Ulul Amri

Konsep Baku Khilafah Lahir dari Otak Beku Pengusungnya

Isi buku Konsep Baku Khilafah Islamiyah yang dikarang aktivis HTI Jawa Barat boleh dikatakan, basi. Tidak ada yang baru. Hanya menguraikan pemikiran-pemikiran Hizbut Tahrir yang ada di dalam kitab-kitab mutabanat (resmi) yang di-halaqah-kan penulisnya bersama-sama musyrif mereka. Buku itu hasyiah (komentar) penulis atas syarah yang disampaikan musyrif mereka atas kitab-kitab Hizbut Tahrir.

Munculnya istilah konsep baku khilafah, karena pengarang mau tanpa konsep khilafah versi Hizbut Tahrir dan menolak konsep khilafah menurut kelompok lain. Pengarang menutup rapat pintu dialog dan diskusi dengan kelompok pejuang khilafah lainnya. Bagi pengarang, konsep khilafah versi Hizbut Tahrir sudah final. Khilafah versi Hizbut Tahrir harga mati. Tidak ada lagi yang perlu didiskusikan.

Secara tidak langsung, dari judul buku tersebut pengarang menunjukkan kepada pembaca, isinya harus diterima bulat-bulat. Tidak boleh dikritisi, dikonfirmasi, divalidasi, diverifikasi, difalsifikasi dan dibandingkan, dengan buku lain yang sejenis. Jika demikian, buku Konsep Baku Khilafah Islamiyah jauh dari disebut buku ilmiah.

Buku itu kumpulan dogma yang harus diyakini kebenarannya. Kutipan ayat, hadits, kaidah ushul fiqih dan kitab-kitab ulama, atas pemikiran yang hanya diyakini oleh penulis terlebih dahulu “kebenarannya”. Penghias dan pemanis yang membuat silau orang-orang awam.

Konsep Baku Khilafah dan Buku Menyesatkan

Dari judul bukunya saja sudah salah dan menyesatkan. Karena yang baku menurut al-Qur’an, Hadits dan Ijma sahabat adalah memilih dan mengangkat seorang pemimpin/ulil amri (nashbul imam). Nashbul imam baku dan wajib, guna memenuhi seruan Allah swt sebagaimana firman-Nya:

]يَاأَيُّهَا الَّذِينَ امَنُوا ا اللهَ ا الرَّسُولَ لِي الأَمْرِ [

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), serta ulil amri di antara kalian. (QS an-Nisa’ [4]: ​​59).

Sebab, perintah untuk mentaati lî al-amri (imam atau khalifah) itu tidak bisa dilakukan jika obyek yang wajib ditaati (ûlî al-amri) tadi tidak ada. Karena itu, perintah ini juga sekaligus menjadi perintah untuk mewujudkannya, sehingga ketaatan kepada lî al-amri tersebut bisa diwujudkan.

Siapa yang dipilih dan diangkat menjadi ulil amri diserahkan kepada umat. Dengan metode apa dan bagaimana cara memilih dan mengembangkannya, diserahkan sepenuhnya kepada kesepakatan kesepakatan. Allah swt dan Rasul-Nya tidak menunjuk langsung siapa orangya, apa metode dan bagaimana cara memilih dan memikirkannya.

Sebagai sebuah aspirasi, boleh-boleh saja pengarang buku ini menginginkan Amir Hizbut Tahrir (HT) menjadi ulil amri dan konsep khilafah versi Hizbut Tahrir diterapkan. Namun, harus melalui kesepakatan bersama. Sebab, Allah swt telah menyerahkan urusan tersebut kepada kesepakatan yang lahir dari pemerintahan Islam: al-sulthanu lil ummah (kekuasaan di tangan umat). Akan tetapi, jika umat telah memilih dan mengangkat seorang menjadi ulil amri, maka Amir HT dan para pengikutnya harus menerima dan taat.

Yang menjadi masalah bagi pengarang buku ini, Hizbut Tahrir mengadopsi pendapat bahwa thalabun nushrah (kudeta) sebagai metode baku dalam khilafah versi Hizbut Tahrir yang tujuan akhirnya berupa nashbul Amir HT menjadi khalifah. Thalabun nushrah (kudeta) menabrak prinsip al-sulthanu lil ummah karena mengangkat Amir HT menjadi ulil amri tanpa pemilihan secara terbuka, jujur ​​dan adil (ridla wal ikhtiar). Konsep thalabun nushrah bertentangan dengan ijma sahabat ketika mereka memilih lalu mengangkat Abu Bakar as-Shiddiq menjadi khalifah pengganti Rasulullah saw di Saqifah Bani Saidah.

Tidak ada yang baru dari buku Konsep Baku Khilafah Islamiyah, selain itu menunjukkan otak beku para pengusung Khilafah Tahririyah, yang harus mengadopsi mentah-mentah dan bulat-bulat kitab-kitab mutabanat Hizbut Tahrir, meski isinya sudah banyak yang kadaluarsa.

*Ayik HeriansyahPengamat Sosial Keagamaan, dan Mantan Ketua DPD HTI Bangka Belitung

Redaksi Salafus Shalih

Salafusshalih.com.com adalah media yang menfokuskan diri pada topik kebangsaan, keadilan, kesetaraan, kebebasan dan kemanusiaan dengan spirit menguatkan agama meneguhkan Indonesia.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button