Larangan Rasulullah Meniup Makanan Panas
Salafusshalih.com – Banyak sekali makanan yang paling mantap disajikan dalam keadaan panas. Karena kenikmatan saat menyantap makanan panas ini akan berkurang setelah makanannya menjadi dingin. Islam sendiri dalam terkait makanan, selain mewajibkan makanan yang halal, juga melarang umatnya meniup makanan yang panas walaupun itu halal.
Rasulullah dalam sabdanya, dengan jelas melarang umatnya untuk meniup-niup makanan yang masih panas.
وعن ابن عباس رضي اللّه عنهما أن النبي نهى أن يتنفس في الإناء أو ينفخ فيه
Artinya: “Dari Ibnu Abbas RA, bahwa Nabi Muhammad SAW melarang pengembusan nafas dan peniupan (makanan atau minuman) pada bejana,” [HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi].
Al Bahuti dalam kitabnya, Kasysyaful Qina‘an Matnil Iqna menyebutkan bahwa larangan meniup makanan yang masih panas karena dapat menghilangkan keberkahan didalamnya.
وَ يُكْرَه (التَّنَفُّسُ فِي إنَاءَيْهِمَا) لِأَنَّهُ رُبَّمَا عَادَ إلَيْهِ مِنْ فِيهِ شَيْءٌ ( وَأَكْلُهُ حَارًّا) لِأَنَّهُ لَا بَرَكَةَ فِيهِ كَمَا فِي الْخَبَرِ (إنْ لَمْ تَكُنْ حَاجَةٌ) إلَى أَكْلِهِ حَارًّا فَيُبَاحُ
Artinya: “Meniup wadah keduanya (makanan atau minuman) dimakruh karena sering kali sesuatu (racun/karbon dioksida) di mulut kembali ke wadah. Demikian juga makruh mengonsumsinya dalam keadaan panas karena tidak mengandung keberkahan di dalamnya sebagaimana di hadis jika tidak ada hajat untuk mengonsumsinya dalam keadaan panas. (Tetapi jika ada hajat), maka itu menjadi mubah,”
Tentu dengan larangan ini, ketika kita hendak mengonsumsi makanan yang panas, alangkah lebihnya baiknya menunggu sampai agak dingin. Atau juga boleh mendinginkannya dengan menggunakan kipas angin atau pendingin.
14 Abad yang silam, Rasulullah telah melarang umatnya untuk meniup makanan yang panas. Tentu dalam melarang ini, Rasulullah hanya melaksanakan apa yang diwahyukan kepadanya. Jika abad ke 14 ini, ilmu kedokteran yang sudah amat canggih ternyata juga dibuktikan bahwa meniup makanan yang panas juga berbahaya. Tentu ini menjadikan bahwa syariat Islam itu kekal abadi, tidak ada revisi ajaran didalamnya, Wallahu A’lam Bishowab.
(Ahmad Khalwani)