Tsaqofah

Gelap Gulita, Saatnya Islam Menjadi Pelita

Salafusshalih.com – Di tengah krisis multidimensi yang melanda bangsa Indonesia—baik dari sisi moral, sosial, politik, hingga ekonomi—terasa bahwa negeri ini sedang berada dalam kondisi “gelap gulita”. Serial tuntutan akademisi dan para aktivis yang diekspresikan dalam bentuk demonstrasi yang berjilid-jilid menuntut pemerintah dalam menyelesaikan problematika korupsi yang merajalela, kemiskinan membelenggu, konflik sosial meletup di berbagai tempat, serta degradasi moral yang makin nyata pada generasi muda.

Dalam situasi ini, narasi-narasi alternatif yang bersumber dari ajaran Islam—sebagai agama mayoritas—perlu kembali dihadirkan di tengah-tengah kemelut permasalahan bangsa ini. Sebagai agama mayoritas, Islam dituntut untuk kembali menjadi pelita, memberikan cahaya pencerahan dan solusi yang hakiki.

Islam adalah agama yang membawa cahaya (nur) bagi umat manusia. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT menyatakan bahwa Islam datang untuk menerangi kehidupan yang penuh kegelapan.

ٱللَّهُ نُورُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۚ

Artinya: “Allah adalah cahaya langit dan bumi”. (QS. An-Nur: 35)

Dalam tafsir ayat ini, para ulama menjelaskan bahwa Allah adalah sumber petunjuk dan kebenaran, dan Islam—melalui wahyu yang diturunkan—menjadi cahaya yang membimbing manusia keluar dari kegelapan kebodohan dan kesesatan menuju kehidupan yang terang dengan ilmu, keadilan, dan akhlak.

Islam sebagai Solusi atas Krisis Moral dan Sosial

Ketika masyarakat kehilangan arah, Islam datang bukan hanya sebagai agama ritual, tetapi sebagai sistem kehidupan yang menyeluruh. Al-Qur’an menyebut Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam:

وَمَآ أَرْسَلْنَٰكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَٰلَمِينَ

Artinya: “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al-Anbiya: 107)

Rahmat ini tercermin dalam ajaran Islam yang menekankan keadilan (al-‘adl), kasih sayang (rahmah), dan tanggung jawab sosial (mas'uliyyah ijtima’iyyah). Ketika sistem sosial dikuasai oleh ketamakan, ajaran Islam tentang keadilan sosial dan zakat menjadi solusi yang membebaskan. Ketika pejabat publik lupa amanah, Islam menegaskan bahwa setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Rasulullah SAW bersabda yang artinya “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam konteks Indonesia, diharapkan para pemimpin bangsa ini, baik yang duduk di kursi eksekutif mulai dari Presiden beserta para Menterinya, legislatif pada semua tingkatannya mulai dari DPR-RI hingga DPR-D, serta yudikatif mulai dari Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial (KY), semestinya berpegang teguh pada prinsip keadilan (al-‘adl), kasih sayang (rahmah), dan tanggung jawab sosial (mas'uliyyah ijtima’iyyah) dalam setiap mengambil keputusannya.

Pencerahan dalam Dunia Pendidikan dan Peradaban

Kebodohan adalah salah satu bentuk kegelapan. Islam memerangi kebodohan sejak awal dengan perintah pertama yang diturunkan: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan.” (QS. Al-‘Alaq: 1)

Ini menunjukkan bahwa fondasi dari kemajuan peradaban adalah ilmu pengetahuan. Ketika pendidikan diabaikan, generasi mendatang akan tumbuh tanpa arah. Islam mendorong umatnya untuk mencintai ilmu dan menjadikan ilmu sebagai jalan keluar dari kemunduran. Rasulullah SAW bersabda yang artinya “Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)

Hadis ini jelas menekankan pentingnya ilmu pengetahuan bagi seluruh umat manusia, tak terkecuali juga bagi para pemimpin bangsa yang saat ini sedang menjabat. Hendaknya pengambilan keputusan dilandaskan pada pengetahuan, riset yang mendalam, observasi secara objektif serta kajian strategis, sehingga kebijakan-kebijakan yang diambilnya menjadi pelita kebangsaan yang menerangi, menyejahterakan, bukan sebaliknya yang justru membuat Indonesia gelap sebagaimana disampaikan oleh para aktivis dalam serial demonstrasinya di jalanan selama ini.

Mengembalikan Islam ke Panggung Solusi Bangsa

Dalam konteks kebangsaan, umat Islam tidak bisa hanya menjadi penonton. Islam harus tampil sebagai pelaku perubahan (agent of change), membawa semangat reformasi berbasis nilai-nilai ketauhidan, kejujuran, dan keadilan. Ulama, akademisi, dan umat Islam secara umum perlu bersinergi untuk menjadikan Islam sebagai pelita dalam pembangunan bangsa.

Sebagaimana Allah berfirman:

إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا۟ مَا بِأَنفُسِهِمْ ۗ

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d: 11)

Indonesia saat ini memang menghadapi banyak kegelapan. Namun, dalam kegelapan itu, Islam harus tampil sebagai cahaya yang menerangi. Bukan dengan kekerasan atau intoleransi, melainkan dengan ilmu, akhlak, dan kerja nyata. Sudah saatnya Islam kembali menjadi pelita—bukan hanya untuk umatnya, tetapi juga untuk seluruh anak bangsa. Karena sejatinya, Islam hadir untuk memperbaiki dan menyelamatkan, bukan untuk menghancurkan.

(Ahmad Fairozi)

Related Articles

Back to top button