Apa Benar Salafi-Wahabi Yang Mencitakan Khilafah Itu Anti Nasionalisme?
Salafusshalih.com – Semangat nasionalisme atau cinta tanah air di Indonesia ini, sejauh pemahaman saya kebanyakan digaungkan oleh kelompok Islam tertentu saja. Sementara kelompok yang lain tidak terlalu menyuarakannya. Sebut saja misalkan kelompok Salafi. Sepertinya saya tidak pernah mendengar mereka menggaungkan semangat cinta tanah air. Sebenarnya, bagaimanakah pandangan kelompok salafi terhadap nasionalisme? Apakah mereka juga mencintai negeri tempat mereka tinggal ataukah mereka sesungguhnya anti nasionalisme?
Jawab:
Sebelum kita berbicara tentang pandangan kelompok salafi terkait nasionalisme, terlebih dahulu kita harus memahami pembagian salafi. Dalam disertasinya yang berjudul Laskar Jihad: Islam, Militancy and the Quest for Identity in Post-New Order Indonesia, Noorhaidi Hasan membagi Salafi dalam tiga varian, yakni: jihadi, haraki, dan puris atau ilmi. Varian pertama di Indonesia muncul seiring dibentuknya Laskar Jihad pada masa pemerintahan presiden Abdurrahman Wahid sebagai respon atas apa yang mereka sebut sebagai “reaksi” umat Islam atas konflik beragama di Ambon.
Varian ini bubar seiring dengan bubarnya Laskar Jihad di tahun 2000. Para pimpinannya kebanyakan kembali ke pesantren tempat dimana mereka mengajar atau berdakwah. Varian kedua, Haraki ialah salafi yang tergabung dalam sebuah organisasi atau pergerakan. Varian ketiga, puris atau ilmi ialah salafi yang fokus pada pengembangan ilmu pengetahuan keislaman dan bertumpu pada semangat untuk memurnikan (purifikasi) ajaran Islam.
Quintan Wiktorowicz dalam tulisan jurnalnya yang berjudul Anatomy of the Salafi Movement menyebutkan bahwa salafi varian ketiga atau salafi puris fokus pada pencucian diri (tashfiyah) dan pendidikan (tarbiyah). Di Indonesia, nyatanya Salafi yang banyak bermunculan adalah salafi jenis ini.
Terkait dengan sikap mereka terhadap pemerintah, Joas Wagemekers, seorang peneliti Salafi dari Radbound University Belanda memerinci Salafi puris dalam tiga model, yakni yang sepenuhnya menjauh dari dunia politik, yang loyal kepada pemerintah dan mendukung program-programnya, serta yang bahkan mempropagandakan bahwa taat kepada pemerintah adalah bagian daripada iman.
Dengan demikian, bisa kita pahami bahwa sesungguhnya salafi yang ada di Indonesia ini sikap kenegaraannya tidak ada yang bermasalah. Mereka meyakini bahwa mencintai negeri merupakan fitrah setiap manusia. Mereka berlandaskan pada ayat QS. An-Nisa: 66:
وَلَوْ أَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِمْ أَنِ ٱقْتُلُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ أَوِ ٱخْرُجُوا۟ مِن دِيَٰرِكُم مَّا فَعَلُوهُ إِلَّا قَلِيلٌ مِّنْهُمْ ۖ وَلَوْ أَنَّهُمْ فَعَلُوا۟ مَا يُوعَظُونَ بِهِۦ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ وَأَشَدَّ تَثْبِيتًا
Artinya:
“Dan sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka: “Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari kampungmu”, niscaya mereka tidak akan melakukannya kecuali sebagian kecil dari mereka. Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka)”
Mereka juga meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW pun mencintai tanah kelahirannya. Sebuah hadis menyebutkan bahwa Nabi pernah berkata:
وَاللَّهِ إِنَّكِ لَخَيْرُ أَرْضِ اللَّهِ وَأَحَبُّ أَرْضِ اللَّهِ إِلَى اللَّهِ وَلَوْلَا أَنِّي أُخْرِجْتُ مِنْكِ مَا خَرَجْتُ
“Demi Allah, sungguh engkau (wahai Mekah) adalah bumi Allah yang paling baik dan yang paling dicintai oleh-Nya. Sekiranya bukan karena aku diusir dari engkau, tentu aku tidak akan keluar meninggalkan engkau.” (HR. Ahmad)
Nabi juga menunjukkan kecintaanya kepada tanah tempat beliau tinggal, yakni Madinah. Dalam sebuah doa, Nabi menyebutkan:
اللهم حَبِّبْ إِلَيْنَا الْمَدِينَةَ كَحُبِّنَا مَكَّةَ أَوْ أَشَدَّ
“‘Ya Allah, jadikanlah kami mencintai Madinah, sebagaimana kecintaan kami kepada Mekah atau lebih.” (HR. Bukhari)
Dalam banyak kesempatan, bahkan kelompok Salafi menyebutkan bahwa Indonesia ini merupakan negara dengan syiar-syiar Islam yang nampak. Bagi mereka, Indonesia adalah negeri dimana mereka mudah beribadah, mudah memakai jilbab ataupun niqab, dan peribadatan Islam bahkan difasilitasi oleh negara. Banyak sekali penceramah Salafi yang memberikan contoh bagaimana pemerintah Indonesia mensupport peribadatan orang Islam, di antaranya ialah: mengizinkan berkumandangnya azan, pendirian masjid dan mushala, penentuan mulai puasa dan lebaran, pemberangkatan jamaah haji dan fasilitas-fasilitas lainnya yang diberikan oleh negara untuk kekhusyuan ibadah orang Islam.
Oleh karena itu, bagi Salafi, status Indonesia ini sudah menjadi negara Islam karena sudah nampak syiar islam sehingga merupakan negeri yang wajib dibela. Mereka biasanya mengutip pernyataan Syekh Abdul Aziz bin Baz:
أما الوطن فيحب إن كان إسلاميًا، وعلى الإنسان أن يشجع على الخير في وطنه وعلى بقائه إسلاميًا، وأن يسعى لاستقرار أوضاعه وأهله وهذا هو الواجب على كل المسلمين
“Adapun tanah air, apabila merupakan negara Islam (tampak syiar-syiar Islam), maka wajib bagi rakyatnya untuk bersemangat melakukan kebaikan untuk tanah airnya dan untuk kelestariannya (agar) tetap menjadi negara Islam. (Dan wajib) berusaha untuk menjaga kestabilan situasi keadaan dan penduduknya. Hal ini merupakan kewajiban bagi setiap muslim.” (Majmu’ Fatawa wa Maqalaat, 9: 317)
Meski demikian, tentu segala sesuatu ada batasannya. Bagi Salafi, kecintaan terhadap tanah air ini tidak boleh mengalahkan kecintaan mereka terhadap agama Islam. Hal yang sedikit berbeda dengan kelompok Islam lainnya yang di antaranya menyatakan bahwa kecintaan terhadap negeri merupakan bagian daripada syariat Islam.
Perbedaan tersebut sesungguhnya tidak terlalu signifikan, karena pada akhirnya semuanya sepakat untuk menciptakan kedamaian di bumi Indonesia ini. Demikian, semoga bermanfaat.
(Muhammad Ibnu Sahroji, M.A.)