Khawarij dan Labelisasi Kafir Yang Mereka Tuduhkan
Salafusshalih.com – Kafir-mengkafirkan antar beda kelompok bukanlah peristiwa yang baru-baru terjadi. Beberapa abad silam, semenjak Sayyidina Ali Ibn Abi Thalib menjadi pemimpin (khalifah) dan terlibat dalam perang melawan Muawiyah Ibn Abu Sufyan kemudian diakhiri dengan genjatan senjata, pengikut Ali yang eksklusif dalam berpikir memilih untuk keluar dari kelompok Ali dan membuat kelompok sendiri bernama Khawarij (orang-orang yang memisahkan diri).
Khawarij ini bisa dikatakan orang pertama yang berani mengklaim Ali dan pengikutnya (yang belum menjadi Khawarij) dengan sebutan kafir. Karena, mereka mengambil suatu keputusan di luar keputusan yang ditentukan oleh Allah. Khawarij serius menuding Ali dan pengikutnya tersesat, bahkan menghalalkan darah dengan dibunuh. Sikap Khawarij ini jelas ekstrem dalam bertindak dan eksklusif dalam berpikir.
Model pergerakan Khawarij ini, jika dihubungkan dengan pergerakan yang berkembang di era sekarang, termasuk radikalisme-terorisme. Bagaimanapun alasannya kelompok seperti ini jelas berbahaya, karena melalui kelompok ini siapapun yang tidak sepemikiran dan sekeyakinan dengannya dianggap sebagai musuh yang harus diserang. Meskipun, mereka sendiri berdalih bahwa serang yang mereka lakukan adalah bagian dari jihad qital (jihad perang) yang dihubung-hubungkan dengan jihad yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw. saat berdakwah.
Ketertutupan kelompok Khawarij dalam berpikir disebabkan karena sempitnya dalam membaca teks. Mereka tidak melihat pesan di balik teks itu. Bahkan, dalam merespon keputusan orang lain, mereka hanya melihat kebenaran dari apa yang datang dari dirinya sendiri dan menutup kebenaran yang disampaikan orang lain. Padahal, M. Said Ramadhan al-Buthi, ulama terkemuka asal Suriah, menyarankan pentingnya melihat motivasi yang melatarbelakangi seseorang dalam mengambil keputusan. Motivasi itu yang menentukan kafir atau tidaknya seseorang, bukan apa yang dia kerjakan.
Kelompok Khawarij terpengaruh oleh konsep fikih dalam menghasilkan suatu hukum. Bahwa segala keputusan harus sesuai dengan kaidah: ”Nahnu nahkumu bi azh-zhawahir wa Allah bi as-sara’ir”. Kebanyakan manusia menilai sesuatu yang terlihat saja, sedangkan Allah menilainya yang tidak terlihat (motivasi). Motivasi itu sesuatu yang tidak terlihat, tapi itu merupakan hal terpenting. Kebanyakan orang melupakan hal terpenting ini.
Kelompok Khawarij atau kelompok radikal-teroris sering menilai kekufuran seseorang dari apa yang mereka lihat saja. Motivasi yang melatarbelakangi mereka perbuat dilupakan. Franz Magnis-Suseno, seorang filsuf yang memilih tinggal di Indonesia, menekankan pentingnya melihat motivasi dalam menilai seseorang benar atau salah. Karena, motivasi itu adalah substansi yang mendasari segala perbuatan seseorang itu mendapatkan penilaian yang sebenarnya. Memang butuh waktu dalam mengetahui motivasi itu.
Klaim kafir yang dilayangkan kelompok Khawarij dan kelompok yang seresonansi dengannya tidak dapat dibenarkan. Mereka terlalu dangkal dalam menilai benar-salah seseorang. Mereka hanya melihat apa yang tampak dan tidak menengok apa yang tersembunyi. Kedangkalan berpikir ini perlu mendapat penanganan agar tidak membahayakan masa depan bangsa ini. Perlu kiranya mereka dihadirkan dalam forum diskusi sehingga kedangkalan berpikir ini akan segera teratasi.
Sebagai penutup, tidak dibenarkan menuduh orang kafir karena mereka tidak sepaham dan sekeyakinan. Paham dan iman itu luas cakupannya. Manusia tidak punya mengklaim kafir seseorang. Hanya Tuhan yang punya hak melakukan itu. Karena, apa yang dinilai oleh manusia kebanyakan hanya sesuai dengan apa yang tampak. Ini sangat membahayakan masa depan bangsa ini. Shallallah ala Muhammad.
(Khalilullah)