Untuk Pejabat Yang Mengelola Urusan Umat, Ini Pesan Rasulullah!

Salafusshalih.com – Bagi sebagian orang menjadi pejabat adalah sebuah harapan dan cita-cita. Logikanya mudah sekali, selain mudah mendapatkan cuan, pangkat dan kehormatan, orang yang menjadi pejabat akan mudah bermanfaat untuk orang lain. Sekali tanda tangan bisa membantu dan menolong ratusan bahkan ribuan manusia yang membutuhkan. Namun demikian, menjadi pejabat ini juga tidak mudah, karena banyak godaan seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Oleh karena yang demikian, simaklah pesan Rasulullah untuk pejabat yang mengelola urusan umat berikut ini.
Suatu ketika, Rasulullah sedang menunjuk para sahabat untuk memimpin sebuah wilayah dan memimpin perang, kemudian Abu Dzar bertanya kenapa tidak menunjuk dirinya. Maka Rasulullah menjawab bahwa menjadi pejabat adalah amanah yang berat.
عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلَا تَسْتَعْمِلُنِي قَالَ فَضَرَبَ بِيَدِهِ عَلَى مَنْكِبِي ثُمَّ قَالَ يَا أَبَا ذَرٍّ إِنَّكَ ضَعِيفٌ وَإِنَّهَا أَمَانَةُ وَإِنَّهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ خِزْيٌ وَنَدَامَةٌ إِلَّا مَنْ أَخَذَهَا بِحَقِّهَا وَأَدَّى الَّذِي عَلَيْهِ فِيهَا
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Dzar dia berkata, saya berkata, ‘Wahai Rasulullah, tidakkah Anda menjadikanku sebagai pejabat?’ Abu Dzar berkata, ‘Kemudian beliau menepuk bahuku dengan tangan beliau seraya bersabda:’ “Wahai Abu Dzar, kamu ini lemah (untuk memegang jabatan) padahal jabatan merupakan amanah. Pada hari kiamat jabatan adalah kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi siapa yang mengambilnya dengan hak dan melaksanakan tugas dengan benar.” (HR Muslim).
Abdul Hamid dalam kitabnya menjelaskan terkait kondisi Abu Dzar yang tidak dipilih menjadi pejabat. Abu Dzar sendiri bagi Nabi Muhammad merupakan salah seorang sahabat dekat di antara beberapa sahabat lainnya. Nabi saw mengenal betul bagaimana karakter Abu Dzar sehingga tidak sembarang menunjuknya sebagai pemimpin.
Nabi memandang Abu Dzar sebagai orang yang saleh, taat terhadap ajaran agama, tidak kuat melihat kondisi tidak ideal yang terjadi di tengah masyarakat, sehingga ia berpotensi untuk memojokkan diri dari orang-orang. Karakter individu seperti ini memang bagus menurut Nabi saw, hanya saja dalam konteks menjadi pemimpin atau mengelola kepemilikan umum yang bersangkutan dengan ragam individu tentu tidak akan mudah bagi Abu Dzar sehingga Nabi saw melarangnya (Abdul Hamid bin Badis, Asy-Syihab, Beirut: Darul Ghrabil Islami, 1936, jilid XI, halaman 149).
Melihat hadis di atas, Imam Nawawi menjelaskan beberapa syarat menjadi pejabat di antaranya adalah kompetensi, adil, dan proporsional. Siapa pun yang menduduki kursi jabatan tanpa memiliki kualifikasi tersebut maka tinggal menunggu saja pengadilan akhirat yang akan membuatnya menyesal karena menerima jabatan yang tidak seharusnya ia pinta atau terima. (An-Nawawi, al-Minhaj Syarah Sahih Muslim bin al-Hajjaj, Beirut: Dar Ihya at-Turats, 1392, jilid XII, halaman 211).
Dari keterangan ini semua menjadi jelas, siapa saja yang menginginkan menjadi pejabat maka perhatikanlah pesan Rasulullah ini. Pesan Rasulullah untuk pejabat sangat jelas bahwa jabatan adalah amanah. Dan pada hari kiamat jabatan merupakan kehinaan dan penyesalan kecuali untuk orang yang kompeten. Makanya siapa yang tidak ingin terhina dan menyesal di akhirat kelak maka pikir matang-matang sebelum menjadi pejabat. Timbanglah diri sendiri apakah sudah memiliki kompetensi memimpin, adil dan proporsional dalam melihat sesuatu. Jika belum maka urungkan niat jadi pejabat karena ancaman yang mengerikan di akhirat kelak, Wallahu A’lam Bishowab.
(Ahmad Khalwani)