Ulil Amri, Ulil Khamri, Ulil Oligarki, dan Ulil BuzerrRp
Presiden Jokowi /pemerintah sebagai Ulil Amri “akan” melegalkan masyarakat untuk memproduksi minuman keras. Selain produksi minuman keras, pemerintah juga mengizinkan perdagangan eceran kaki lima minuman keras atau alkohol.
Untuk melegalkan yang peratama tersebut, banyak persyaratan yang harus dipenuhi. Salah satunya adalah tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 10 tahun 2021, yakni tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Di mana Perpres itu, tercantum untuk usaha minuman keras harus dilakukan pada Provinsi Bali, Provinsi NTT, Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan lokal setempat ( Kompas.com 28/02/2021).
Untuk yang kedua, jaringan distribusinya dan tidak harus disediakan secara khusus. Melansir dari Kompas.com , rujukan pada pasal 6 Perpres 10/2021, industri minuman keras yang termasuk bidang usaha dengan persyaratan tertentu dapat diusahakan oleh investor asing, investor domestik, hingga UMKM.
Ulil Amri CS Ulil Khamri dan Ulil Oligarki?
Sekilas, meski Perpres di atas bukan khusus untuk minuman keras, melainkan soal penanaman modal ( detiknews, 02/03/2021). Namun, jika dilihat lebih dalam, muatan aturan di dalamnya tentang keras itu masalah yang bahkan mencedarai nilai-nilai agama dan Pancasila.
Bahkan meski tujuan penanaman modal dan investasi, dan karena itu menurut banyak orang, aturan-aturan tersebut berselingkuh dengan oligarki, tetap tidak elok. Karena Perpres yang pada 2 Februari 2021 dan ditetapkan langsung oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly tersebut, mengandung banyak mudaratnya. Daripada maslahatnya.
Legalisasi miras akan merusak watak, budaya, dan kepribadian anak bangsa. Bahkan yang akan lebih buruk lagi bakal tercipta: generasi krimanal. Seperti negara-nagara Barat, kriminalitas tumbuh subur dan meningkat karena masyarakatnya menjadikan miras sebagai solusi masalah hidup. Ada masalah, bir dan alkohol diteguk.
Ulil Amri tak boleh bermain dengan Ulil BuzerrRp hanya untuk mendengungkan atau mengelabuhi atau menggiring opini masyarakat untuk menerima Perpres itu dengan iming-iming akan terciptanya lapangan kerja. Ulil Amri tak boleh bersanding dengan Ulil Khamri hanya untuk mencari suaka ekonomi. Ulil Amri tak bisa cs bersama Ulil Oligarki hanya berhitung perihal investasi. Generasi NKRI lebih penting dari semua itu.
Bila Perpres itu lebih banyak mudaratnya dan lebih-lebih menyingkirkan etika/nilai-nilai luhur budaya Indonesia, pantas ditolak. Bahkan bila menyingkirkan aturan baku agama, wajib ditolak. Perpres “miras” itu, mungkin untung bagi investasi oligarki. Tapi bakal buntung bagi bangsa NKRI.
Ulil Amri Wajib Mendengar Aspirasi Rakyat NKRI
Ulim Amri (Pemerintah) wajib mendengar aspirasi rakyat. Hari ini, banyak masyarakat dan partai-partai menolak Perpres miras itu. Mereka memandang jauh ke depan. Memandang tentang kesehatan generasi Indonesia yang mapan. Memandang perihal kewarasan watak generasi yang akan datang. Memandang ketaatan terhadap agama-agama mereka. Memandang kesehatan jiwa-jiwa manusia Indonesia.
Sebab, kita hidup di dunia hari ini, hanya meminjam. Dan harus dikembalikan kepada pemilikinya: generasi mendatang.
Dan betul. Seperti kata Jazilul Fawaid, kita bukan bangsa pemabuk. Kita bangsa berketuhanan. Meski NKRI bukan negara Islam, bahkan menolak NKRI dijadikan Negara Islam atau NKRI bersyariah. Tapi NKRI yang mansyaratkan beragama, maka semua kebijakan bangsa/negara harus terukur lewat norma-norma budaya, sosial dan agama. Bila tidak, maka semua itu akan menewaskan apa yang telah menjadi adab, keberagamaan, dan peradaban di kedirian bangsa dan negara Indonesia.
Ulil Amri perlu berhitung lebih jauh. Bukan cuma selalu mengeluh dan berhitung hutang dan krisis multimensi di tubuh NKRI, yang perihal itu dibuat oleh Ulil Amri sendiri. Ulil Amri, saya kira, wajib berhitung bagaimana, dan apa yang akan mencelakakan negara dan bangsa Indonesia nanti.
Jika tidak, dan jika permohonan, serta penolakan dari pelbagai aliansi masyarakat dan partai seluruh Tanah Air tidak terturuti, maka sudah sepantasnya kita menolak dengan lebih keras. Tak usah diikuti. Jika produk Ulil Amri, yakni Pempres itu, tidak sesuai dengan adab sosial dan bertentangan dengan aturan agama-ketuhanan, maka dengan keras, kita tak usah dan tak wajib ditaati.
Ketaatan kepada Ulil Amri sifatnya kondisional alias tidak mutlak. Mereka adalah manusia biasa yang tak luput dari salah dan salah. Dari kekurangan dan kekurangan. Dengan demikian, Ulil Amri tidak perlu juga untuk dikultuskan.
Tapi, sepantasnya, sebagai Ulil Amri, meraka wajib mengurus kepentingan dan kebutuhan umat, negara dan bangsa. Ulil Amri, wajib memenuhi permintaan warga NKRI daripada sempoyongan manggut-manggut di haribaan Ulil Khamri, Ulil Oligarki, apalagi Ulil BuzerrRp .Dan Alhamdulillah jika sudah dicabut.
Duh, Gusti ..