Tsaqofah

Bagaimana Memaknai Hijrah Dalam Kebaikan Kemanusiaan?

Salafusshalih.com – Dalam beberapa tahun terakhir, banyak fenomena hijrah yang menjangkiti generasi milenial dan muslim perkotaan. Di banyak tempat, komunitas hijrah bermunculan dan menjadi gaya hidup Muslim perkotaan dan pedesaan. Tentu ini menjadi nilai baik dan budaya positif.

Namun demikian, banyak temuan di lapangan bahwa fenomena hijrah ini dimanfaatkan menjadi komoditas bisnis dan doktrin ekstrem. Anak-anak muda disuruh membayar bilamana ingin mengikuti sebuah pengajian yang bertema hijrah ini. Ada lagi yang disuruh membeli sebuah buku tata cara berhijrah dengan baik dan benar, yang ternyata bukunya berisi dengan ajaran-ajaran ekstrem.

Makna Hijrah

Fenomena ini kemudian memantik kita untuk kembali melihat urgensi makna hijrah ini. Hijrah memang menjadi lokomotif meningkatnya kesadaran beragama umat Islam anak-anak muda. Tapi kemudian hijrah yang dibangun ternyata menumbuhkan sikap keagamaan yang eksklusif dalam beragama.

Banyak di antara anak-anak komunitas hijrah ini yang menganggap dirinya lebih baik, paling islami, dibanding orang lain yang tidak mengikuti tren komunitas hijrah mereka. Kita kemudian menjadi bertanya, bagaimana sesungguhnya hijrah ini? Apa substansi keberagamaan kita selama ini?

Penting dipahami, hijrah bukan sekadar berganti jubah, tidak sekadar pengakuan telah berubah. Tanpa amal saleh, hijrah tidak akan berbuah janah. Hijrah menjadi pembuktian tadhiyah (pengorbanan) untuk mengabdi kepada Allah. Hijrah bukanlah cara untuk rehat (râhah).

Hijrah adalah cara hikmat berdakwah, menancapkan risalah-risalah di bumi Allah. Hijrah tidak semata-mata bermakna perpindahan fisik dari satu daerah ke daerah lain. Hijrah harus pula dimaknai secara mental-spiritual.

Dengan kata lain, hijrah hakikatnya bukan sekadar pindah tempat, tetapi pindah kelakuan. Dari kelakuan yang tidak baik menjadi lebih baik.

Makna hijrah itu sendiri secara lughawi bermakna at-tark wal bu’d (meninggalkan atau menjauhi). Secara bahasa, hijrah berasal dari bahasa Arab dengan akar kata ha-ja-ra, yang memiliki makna ‘memutus’ dan ‘mengencangkan’/ ‘menguatkan’.

 

Hijrah dimaknai berpindah dari satu tempat ke tempat lain karena orang yang berhijrah memutus hubungan dengan meninggalkan tempat tersebut dan berpindah ke tempat lain. Atau karena ia telah memutus segala bentuk ikatan dan komitmen dengan tempat tersebut.

Nabi Telah Mencontohkan

Sebagaimana yang dicontohkan Nabi. Pada masa itu, Nabi tidak mudah meninggalkan tanah kelahiran dan Kota Makkah. Namun karena perintah Allah untuk hijrah, Nabi meninggalkan kampung halamannya dan Kota Makkah bukan karena bentuk keputus-asaan.

Tapi itu semua sebagai bentuk ketakwaan dan mengharapkan ridha Allah semata. Dan Nabi berhasil, dengan cara hijrah, dakwah Nabi mendapat keberhasilan, yakni Islam mengalami kemajuan dan kejayaan.

Hijrah Nabi bukan sekadar hanya berpindah tempat. Nabi menjelaskan bahwa hijrah sejati adalah ketika seseorang bertekad meninggalkan kemaksiatan, kejahatan, kebiasaan buruk dan apa saja yang dilarang oleh Allah.

Hijrahnya Nabi Muhammad saw membuktikan bahwa barang siapa hijrah karena bersungguh-sungguh kepada Allah, maka ia akan mengalahkan kekufuran, kezaliman. Sebab, Allah telah menjanjikan jalan keluar pada setiap kesulitan.

إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الْأَشْهَادُ (سورة غافر: 51)

Artinya, “Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari kiamat” (Surat Gafir : 51)

Sampai di sini, bisa kita pahami bahwa makna hijrah bukan sekadar pindah tempat dan mengasingkan diri. Berhijrah sesungguhnya adalah bertekad dan berjuang keras untuk meninggalkan keburukan dan melakukan perubahan ke arah yang lebih baik, melalui pekerjaan-pekerjaan yang positif. Semoga kita mampu untuk selalu berhijrah menuju hal-hal yang lebih baik.

(Agus Wedi)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button