Mujadalah

Bisakah Sistem Demokrasi Disebut Sebagai Bagian Dari Khilafah Islamiyah?

Salafusshalih.com. Salah satu ideologi yang sering dikampanyekan Hizbut Tahrir (HT) adalah Khilafah. Sebelum melangkah lebih jauh duduk perkara ideologi yang satu ini, mari kita mulai dengan pertanyaan: Apa sebenarnya Khilafah itu? Bagaimana respon Al-Qur’an terkait Khilafah? Apakah Khilafah versi HT sama dengan Khilafah versi Al-Qur’an?

Istilah Khilafah berasal dari bahasa Arab “khalafa” yang bermakna “yang datang kemudian” atau “yang hadir sesudahnya“. Jadi, Khilafah sepintas dapat dipahami dengan sistem yang datang sesudah sistem yang sebelumnya. Perhatian saja sistem pengangkatan pemimpin pada masa Nabi dan sesudah beliau.

Pada masa Nabi kepemimpinan langsung diamanahkan Tuhan kepada beliau. Kemudian, selepas Nabi wafat, kepemimpinan suatu negara diteruskan oleh sahabat-sahabatnya (yang pemimpinnya dikenal dengan istilah “Khulafa’ ar-Rasyidin” atau Para Pemimpin Bijaksana) dengan menggunakan sistem yang berbeda dari satu pemimpin ke pemimpin sesudahnya. Perhatikan saja, Khalifah Abu Bakar dipilih berdasarkan kesepakatan beberapa orang saja kemudian disetujui masyarakat. Khalifah Umar dipilih berdasarkan keputusan Abu Bakar. Utsman dipilih berdasarkan kesepakatan rakyat. Kemudian, Ali Ibn Abi Thalib diangkat jadi Khalifah dengan desakan setelah Utsman dibunuh oleh orang yang tak dikenal.

Perbedaan sistem politik dari masa Nabi ke mana-mana sahabatnya menunjukkan bahwa khilafah bukanlah sistem tunggal yang tidak boleh berganti, melainkan sistem plural yang berubah sesuai perkembangan zaman. Maka dari itu, sistem republik-demokratis yang berkembang di Indonesia termasuk bagian dari sistem khilafah juga. Karena, sistem negara ini relevan dengan perkembangan zamannya. Sistem republik-demokratis ini diterapkan di negara plural ini disebabkan di dalamnya terdapat beragam perbedaan agama yang harus dirangkul. Menggunakan sistem Islam justru tidak cocok dengan kondisi yang sedang dihadapi.

Uraian terkait Khilafah (dengan kata kunci “Khalifah”) ditemukan dalam dua ayat Al-Qur’an. Pertama, surah al-Baqarah ayat 30 yang berbunyi: Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.”

Pada ayat diuraikan rencana Allah menciptakan Khalifah (orang yang mengendalikan sistem Khilafah) di muka bumi. Meski, rencana ini sempat dipersoalkan oleh malaikat yang khawatir khalifah yang bakal diciptakan tersebut akan melakukan onar dan pertumpahan darah. Namun, Allah menepis kekhawatiran malaikat itu, karena Allah sudah tahu bahwa manusia tidak bakal menjadi seperti yang dibayangkan malaikat. Manusia sebagai khalifah akan dibekali ilmu, sehingga ilmu ini dapat menuntun mereka berada dalam kebenaran.

Ilmu itu juga dapat mengajarkan manusia menjadi khalifah (pemimpin) yang bijaksana di muka bumi. Sehingga, mereka dapat menghidupkan bumi dengan kreativitasnya. Bukankah banyak ditemukan hasil kreativitas manusia yang dapat mengubah dunia menjadi berkembang? Teknologi adalah salah satu yang saya maksud dari kreativitas manusia yang dibekali dengan ilmu yang mumpuni.

Kedua, surah Shad ayat 26 yang berbunyi: Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.

Jika pada surah al-Baqarah tadi khalifah yang dimaksud adalah manusia pertama, yakni Nabi Adam, maka pada surah Shad khalifah yang dimaksud adalah Nabi Daud. Sama dengan Nabi Adam, Nabi Daud diutus untuk menjadi khalifah yang dapat menegakkan sistem kehidupan dengan adil. Sistem ini diupayakan dapat berpihak kepada orang banyak, bukan kepada kepentingan pribadi semata. Makanya, pada ayat tadi Nabi Daud dilarang menegakkan sesuatu di bawah kendali hawa nafsunya karena ia akan tersesat.

Sampai di sini, dapat dipahami bahwa Khilafah merupakan sistem yang dinamis yang ditegakkan oleh khalifah (pemimpin). Sistem ini dapat berubah dari masa ke masa sesuai perkembangan zaman. Intinya, Al-Qur’an tidak membatasi sistem suatu negara. Masing-masing negara bebas menggunakan sistem apa pun selagi sistem tersebut dapat menghadirkan kemaslahatan.

Kemudian, bagaimana dengan Khilafah versi HT? Khilafah versi HT ternyata berbeda dengan Al-Qur’an. Entahlah, HT menggunakan dasar apa dalam merumuskan sistem khilafah. Bedanya, jika Khilafah versi Al-Qur’an bersifat dinamis, maka Khilafah versi HT cenderung stagnan. Khilafah versi HT hanya dibatasi dengan satu orang pemimpin yang sampai detik ini belum diungkap ke publik. Bahkan, HT hanya menggunakan hukum Islam dalam mengatur suatu negara. Dan, negaranya disebut-sebut dengan Negara Islam (Daulah Islamiyah).

Sebagai penutup, karena Khilafah HT tidak sesuai dengan Khilafah yang dimaksudkan dalam Al-Qur’an, maka ideologi Khilafah HT jelas tidak dapat diterima dan dibenarkan. Masihkah kita mengimani menggunakan Khilafah HT untuk mengatur negara? Keputusan ada pada diri masing-masing.[] Shallallah ala Muhammad.

(Khalilullah)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button