Tsaqofah

Islam Melarang Mengganggu Orang Lain, Bahkan Ketika Ibadah Sekali Pun

Salafusshalih.com – Islam adalah agama yang sangat menghargai hak orang lain. Hadist Nabi tentang kesempurnaan iman seseorang tidak lengkap jika tidak menghormati hak tetangga, hak tamu dan hak saudaranya menjadi bukti keseriusan Islam dalam menghargai hak orang lain.

Tidak hanya dalam pergaulan sosial, bahkan dalam ibadah pun seorang tidak boleh mengganggu atau menimpakan hal berat kepada yang lain. Misalnya, salah satu hadist ketika Nabi saat sedang I’tikaf. Beliau pernah menegor orang yang membaca al-Quran secara lantang yang dianggap bisa menganggu dan menyakiti yang lain.

Nabi bersabda :  ‘Ketahuilah, setiap kamu bermunajat kepada Tuhan. Jangan sebagian kamu menyakiti sebagian yang lain. Jangan juga sebagian kamu meninggikan atas sebagian lainnya dalam membaca.’ Atau ia berkata, ‘dalam shalat,’” (HR Abu Dawud).

Hadist ini menjadi prinsip penting, bukan atas nama ibadah berarti orang berhak untuk melakukan apapun dengan ibadahnya. Bahkan persoalan suara pun tidak boleh terlalu keras khawatir jika menggangu orang lain. Artinya, Islam memberikan pelajaran penting bagaimana menyeimbangkan antara hak Tuhan dan manusia dan relasi yang seimbang antar keduanya.

Dalam beberapa kajian fikih seperti salah satunya dari Imam Nawawi dalam al-Majmu’ Syarah al-Muhadzab menjelaskan tentang larangan di jalan umum dengan menyandarkan pada hadits Umar yang menyebut tujuh tempat yang dilarang melakukan salat, salah satunya adalah jalan umum. Tentu saja, karena jalan umum adalah ruang publik yang menjadi sarana bagi pemenuhan hak-hak orang lain.

Dengan pengertian ini, Islam menekankan bahwa ibadah tidak boleh memberikan dampak mudharat kepada orang lain. Pelaksanaan ritual tidak boleh mengabaikan hak sosial. Itulah yang harus menjadi pegangan umat Islam dalam menjalankan syariat yang sesuai dengan subtansi dan semangat Islam.

Karena itulah, di beberapa negara Islam dan mayoritas muslim, termasuk Indonesia, penggunaan pengeras suara masjid, misalnya, diatur dengan peraturan yang ketat. Bukan karena membatasi syiar Islam, tetapi bagaimana syiar Islam tidak mengabaikan hak sosial.

Karena itulah, acara keagamaan sebagai syiar Islam yang berdampak menggangu orang lain semisal dzikir akbar, pengajian atau festival dakwah lainnya sebaiknya dilaksanakan di tempat yang tidak merugikan hak pengguna jalan. Bukan persoalan kegiatannya yang dilarang, tetapi cara dan metodenya yang harus diperbaiki. Inilah poin pentingnya.

Terkadang masyarakat belum dewasa memahami aturan pemenuhan hak orang lain. Memang Tuhan menciptakan manusia untuk beribadah (adz-Dariyat : 56). Namun, pengertian ibadah juga tidak sesempit hubungan manusia dengan Tuhan. Allah memerintahkan manusia untuk menjaga keseimbangan hubungan tersebut:

“Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh. teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS An-Nisaa’ [4]: 36).

Ayat ini mengajarkan bagaimana Islam menjaga hak Allah dan hak manusia. Ibadah berarti menjaga hubungan dengan TUhan dengan sesame manusia. Bukan atas nama Ibadah seseorang bisa melalaikan hak orang lain atau malah menggangu orang lain.

(Farhah Salihah)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button