Ulul Amri

Pesan Imam Abu Hanifah: Belajar, Bekerja, Baru Menikah

Salafusshalih.com – Di era modern saat ini, muncul gejala sosial menjadikan pernikahan sebagai ajang gengsi. Pernikahan lebih fokus pada kemewahan pesta, gaya hidup pasangan, atau penampilan luar semata. Mulai muncul pernikahan tanpa bekal persiapan matang, baik dari segi mental, spiritual, maupun finansial.

Akibatnya, pernikahan yang seharusnya menjadi hal yang sakral serta ladang kebahagiaan dan ibadah, justru berakhir dengan konflik berkepanjangan, bahkan perceraian. Hal ini diperparah oleh ego yang tinggi dan kurangnya pemahaman akan tanggung jawab dalam membangun rumah tangga.

Dalam Islam, pernikahan memang ibadah yang mulia dan sunnah yang sangat dianjurkan. Namun hal tersebut berlaku bagi mereka yang telah mampu, baik secara fisik, mental, maupun finansial. Rasulullah SAW bersabda:

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

Artinya: “Wahai para pemuda, barang siapa di antara kalian telah mampu, maka menikahlah. Karena dengan menikah akan lebih menjaga pandangan dan memelihara kehormatan. Namun, barang siapa belum mampu, hendaknya ia berpuasa, karena puasa dapat menjadi pengekang nafsu.” (Fathul Mun’im Syarah Sahih Muslim hadits ke 3006)

Imam nawawi dalam Syarah Sahih Muslim Li An Nawawi juz 9 halaman 173 menjelaskan terkait hadits ini bahwa kemampuan menikah tidak hanya dilihat dari sisi fisik (kemampuan untuk berjimak), tetapi juga kemampuan memenuhi kebutuhan finansial pernikahan, seperti nafkah. Jika seorang pemuda tidak mampu memenuhi hal tersebut, ia disarankan untuk berpuasa sebagai sarana untuk menahan dorongan nafsunya

 

Pesan Imam Abu Hanifah bagi Pemuda yang Ingin Menikah

Imam Abu Hanifah seorang mujtahid mutlaq pendiri madzhab Hanafi dalam kitab Al Asybah Wa An Nadzair karya Zainuddin Ibnu Nujaim memberikan nasihat yang sangat bermanfaat bagi kawula muda yang ingin menikah. Menurutnya, pernikahan bukanlah keputusan yang bisa diambil begitu saja tanpa pertimbangan yang matang.

Beliau menyarankan bahwa sebelum melangkah ke jenjang pernikahan, seorang pemuda harus terlebih dahulu mempersiapkan diri dengan belajar untuk menambah ilmu pengetahuan, serta bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidup dan nafkah keluarga.

وَلَا تَتَزَوَّجْ إِلَّا بَعْدَ أَنْ تَعْلَمَ أَنَّكَ تَقْدِرُ عَلَى الْقِيَامِ بِجَمِيعِ حَوَائِجِهَا، وَاطْلُبِ الْعِلْمَ أَوَّلًا ثُمَّ اجْمَعِ الْمَالَ مِنَ الْحَلَالِ. ثُمَّ تَزَوَّجْ؛ فَإِنَّكَ إِنْ طَلَبْتَ الْمَالَ فِي وَقْتِ التَّعَلُّمِ عَجَزْتَ عَنْ طَلَبِ الْعِلْمِ، وَدَعَاكَ الْمَالُ إِلَى شِرَاءِ الْجَوَارِي وَالْغِلْمَانِ، وَتَشْتَغِلُ بِالدُّنْيَا وَالنِّسَاءِ قَبْلَ تَحْصِيلِ الْعِلْمِ، فَيَضِيعُ وَقْتُكَ، وَيَجْتَمِعُ عَلَيْكَ الْوَلَدُ وَيَكْثُرُ عِيَالُكَ، فَتَحْتَاجُ إِلَى الْقِيَامِ بِمَصَالِحِهِمْ وَتَتْرُكُ الْعِلْمَ وَاشْتَغِلْ بِالْعِلْمِ فِي عُنْفُوَانِ شَبَابِكَ وَوَقْتِ فَرَاغِ قَلْبِكَ وَخَاطِرِكَ، ثُمَّ اشْتَغِلْ بِالْمَالِ لِيَجْتَمِعَ عِنْدَكَ، فَإِنَّ كَثْرَةَ الْوَلَدِ وَالْعِيَالِ يُشَوِّشُ الْبَالَ؛ فَإِذَا جَمَعْتَ الْمَالَ فَتَزَوَّجْ

Dari teks ini dapat diambil tiga poin utama dari pesan Imam Abu Hanifah bagi pemuda yang ingin menikah:

1. Penuhi Kebutuhan Istri Sebelum Menikah Pastikan sudah siap secara finansial untuk memenuhi kebutuhan istri. Menikah membawa tanggung jawab besar, dan kesiapan dalam menyediakan kebutuhan dasar seperti tempat tinggal, makanan, dan kebutuhan lainnya. Ini sangat penting untuk membangun rumah tangga yang harmonis. Mengingat banyak pernikahan yang berakhir akibat faktor ekonomi, kesiapan finansial menjadi salah satu aspek yang tak bisa diabaikan.

 

2. Prioritaskan Ilmu Sebelum Menikah Ilmu adalah kunci utama dalam menjalani kehidupan. Sebelum menikah, fokuslah untuk menuntut ilmu, karena pengetahuan akan membimbing kita dalam menghadapi berbagai tantangan onak duri kehidupan rumah tangga. Dengan ilmu, kita dapat menjalani peran sebagai suami dan kepala keluarga dengan bijaksana, sehingga spirit pernikahan sakinah mawaddah war rahmah dapat terwujud.

3. Kumpulkan Harta Halal Sebelum Berkeluarga Setelah menuntut ilmu, bekerjalah dan kumpulkanlah harta dengan cara yang halal. Harta yang diperoleh dengan cara yang benar akan membawa keberkahan dalam kehidupan rumah tangga dan memberi ketenangan hati. Tidak perlu memaksakan diri untuk memiliki banyak harta atau kemewahan yang didapat dari jalan yang melanggar syariat, karena itu tidak menjamin kebahagiaan dalam rumah tangga.

Selain itu, mencari harta yang halal dapat membentuk keturunan yang shalih dan shalihah, yang kelak akan menjadi investasi kita sebagai orang tua di akhirat, melalui doa-doa yang mereka panjatkan.

Demikianlah pesan Imam Abu Hanifah untuk mengevaluasi kesiapan diri sebelum menikah baik secara fisik, mental, maupun finansial. Pernikahan bukan hanya soal emosi atau hasrat, tapi juga komitmen dan tanggung jawab besar. Jika belum siap, lebih baik menunda pernikahan hingga mampu memenuhi tanggung jawab tersebut.

Ingatlah, jika kamu belum bisa membahagiakan pasanganmu, setidaknya jangan buat dia menderita. Dia telah dibesarkan dan dirawat oleh orangtuanya dengan penuh kasih sayang. Mereka telah membimbing dan melindunginya dengan susah payah, dan kini kamu datang untuk mengambilnya sebagai pasangan hidup.

 

Jika kamu belum siap memberikan kebahagiaan padanya, jangan biarkan dia menderita karena keputusanmu untuk menikah. Cinta sejati bukanlah tentang memiliki, tetapi tentang mengikhlaskan kebahagian, bahkan jika itu berarti dia bahagia dengan orang lain. Karena pada akhirnya, kebahagiaan sejati adalah ketika kamu rela melihat orang yang kamu cintai bahagia, meskipun itu tidak bersamamu. Wallahu a’lam bis shawab.

 

(Ahmad Yaafi Kholilurrohman)

Related Articles

Back to top button