Cara Hadapi Bencana dalam Al-Qur’an
Salafusshalih.com – Menyoal mengenai bencana perspektif Al-Qur’an, tentu saja telah banyak kajian-kajian yang dilakukan oleh para sarjana Al-Qur’an. Salah satu yang menjadi rujukan ialah tulisan yang ditulis oleh Quraish Shihab dengan judul Musibah dalam Al-Qur’an pada tahun 2006. Dalam tulisan tersebut, Quraish Shihab menyebutkan setidaknya ada beberapa term yang digunakan oleh al-Qur’an ketika menyinggung perihal bencana atau musibah, diantaranya ialah mushibah, bala’, fitnah, dan adzab.
Term-term yang berbicara mengenai musibah ini juga tentunya memiliki makna dan signifikansi tersendiri, sebagaimana berikut.
Term | Sebab Terjadi | Bentuk | Objek | Tujuan |
Mushibah | Dosa dan ulah manusia, baik perusakan secara fisik maupun non fisik | Sesuatu yang tidak menyenangkan | Yang membuat kesalahan (fasad) | Untuk menempa manusia agar tidak putus asa meskipun akibat ulahnya sendiri |
Bala’ | Kehendak Allah meskipun tanpa kesalahan manusia | Sesuatu yang menyenangkan dan sesuatu yang tidak menyenangkan | Semua manusia di dunia tanpa melihat kesalahan | Penagmpunan dosa, peninggian derajat, pensucian jiwa, Menguji kualitas keimanan |
Fitnah | Langsung dari Allah sebagai peringatan | Sesuatu yang menyenangkan dan sesuatu yang tidak menyenangkan | Yang bersalah dan yang tidak bersalah | Untuk memberi peringatan jika peringatan tidak diindahkan, mengakibatkan sanksi keras |
Adzab | Ulah manusia yang durhaka | Siksa yang memusnahkan | Orang yang durhaka | Untuk menyadarkan supaya tidak mengulangi perbuatannya lagi |
Dari penelitian Quraish Shihab tersebut, setidaknya kita dapat mengkategorikan bencana menurut perspektif al-Qur’an menjadi dua kategori yaitu, Pertama, bencana yang terjadi secara tidak langsung dan merupakan takdir tuhan (Natural Disaster) dan Kedua, bencana yang terjadi secara langsung disebabkan oleh ulah manusia (Man Made Disaster). Pembagian seperti ini dilakukan agar mempermudah nantinya dalam memberikan tawaran solusi, karena upaya mitigasi ini sendiri sangat erat kaitannya dengan bencana alam yang diakibatkan oleh perbuatan manusia.
- Natural Disaster
Bencana yang terjadi karena penyebab yang bersifat tidak langsung. Bencana semacam ini memang tidak dapat dihindari, karena terjadinya memang atas ketentuan “takdir” Tuhan. Bencana yang dimaksud dalam hal ini tidak menutup kemungkinan berupa bencana alam dan semisalnya. Merujuk kepada penelitian yang dilakukan oleh Quraish Shihab sebelumnya maka term yang tepat mengenai kategori pertama ini ialah term bala’ dan fitnah.
Kata fitnah dan bala’ sebetulya memilki arti yang sama yaitu, ujian/cobaan. Berulang kali Al-Qur’an menggunakan kata fitnah selalu disandingkan dengan kata bala’ /ujian. Di lain tempat, Al-Qur’an ketika menyebutkan ujian/cobaan menggunakan kata bala’ dan di tempat lain menggunakan kata fitnah. Sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Anbiya: 35
كُلُّ نَفْسٍ ذَاۤىِٕقَةُ الْمَوْتِۗ وَنَبْلُوْكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۗوَاِلَيْنَا تُرْجَعُوْنَ
Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami.
Namun kesamaan yang terjadi dalam segi bahasa bukan berarti memberikan kesan bahwa antara keduanya memiliki makna yang sama, faktanya kedua term ini memiliki fungsi yang berbeda baik bentuk, objek dan tujuannya.
- Man Made Disaster
Bencana semacam ini terjadi karena ulah manusia, baik terjadi akibat eksplorasi lingkungan secara berlebihan karena desakan kebutuhan, keserakahan atau mungkin kekurangsadaran akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan, seperti terjadinya illegal logging, membuang sampah sembarangan, erriisi karbdn yang berlebihan, baik yang berasal dari transportasi, industri maupun rumah-rumah kaca, membendung aliran sungai sehingga menjadi sempit.
Jika mengacu pada penelitian Quraish Shihab, maka term yang tepat dalam kategori ini ialah mushibah dan adzab. Mushibah sendiri secara bahasa memiliki makna mengenai atau menimpa. Al-Quran ketika menyebutkan kata mushibah seringkali merujuk kepada sesuatu hal yang tidak menyenangkan yang ditimpakan terhadap individu ataupun kelompok tertentu sebagai balasan atas perbuatan yang dilakukan.[1]
Namun sebenarnya jika dilihat lebih teliti ada perbedaan yang sangat mendasar antara mushibah dan adzab yaitu bahwa mushibah merupakan ujian yang diberikan oleh Allah kepada manusia yang diakibatkan oleh dosa-dosa yag dilakukan oleh manusia, baik dosa yang berkaitan dengan pelanggaran perbuatan secara fisik maupun secara moral sebagaimana firman-Nya dalam Q.S. al-A’raf: 100
اَوَلَمْ يَهْدِ لِلَّذِيْنَ يَرِثُوْنَ الْاَرْضَ مِنْۢ بَعْدِ اَهْلِهَآ اَنْ لَّوْ نَشَاۤءُ اَصَبْنٰهُمْ بِذُنُوْبِهِمْۚ وَنَطْبَعُ عَلٰى قُلُوْبِهِمْ فَهُمْ لَا يَسْمَعُوْنَ
Atau apakah belum jelas bagi orang-orang yang mewarisi suatu negeri setelah (lenyap) penduduknya? Bahwa kalau Kami menghendaki pasti Kami siksa mereka karena dosa-dosanya; dan Kami mengunci hati mereka sehingga mereka tidak dapat mendengar (pelajaran).
Dalam tafsirnya Mustafa al-Maraghi, sebab terjadinya musibah di antaranya adalah akibat perbuatan yang buruk dan dosa-dosa yang dilakukan oleh manusia. Perbutan yang buruk yang dapat mendatangkan musibah seperti seorang yang suka minum minuman keras, maka ia akan mendapat musibah berupa kerusakan tubuh dan akalnya. Seorang pemimpin yang dhalim akan dilengserkan kedudukannya. Seorang mafia hukum akan medapatkan krisis ekonomi. Mereka yang melakukan kerusakan dan tidak mendapatkan balasan perbuatnnya di dunia, akan mendapatkan balasannya di akhirat.
Dari beberapa penjelasan di atas kita ketahui bahwa yang dimaksud dengan mushibah merupakan sesuatu yang ditimpakan kepada manusia akibat perbuatan yang dampaknya dapat berpengaruh kepada kerugian sosial secara luas yang dapat menganggu tatanan kehidupan.
Berbeda dengan term adzab yang digunakan Al-Qur’an ketika menimpakan sesuatu kepada manusia karena perbuatan dosa-dosa yang kaitannya dengan kedurhakaan sebagaimana firman-Nya: Al-Anfal: 33
وَمَا كَانَ اللّٰهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَاَنْتَ فِيْهِمْۚ وَمَا كَانَ اللّٰهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُوْنَ
Tetapi Allah tidak akan menghukum mereka, selama engkau (Muhammad) berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan menghukum mereka, sedang mereka (masih) memohon ampunan.
Ayat di atas juga mengisyaratkan, bahwa ‘azab tidak akan dijauhkan oleh Allah selama di dalam di antara lingkungan yang akan mendapatkan ‘azab tersebut, masih ada orang yang menjalankan ajaran agama sesuai dengan yang diajarkan dalam al- Qur’an dan sunnah melalaui Rasul dan masih ada diantara mereka yang beristigfar.
Berdasarkan kategori bencana secara umum di atas, maka pada aspek penanganan kedua kategori tersebut, tentunya sama dalam pelaksanaan tindakannya, akan tetapi pada aspek pencegahan, keduanya akan membawa kepada konsekuensi yang berbeda. Bencana yang terjadi secara alami (natural disaster) seperti gunung meletus, tsunami, gempa bumi dan lain sebagainya tentu tidak dapat dicegah. Tindakan yang dapat dilakukan hanyalah tanggap bencana, baik pra terjadinya bencana, maupun pasca terjadinya bencana (kondisi siaga).
Sedangkan untuk bencana tipologi kedua, yaitu bencana yang disebabkan oleh manusia (man-made disaster), maka langkah-langkah yang harus dilakukan adalah meminimalisir terjadinya tindakan-tindakan yang menyebabkan kerusakan lingkungan hidup dan memunculkan kesadaran di tengah masyarakat untuk sama-sama menjaga lingkungan baik secara fisik maupun dalam segi moral, sebagaimana pesan-pesan Al-Qur’an di dalam beberapa ayat untuk menjaga kelestarian lingkungan dan tidak berbuat kerusakan di muka bumi.
Nuzul Fitriansyah, Alumni Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Alumni PPLSQ Ar-Rohmah Yogyakarta
[1] M. Quraish Shihab, “Musibah Perspektif al-Qur’an”, dalam Jurnal Jurnal Studi al-Qur’an, Vol. I, No. 1, Januari 2006, hlm 7