Hubbul Wathan

Kearifan Lokal: Senjata Ampuh Tangkal Ideologi Transnasional

Salafusshalih.com – Kemajuan teknologi informasi makin memudahkan masuknya ideologi- ideologi transnasional yang tidak sesuai dengan landasan dan falsafah bangsa Indonesia. Karena itu, sebagai bangsa yang menjunjung tinggi dan memiliki nilai-nilai kemanusiaan dan kebudayaan, sudah seharusnya bangsa Indonesia menggunakan kearifan lokal itu untuk melindungi sekaligus memperkuat persatuan dan kesatuan.

“Kalau bangsa itu punya identitas yang kuat, kalau ada tawaran-tawan ideologi dari luar yang akan memecah belah persatuan Indonesia, tentu itu tidak akan bertahan lama. Kita punya struktur, kita punya ketahanan  menyangkut identitas jati diri bangsa kita tadi, yakni budaya kearifan lokal yang banyak sekali. Jadi ini harus kita perkuat untuk memperkuat persatuan kita,” ungkap Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI), Prof. Dr. Hamdi Muluk.

Dikatakan pria yang juga ahli psikologi politik ini, selama ini dengan banyaknya kearifan lokal yang dimiliki bangsa ini, masyarakat Indonesia  sudah lama berinteraksi dan sudah merasa satu Indonesia dengan macam-macam perbedaan paham, kebiasaan, adat istiadat yang dimiliki.

“Kita saling menghormati dan kita juga bisa mengamalkan nilai-nilai agama sesuai dengan konteks ke Indonesiaan yang sudah terjaga dengan baik. Itu harus dipertahankanm” ujar pria kelahiran Padang Panjang, 31 Maret 1966 ini.

Dalam konteks kekinian, lanjut Hamdi,  adanya paham-paham keagamaaan yang menyerukan kearah radikalisme, memecah persatuan, kebhinnekaan, saling menyalahkan serta mengkafirkan satu sama lain, hal tersebut tentunya  bisa kita cegah, seharusnya bisa dicegah dengan memperkuat kearifan lokal bangsa Indonesia.

“Kita memang harus memperkuat apa yang kita punya. Jadi dalam konteks ini kearifan lokal bisa kita kembangkan sedemikian rupa. Dan itu menjadi daya tahan kita dalam menangkal paham dari luar yang akan memecah belah bangsa kita,” jelasnya.

Dirinya mencontohkan, ketika ada orang yang mencoba untuk membenturkan cara-cara tertentu dan berperilaku dalam konteks budaya tertentu yang kemudian dinilai tidak sesuai dengan ajaran agama tertentu. Hal itu harus dihindari karena cara-cara itulah yang banyak digunakan ideologi transnasional untuk memuluskan propagandanya.

Menurutnya, propaganda seperti itu harus dicermati masyarakat dan sebagai masyarakat yang telah memiliki budaya tersendiri tidak boleh goyah. Apalagi sekarang banyak orang yang coba untuk disesatkan dengan mengacaukan seperti masalah kebiasaan dalam kebudayaan tertentu dengan Islam.

Misalnya ada orang yang mengatakan islam di negeri Arab sana dengan kebiasaan kebudayaanya, maka itulah bagaimana cara orang mengimplementasikan Islam dengan konteks ke Arab-Araban bukanlah sesuatu yang  salah.

“Kita disini juga begitu, bahwa kita menerapkan, mengimplementasikan nilai-nilai keislaman itu dengan cara-cara kita sesuai dengan latar belakang budaya kita yang beragam. Itu tidak usah dipertentangkan.  Jangan melihat budaya Arab seperti itu, lalu disini mereka mengatakan itu tidak sesuai dengan ajaran Islam. Budaya Arab ya Arab, Islam ya Islam,” paparnya.

Dirinya melihat bahwa sekarang ini yang dipertentangkan kebanyakan adalah hal-hal remeh-temeh yang tidak prinsip. Namun itu malah digembar-gemborkan bahwa ini tidak mencerminkan islam dan sebagainya. Hal tersebut tentunya bisa memecah belah persatuan bangsa Indonesia.

“Gagasan Islam Nusantara itu menurut saya tidak ada yang salah. Itu kan sebenarnya mencoba untuk mengkontekstualisasikan sebuah ajaan islam dalam konteks ke Indonesiaan kita dan mendapat corak yang bisa berbeda dengan orang yang mengimplementasikan nilai-nilai Islam di belahan budaya yang lain,” urainya.

Islam sendiri menurutnya adalah agama yang memiliki nilai-nilai universal yang bisa masuk ke semua budaya, masuk ke semua tempat walaupun tata cara orang berprilaku, tata cara orang punya kebiasaan dan adat istiadat yang beragam.

“Islam itu universal, jadi tidak perlu dibentur-benturkan. Apalagi orang menakut-nakuti dengan tadi, bahwa kalau tidak seperti ini kafir lah. Hal seperti ini lah yang harus  kita cegah,” ujarnya. Dirinya meminta kepada  masyarakat kita untuk mudah terpengaruh dengan budaya luar sehingga harus meninggalkan kearifan lokal yang kita miliki. Masyarakat harus kembali kepada jati diri bangsa kita.

“Karena tidak mungkin kita ini berada dalam ‘proyek’ Indonesia ini kalau kita tidak kuat. Tapi pada kenyataanya sudah 72 tahun kita ini merdeka dan kita tetap survive dan tidak terpecah belah,” pungkasnya.

**

Indonesia adalah negeri yang kaya dengan kearifan lokal, yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Tradisi, adat, dan budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas bangsa. Kearifan lokal ini bukan sekadar warisan budaya, melainkan juga fondasi yang menjaga harmoni masyarakat di tengah keberagaman.

Namun, di era globalisasi yang semakin deras, ideologi transnasional yang bertentangan dengan nilai-nilai lokal semakin gencar menyusup, mencoba menggoyahkan tatanan yang telah terbangun kokoh. Dalam situasi seperti ini, kearifan lokal menjadi senjata ampuh yang mampu menangkis ancaman tersebut dan menjaga keutuhan bangsa.

Ideologi transnasional sering kali hadir dengan wajah yang menarik, menawarkan solusi instan atas problematika sosial, politik, atau spiritual. Mereka menjanjikan sebuah dunia yang lebih baik, tetapi sering kali dengan cara yang mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan, merusak tatanan sosial, bahkan meruntuhkan identitas lokal.

Ideologi semacam ini menyusup melalui berbagai cara, mulai dari pendidikan, teknologi, hingga hiburan, memanfaatkan celah dalam masyarakat yang sedang mencari jawaban atas berbagai tantangan zaman. Dalam kondisi seperti ini, masyarakat yang kehilangan pegangan akan dengan mudah terpengaruh, terutama generasi muda yang rentan terhadap manipulasi.

Di sinilah kearifan lokal menunjukkan kekuatannya. Tradisi-tradisi lokal yang berakar pada nilai-nilai luhur mengajarkan tentang harmoni, kebersamaan, dan toleransi. Gotong royong, misalnya, adalah bentuk nyata bagaimana masyarakat Indonesia hidup berdampingan dan saling membantu tanpa memandang perbedaan.

Tradisi seperti sedekah laut, nyadran, atau ngayau dalam konteks ritual adat Dayak, menunjukkan bagaimana budaya lokal memupuk hubungan manusia dengan alam sekaligus menjaga relasi sosial. Nilai-nilai ini bertolak belakang dengan ideologi transnasional yang sering kali bersifat homogen dan memaksakan uniformitas atas nama doktrin tertentu.

Kearifan lokal juga memiliki cara tersendiri dalam menyampaikan nilai-nilai universal. Cerita rakyat, misalnya, menjadi medium edukasi yang sarat makna tanpa terkesan menggurui. Kisah-kisah seperti Malin Kundang, Lutung Kasarung, hingga legenda Danau Toba tidak hanya menghibur tetapi juga menyampaikan pesan moral yang relevan dengan kehidupan sehari-hari. Ini adalah bentuk komunikasi yang mampu meresap ke hati masyarakat, jauh lebih efektif daripada jargon ideologi transnasional yang sering kali terdengar asing dan jauh dari realitas lokal.

Lebih dari itu, kearifan lokal memiliki akar yang kuat dalam kehidupan masyarakat. Tradisi ini tidak datang dari luar, tetapi tumbuh bersama sejarah masyarakat setempat. Karena itulah, kearifan lokal memiliki daya tahan yang luar biasa dalam menghadapi perubahan zaman.

Namun, kekuatan ini tidak akan berarti jika tidak dijaga dan diwariskan dengan baik. Modernisasi yang tidak terarah bisa menjadi ancaman serius bagi keberlanjutan kearifan lokal. Generasi muda, sebagai pewaris masa depan, harus dikenalkan kembali pada akar budaya mereka.

Pendidikan memegang peran penting dalam melestarikan kearifan lokal sebagai benteng melawan ideologi transnasional. Kurikulum sekolah, misalnya, dapat diintegrasikan dengan muatan lokal yang menggali nilai-nilai budaya setempat.

Festival budaya, lomba seni tradisional, hingga revitalisasi adat istiadat dapat menjadi sarana untuk menghidupkan kembali rasa bangga terhadap identitas lokal. Media juga memiliki tanggung jawab besar dalam menampilkan sisi positif dari kearifan lokal, menggambarkannya bukan sebagai sesuatu yang kuno, tetapi sebagai sesuatu yang relevan dan kontekstual di era modern.

Dalam konteks ini, pemerintah, tokoh masyarakat, dan ulama memiliki peran strategis untuk memperkuat posisi kearifan lokal sebagai benteng kebangsaan. Islam, misalnya, yang menjadi agama mayoritas di Indonesia, telah lama menyatu dengan tradisi lokal melalui pendekatan yang santun dan adaptif.

Tradisi-tradisi seperti tahlilan, yasinan, dan maulid Nabi adalah contoh bagaimana nilai-nilai Islam berjalan beriringan dengan budaya lokal tanpa kehilangan substansi ajarannya. Pendekatan inilah yang membuat Islam di Indonesia begitu khas dan menjadi inspirasi bagi dunia.

Kita harus menyadari bahwa pertarungan melawan ideologi transnasional bukan hanya soal melawan narasi, tetapi juga mempertahankan identitas. Kearifan lokal adalah salah satu aset terbesar bangsa ini, yang tidak hanya memperkuat jati diri tetapi juga menjadi tameng dari berbagai ancaman yang mencoba memecah belah. Melestarikan kearifan lokal berarti melestarikan Indonesia itu sendiri.

Saat dunia terus berubah dan ancaman ideologi transnasional semakin nyata, kita harus kembali kepada akar budaya kita. Kearifan lokal adalah penawar bagi segala bentuk ekstrimisme, karena ia mengajarkan bahwa perbedaan adalah kekayaan, bukan ancaman.

Dengan menjaga dan menghidupkan kearifan lokal, kita tidak hanya menjaga keutuhan bangsa, tetapi juga memberikan teladan kepada dunia tentang bagaimana keberagaman bisa menjadi kekuatan. Sebab, pada akhirnya, Indonesia yang sejati adalah Indonesia yang tidak melupakan akar budayanya, yang berdiri teguh melawan segala bentuk ideologi yang berusaha merusak harmoni yang telah terjaga selama berabad-abad.

 

(Affandi A. Tahir)

Related Articles

Back to top button