Al Qur'an

Menjadikan Kurban Sebagai Kurikulum Keluarga

Salafusshalih.com – Di luar ibadah haji, setiap kali Iduladha tiba, jutaan keluarga Muslim di seluruh dunia menyambutnya dengan semangat ibadah, penyembelihan hewan kurban, dan berbagi kepada sesama. Momen penting ini merupakan peluang emas untuk menjadikan ibadah kurban sebagai sarana pendidikan sosial dan karakter dalam keluarga.

Bagi para orang tua dan pendidik, Iduladha seharusnya dijadikan momentum untuk menanamkan nilai-nilai tauhid, empati, tanggung jawab, dan solidaritas sosial, terutama kepada anak-anak.

Kisah Nabi Ibrahim dan putra kesayangannya, Ismail, adalah kisah tentang pendidikan iman dan dialog keluarga yang membentuk karakter luhur. Mari kita perhatikan penggalan dialog antara Nabi Ibrahim dan Ismail yang menggugah ini: “Wahai anakku! Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” (Ash-Shaffat: 102).

Dialog ini menunjukkan bahwa pendidikan spiritual yang kuat dibangun di atas komunikasi terbuka, penghargaan terhadap anak, dan keteladanan orang tua. Tidak ada paksaan, melainkan dialog yang mencerahkan hati dan akal anak.

Menurut Zakiah Daradjat (2006) dalam Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, proses penanaman nilai agama akan efektif jika dilakukan dalam suasana kasih sayang, keteladanan, dan ketekunan. Kurban menjadi salah satu praktik konkret dari penanaman nilai tersebut.

Dimensi Sosial Kurban dalam Pembentukan Kepekaan Anak

Anak-anak zaman kini hidup dalam era yang sangat materialistik dan serba instan. Karena itu, penting menghadirkan pengalaman sosial yang membumi dan menyentuh hati, seperti:

  • Mengajak anak menyaksikan langsung proses kurban, agar mereka tidak memandang daging sebagai produk supermarket semata, tetapi sebagai amanah yang melibatkan nyawa makhluk hidup.

  • Mengajak mereka membungkus dan membagikan daging kurban kepada tetangga atau yang membutuhkan, agar mereka belajar nilai berbagi, empati, dan kerendahan hati.

  • Menceritakan kisah Nabi Ibrahim dan Ismail bukan sebagai dongeng, tapi sebagai teladan konkret pendidikan spiritual yang relevan sepanjang zaman.

Menurut teori learning by doing yang dikembangkan oleh John Dewey, nilai-nilai moral dan sosial tidak cukup diajarkan secara teoritis, tetapi harus dialami langsung oleh anak melalui keterlibatan aktif. Dalam konteks ini, kurban menjadi “laboratorium nilai” tempat anak-anak mengalami langsung:

  • Nilai pengorbanan: Mereka belajar bahwa memberi yang terbaik (bukan yang sisa) adalah bagian dari kebaikan.

  • Nilai kesetaraan sosial: Mereka menyaksikan semua orang—kaya dan miskin—mendapatkan bagian yang sama dari kurban.

  • Nilai tanggung jawab: Dengan terlibat dalam kegiatan kurban, anak-anak belajar bahwa setiap tindakan berdampak sosial.

Studi yang dilakukan oleh Alba et al. (2021) dalam jurnal Early Childhood Education and Care menyebutkan bahwa pengalaman langsung dalam kegiatan sosial-keagamaan seperti sedekah, kurban, atau aksi sosial terbukti efektif meningkatkan social empathy dan moral reasoning pada anak-anak usia sekolah dasar.

Kurban sebagai Pendidikan Karakter Keluarga

Keluarga adalah madrasah pertama. Kurban adalah kurikulum tak tertulis yang sangat kaya akan nilai-nilai keislaman. Ada empat nilai dalam ibadah kurban yang perlu kita tanamkan kepada keluarga kita, yaitu:

  1. Nilai Tauhid
    Nilai ini dapat ditanamkan dengan menceritakan kisah betapa Nabi Ibrahim begitu totalitas dalam mentauhidkan Allah. Dari perjalanannya mencari Allah, membasmi kepercayaan umatnya yang menyembah berhala, hingga membangun kembali Kakbah sebagai kiblat umat manusia dalam bertauhid. Puncaknya adalah ketika ia diuji dengan perintah menyembelih putra kesayangannya. Kisah ini sangat bernilai untuk pendidikan tauhid keluarga.

  2. Nilai Empati
    Tanamkan dengan melibatkan anak-anak dalam memilih penerima daging kurban dan ikut serta dalam proses distribusinya. Hal ini menumbuhkan kepedulian dan kesadaran sosial sejak dini.

  3. Nilai Tanggung Jawab Sosial
    Ajak anak ikut mengelola logistik penyembelihan, termasuk membagikan daging kurban dan membersihkan lokasi penyembelihan. Anak akan belajar tentang kontribusi dan tanggung jawab bersama.

  4. Nilai Keteladanan
    Ajarkan anak bahwa berkurban dilakukan dengan ikhlas, bukan untuk pamer atau mencari pujian, melainkan murni karena Allah Swt.

Di sinilah pentingnya mengintegrasikan kurban dalam sistem pendidikan. Selain di masjid atau komunitas sosial, kita juga sangat mendukung kegiatan kurban dilaksanakan dan dikoordinasikan oleh sekolah-sekolah sebagai bagian dari pembelajaran karakter anak-anak.

Saat ini kita hidup di zaman ketika anak-anak belajar lebih banyak dari pengalaman dan teladan, bukan sekadar dari kata-kata. Maka, jadikan Iduladha sebagai ritual keluarga yang mendidik, bukan sekadar rutinitas tahunan.

(Ulul Albab)

Related Articles

Back to top button