Hubbul Wathan

Potensi Ekstremisme di Balik Labelisasi Negara Thaghut Oleh Kaum Radikal

Salafusshalih.com – Dua tahun berturut-turut momen perayaan HUT RI harus dilewatkan dalam suasana pandemi yang diwarnai pembatasan sosial. Akibatnya, perayaan HUT RI jauh dari kata semarak. Bermacam kegiatan selebrasi pun terpaksa ditiadakan karena ancaman penyebawan wabah penyakit. Kita patut bersyukur di tahun 2022 ini kita kembali bisa merayakan HUT RI ke-77 dalam suasana yang jauh lebih aman dan kondusif karena pandemi nisbi bisa dikendalikan.

Maka, menjadi wajar jika euforia HUT RI ke-77 melanda seantero negeri. Dari pusat kota, hingga pelosok desa, seluruh warga bersuka cita merayakan hari kemerdekaan. Suasana meriah menghiasi jalan-jalan. Bendera merah putih, umbul-umbul, dan beragam hiasan menambah kesemarakan HUT RI ke-77.

Barangkali karena euforia kolektif itulah yang membuat kaum radikal merasa iri dan kebakaran jenggot. Lantas, mereka pun menebar isu-isu miring di media sosial. Salah satunya dengan mendaur-ulang kembali tuduhan bahwa Indonesia ialah negara thaghut.

Labelisasi negara thaghut terhadap Indonesia sebenarnya sudah merupakan barang basi dan kadaluarsa. Isu ini mencuat sejak era 1970an ketika gerakan politik Islam yang diinisiasi kelompok ekstrem kanan mulai bangkit di Indonesia. Sejak saat itu, labelisasi negara thaghut terus-menerus diproduksi dan difabrikasi untuk menyerang eksistensi NKRI. Pelakunya sebenarnya kelompok itu-itu saja. Yakni kaum radikal yang tidak lebih dari benalu di negeri ini.

Bagaimana tidak? Mereka hidup di Indonesia. Menikmati udara dan airnya, bekerja dan memanfaatkan fasilitas yang diberikan oleh negara. Namun, di saat yang sama mereka terus merongrong negara dengan tudingan kafir, fasik, bahkan thaghut. Narasi pelabelan Indonesia sebagai negara kafir atau thagut jelas tidak bisa dipandang sepele. Setidaknya ada lima bahaya atau ancaman di balik labelisasi negara thaghut tersebut.

Ancaman di Balik Labelisasi Negara Thaghut

Pertama, label negara thagut terhadap Indonesia jika dibiarkan akan melemahkan rasa cinta tanah air (nasionalisme) di kalangan warga. Masyarakat yang terus-menerus dicekoki dengan doktrin sesat bahwa NKRI ialah negara kafir atau thaghut bisa jadi akan kehilangan rasa cinta terhadap negaranya. Jika itu terjadi, maka sentimen makar atau memberontak terhadap negara dipastikan akan tumbuh subur di tengah masyarakat.

Kedua, labelisasi negara thaghut juga akan berdampak pada munculnya perpecahan di tengah masyarakat. Publik akan terbelah ke dalam dua kelompok besar yang saling berhadapan satu sama lain. Di satu sisi, ada kelompok moderat yang meyakini bahwa NKRI ialah negara yang sesuai dengan ajaran Islam. Di sisi lain, ada kelompok konservatif yang menganggap Indonesia bertentangan dengan hukum syariah Islam. Dua kelompok ini potensial dibenturkan ke dalam pusaran konflik.

Ketiga, labelisasi negara thagut juga rawan menggerus kepercayaan rakyat terhadap negara dan pemerintahannya sendiri. Tuduhan bahwa negara atau pemerintah Indonesia saat ini merupakan kafir atau thaghut bisa jadi melemahkan kepercayaan (trust) publik terhadap pemimpin dan penyelenggara negara, mulai dari birokrat, hingga aparat keamanan.

Jika itu terjadi, maka pemerintah akan kehilangan otoritas dan legitimasinya di hadapan rakyat. Kondisi itu akan menjadi celah bagi menguatnya kelompok radikal yang mengincar kekuasaan sejak lama.

Keempat, labelisasi negara thaghut juga akan mendorong munculnya aksi teror dan kekerasan atas nama agama. Label thaghut yang dilekatkan pada pemerintah atau negara memiliki konsekuensi bahwa siapa pun yang menjadi bagian darinya (negara atau pemerintah) ialah musuh yang boleh diperangi atau dibunuh. Pandangan ekstrem ini jelas akan menjadi embrio bagi munculnya tindakan kekerasan dan teror yang mengancam keamanan dan pertahanan nasional.

Kelima, pada akhirnya labelisasi negara thaghut itu akan meruntuhkan eksistensi negara dari dalam. Negara akan kehilangan martabatnya di hadapan masyarakat ketika terus-menerus diserang dengan tudingan miring yang tidak benar. Eksistensi negara ditentukan oleh seberapa kuat ia mampu membangun ikatan dan kepercayaan dengan warganya.

Maka dari itu, penting kiranya kita menjernihkan tudingan negara thaghut yang selalu dilontarkan kelompok radikal. Kita perlu membangun kesadaran kolektif publik bahwa Indonesia ialah negara yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

Indonesia yang berdasar Pancasila ialah negara yang menjamin kebebasan dan hak tiap individu beragama, terutama umat Islam. Masyarakat harus memahami bahwa label negara thaghut sengaja diskenariokan oleh kaum radikal untuk menyerang pemerintahan yang sah.

(Sivana Khamdi Syukria)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button