Mujadalah

Mengecam Wahabi: Tidak Perlu Mengikuti Ustadz dan Kyai?

Salafusshalih.com – Dalam salah satu ceramahnya, Syafiq Riza Basalamah mengatakan tidak boleh mengikuti ustadz atau kiai, karena ustadz atau kiai itu manusia biasa yang bisa salah da bisa benar. Berbeda dengan mengikuti al Qur’an dan al Hadits, itu pasti benar. Oleh karena itu, harus mengikuti al Qur’an dan al Hadits, dan tidak boleh mengikuti perkataan kiai atau ustadz. Kira-kira demikian kesimpulan dari ceramah tersebut.

Hal tersebut terlihat seperti benar, padahal ceramah yang demikian hakikatnya menjerumuskan orang awam kepada kesesatan. Mengapa demikian ? Sebab orang yang tidak memiliki syarat-syarat sebagai mufassir yang cukup berat itu, di antaranya harus memahami gramatika Arab, seperti Nahwu, Sharraf dan Balaghah, jika menafsirkan al Qur’an atau al Hadits hanya berdasarkan dzohir bahasa Arabnya saja akan menyebabkan semakin banyaknya kesalahan.

Imam al Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumiddin setelah menjelaskan bentuk menafsirkan al Qur’an yang haram ia berkata: “ Kedua (dari yang haram) yaitu tergesa-gesa dalam menafsirkan al Quran hanya berdasar dzahir bahasa Arabnya tanpa meminta penjelasan baik dari mendengarkan atau menukil dari ahlinya. Sebab di dalam al Quran banyak lafadz-lafadz yang asing, samar maknanya, ada yang dibuang dan sebagainya. Sehingga orang yang menafsirkan al Quran sebelum ia benar-benar jelas, hanya berdasar kemampuan pemahamannya sendiri maka cenderung akan banyak salahnya

Artinya menafsirkan al Qur’an atau al Hadits tanpa ada arahan dari orang yang ahli dalam bidangnya itu hukumnya haram menurut imam al Ghazali. Oleh karena itu, maka tidak boleh bagi orang yang awam langsung menghukumi halal dan haram padahal ia tidak memiliki kapasitas sebagai mufassir yang sangat berat itu. Imam al Qurtubi berkata:

وَكَذَلِكَ لَمْ يَخْتَلِفِ الْعُلَمَاءُ أَنَّ الْعَامَّةَ لَا يَجُوْزُ لَهَا اَلْفُتْيَا لِجَهْلِهَا بِالْمَعَانِيَ الَّتِيْ مِنْهَا يَجُوْزُ التَّحْلِيْلُ وَالتَّحْرِيْمُ

Artinya: Demikian juga ulama tidak berbeda pendapat bahwa sesungguhnya orang awam tidak boleh baginya berfatwa karena tidak mengetahui makna-makna dari al Quran dan al Hadits yang memungkinkan kepada halal dan haram

Lalu apa kewajibannya bagi orang awam dalam masalah agama ?

Bagi orang awam wajib bertaqlid kepada orang yang lebih paham agama, seperti kiai atau ustadz. Imam At Thabari dalam tafsir At Thabari mengatakan:

لَمْ يَخْتَلِفِ الْعُلُمَاءُ أَنَّ الْعَامَّةَ عَلَيْهَا تَقْلِيْدُ عُلَمَائِهَا، وَأَنَّهُمْ اَلْمُرَادُ بِقَوْلِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ:” فَسْئَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ”

Artinya: Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama bahwa wajib bagi orang awam bertaqlid kepada ulamanya. Dan mereka itu yang dimaksud dalam firman Allah fasalu ahladdzikri ingkuntum la talamun

Dari hal ini, maka kita mengetahui betapa besar peran seorang kiai atau ustadz sebagai ulama’ di Indonesia untuk meluruskan agama orang-orang awam. Keberadaan kiai dan ustadz sangat menentukan benar dan tidaknya aqidah serta amaliyah umat Islam di Indonesia. Lalu bagaimana mungkin, orang yang berakal sehat akan melarang mengikuti pendapatnya kiai atau ustadz sementara cahaya agama ada pada mereka ?. Renungkanlah!

Wallahu alam.

(Redaksi)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button