Mujadalah

Kafa’ah Sebagai Bentuk Keadilan Untuk Perempuan

Harakatuna.com – Tidak sedikit dijumpai terkadang seorang ayah tidak setuju terhadap pilihan pasangan anak gadisnya sehinnga akhirnya sang ayah memilih jalan perjodohan yang mana hal itu bersebrangan dengan keinginan sang anak, lantaran si anak memiliki kriteria tersendiri dalam memilih pasangan. Maka sebagai agama rahmatan lil alamin islam memberikan solusi yang adil untuk perempuan, yaitu konsep kafa’ah. Mengacu kepada definisi kafa’ah secara bahasa yang berartikan kesamaan (tasawiy) dan keseimbangan (ta’adul) sudah mengisyaratkan bahwa konsep kafa’ah merupakan keadilan bagi perempuan dalam menentukan pasangan. Sedangkan secara syariat kafa’ah adalah perkara yang mengharuskan tidak adanya aib. Hukum kafa’ah bisa menjadi wajib kepada orang tua laki laki dalam menikahkan anak putrinya tanpa meminta persetujuan. Dalam hal ini menikahkan seorang anak perempuan tanpa izin disitilahkan sebagai konsep ijbar yang itu merupakan hak seorang ayah.

Sesuai dengan apa yang ada di dalam kitab Budur As sa’adah bahwa alasan diwajibkannya kafa’ah adalah untuk menolak aib yang membuat rusak harga diri perempuan, dikarenakan nikah adalah akad yang akan berlangsung seumur hidup maka tujuan dan harapan dari nikah menjadi penting, yang mana tujuan dan harapan itu hanya bisa terealisasikan dengan adanya kafa’ah.

Unsur unsur kafa’ah yang harus dimiliki oleh calon suami adalah

Pertama, calon suami harus bebas dari aib aib nikah yang mana aib tersebut bisa merusak keharmonisan dalam rumah tangga lantaran si perempuan akan merasa risih terhadap suaminya. Dalam literatur kitab kuning, aib ini bisa berupa penyakit yang membuat tidak berfungsinya alat kelamin laki laki atau penyakit kulit yang membahayakan seperti lepra.

Kedua, calon suami harus merdeka, namun untuk kriteria ini tidak bisa dipertimbangkan karena memang perbudakan untuk masa sekarang sudah tidak ada.

Ketiga, memperhitungkan nasab, si calon suami harus memiliki latar belakang keluarga yang baik dan dalam arti lain memiliki nasab yang baik sesuai dengan latar belakang keluarga si perempuan, karena jika kriteria ini diabaikan, dapat dikhawatirkan akan membuat si perempuan merasa malu lantaran perbedaan kasta keluarga.

Keempat, adalah I’ffah, yang dimaksud disini adalah calon suami harus baik dalam menjalankan agama, menjalankan apa yang menjadi perintah Allah dan menjauhi apa yang dilarang-Nya. Sehingga tidaklah sekufu’ antara laki laki fasik dengan perempuan yang ‘afifah

Kelima, kesetaraan profesi, artinya seorang calon suami harus yang merupakan orang dari kalangan pekerja yang setara dengan orang tua si perempuan. Contoh yang banyak ditampilkan dalam kitab kuning adalah perempuan yang merupakan anak dari tukang jahit tidak sekufu’ dengan seorang laki laki yang berprofesi satpam. Menurut pendapat yang paling shohih bahwa kekayaan tidak diperhitungkan dalam konsep kafa’ah karena alasan bahwa harta merupakan sesuatu yang tidak langgeng.

والأصح أن اليسار لايعتبرفي خصال الكفاءة لأن المال ظل زائل وحال حائل و مال مائل ولايفتخر به أهل المروءات و البصائر

“Menurut pendapat yang paling shohih sesungguhnya kekayaan tidak diperhitungkan dalam tercapainya kafaah karena harta bersifat bayangan yang akan sirna, sehingga seorang yang ahli muru’ah tidak akan merasa bangga dengan banyaknya harta.

Dapat disimpulkan bahwa seorang ayah yang akan menjodohkan putrinya harus mempertimbangkan lima hal diatas, lantaran hal itu adalah kunci keharmonisan yang menjadi tujuan dari adanya pernikahan yang berawal dari perjodohan. Wallahu a’lam.

(Redaksi)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button