertanyakan. Ketika dia tengah berbincang bersama Rasulullah, dia menyebutkan teman-teman yang seagama dengannya di masa lalu. Lalu, ia menceritakan kepada Nabi berita tentang mereka, “mereka shalat, puasa, dan beriman kepada engkau serta mereka bersaksi bahwa kelak engkau akan diutus sebagai seorang nabi.”
Setelah Salman selesai berbicara terkait perkara yang mengandung pujian kepada teman-temannya, Nabi Muhammad bersabda kepada Salman, “hai Salman, mereka termasuk ahli neraka.” Hal ini terasa amat berat bagi Salman. Lalu, turunlah ayat ini sebagai bukti bahwa yang menentukan status mereka adalah Allah. Mereka merupakan orang-orang yang percaya pada Allah. Oleh larena itu, status mereka kelak adalah di surga.
Lalu, bagaimana dengan orang-orang di zaman sekarang? Apakah jika mereka percaya kepada Allah, akan tetapi mereka ingkar kepada Nabi Muhammad atau mengingkari rukun iman yang lain, mereka tetap dikategorikan sebagai penghuni surga? Lalu bagaimana cara mengaitkan dengan firman Allah Surah Ali Imran ayat 19, Ali Imran 85 dan al-An’am ayat 82. Berikut firman Allah Surah Ali Imran ayat 19, Ali Imran, dan al-An’am ayat 82 yang artinya:
Barang siapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. (Ali Imran: 85)
Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barang siapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. (Ali Imran: 19)
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kedhaliman, mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (al -An’am: 82)
Adapun yang dimaksud dengan zalim pada Surat al-An’am ayat 82 ini terkandung makna lain yang bukan merupakan lawan kata adil. Makna dhalim tersebut erdapat dalam Surah Luqman ayat 13 yang menandakan bahwa makna dari zalim adalah syirik (menyekutukan Allah).
Oleh karena itu, perlu kita pahami bersama bahwa Al-Qur’an Surah al-Baqarah ayat 62 ini tidak dapat berlaku lagi bagi kita di zaman sekarang karena ayat ini hanya diturunkan dalam konteks dulu di zaman Salman al-Farisi yang sifatnya khusus. Perlu kita ketahui juga pada zaman dulu, agama Islam belum dikenal sebagai agama. Dulu, Islam dimanifestasikan dalam agama samawi dan kepercayaan lainnya, seperti Yahudi Nasrani, Sabi’in, dan lain sebagainya.
Keimanan pemeluk Yahudi adalah berpegang teguh pada Taurat dan Sunnah Nabi Musa AS. Barang siapa yang melakukan hal tersebut, maka imannya diterima sampai Nabi Isa AS datang. Apabila Nabi Isa telah datang, sedangkan orang yang tadinya berpegang kepada kitab Taurat dan sunnah Nabi Musa a.s. tidak meninggalkannya dan tidak mau mengikut kepada syariat Nabi Isa, maka ia termasuk orang yang binasa.
Adapun keimanan pemeluk Nasrani ialah berpegang kepada Injil dari kalangan mereka dan juga menaati syariat-syariat Nabi Isa a.s. Barang siapa yang melakukan hal tersebut, maka dia termasuk orang yang mukmin dan diterima keimannya hingga Nabi SAW datang. Barang siapa dari kalangan mereka yang tidak mau mengikut dakwah Nabi Muhammad serta tidak mau meninggalkan ajaran Injil dan sunnah Nabi Isa sesudah Nabi Muhammad datang, maka dia termasuk orang yang akan binasa.
Sesungguhnya apa yang dikatakan oleh Ibnu Abbas ini merupakan suatu pemberitahuan bahwa tidak akan diterima dari seseorang suatu cara dan tidak pula suatu amal pun, kecuali apa yang bersesuaian dengan syariat Nabi Muhammad Saw. sesudah beliau diutus membawa risalah yang diembannya. Adapun sebelum itu, setiap orang yang mengikuti rasul di zamannya, dia berada dalam jalan petunjuk dan jalan keselamatan.
Ketika Allah mengutus Nabi Muhammad sebagai penutup para nabi dan rasul kepada seluruh anak Adam, maka diwajibkan bagi mereka percaya kepada apa yang disampaikan oleh Nabi, taat pada perintahnya, serta menahan diri dari apa yang dilarangnya.
Barang siapa yang melakukan hal tersebut, maka merekalah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Umat Nabi Muhammad Saw dinamakan dengan kaum mukmin karena keimanan dan keyakinan mereka sangat kuat. Hal ini dikarenakan mereka beriman kepada semua Nabi yang terdahulu dan perkara-perkara gaib yang akan datang.
Begitupula dengan orang-orang Sabi-in. Mereka pada masanya merupakan orang yang hanif. Para ulama memiliki perbedaan pendapat mengenai mereka. Sufyan as-Sauri meriwayatkan dari Lais ibnu Abu Sulaim, dari Mujahid. Beliau mengatakan bahwa orang-orang Sabi’in adalah kaum yang posisinya berada di antara Majusi, Yahudi, dan Nasrani. Pada dasarnya, mereka tidak mempunyai agama dan mereka percaya pada Allah.
Pendapat lain bersumber dari Wahb ibnu Munabbih. Beliau pernah ditanya mengenai orang-orang Sabi’in. Ia menjawab bahwa mereka hanya mengenal Allah. Mereka tidak mempunyai syariat yang dapat diamalkan. Mereka juga tidak berbuat kekufuran. Ada berbagai pendapat terkait orang-orang Sabi’in. Namun, hal yang perlu ditekankan bahwa status orang-orang Sabi’in adalah sebagai orang-orang yang berima kepada Allah.
Ketika kita memahami secara mendalam terkait Surah al-Baqarah ayat 62 yang seringkali menjadi landasan untuk mengakui penganut agama lain sama dengan Muslim yang mereka akan masuk surga dengan syarat mereka percaya kepada Allah, maka hal yang perlu ditekankan adalah pemahaman secara holistis terkait Asbab an-Nuzul ayat. Selain itu, kita juga harus memiliki pemahaman tentang ayat lain yang secara sekilas memiliki makna yang kontradiktif dengan ayat lain atau dengan hadis.
(Romadiah)