Khilafah Islam Harus Dibela Tapi Khilafah HTI Harus Dilawan
Salafusshalih.com – Salah satu dalil yang paling sering dipakai para aktivis HTI untuk mempertahankan gagasan khilafah mereka adalah bahwa kita harus membela khilafah Islam. Keteguhan argumentasi semacam itu lumrah, sebab meskipun sudah disuguhkan tanggapan sedetail apa pun, aktivis HTI tidak akan pernah tidak membela ideologi mereka. Mereka telah jadi maniak khilafah, otaknya sudah mentok di situ. Khilafah yang seperti apa, mereka tidak peduli. Dalam ketidaktahuan itulah, mereka membela mati-matian.
Sama dengan pengikut Wahabi. Di Indonesia, Wahabisme menjelma dengan nama yang cukup populer namun manipulatif, yaitu “Salafi”. Dengan nama itulah, kontra-Wahabisme menemukan hambatannya, sebab argumentasi para pengikut Wahabi adalah kata-kata “mulia dengan manhaj salaf”. Tentu saja seluruh umat Islam mesti berpegang teguh dengan para ulama salafussaleh. Namun, apakah Wahabi benar-benar mengikuti ulama salaf? Di situlah kepalsuannya yang disembunyikan.
Dalam hal khilafah Islam, tentu setiap umat Islam harus berpegang teguh padanya. Dengan khilafah Islam, Nabi memerintah Madinah di masanya, dan umat Islam mencapai peradaban gemilang hingga lebih dari sepuluh abad sesudahnya. Namun, mengapa hari ini umat Islam tidak boleh mendukung khilafah lagi? Jawabannya adalah karena term khilafah itu sendiri. Istilah “khilafah” hari ini, terutama yang digaungkan para begundal HTI, adalah khilafah palsu dan bukan khilafah Islam.
Karenanya, khilafah HTI harus dilawan. Dan perlu ditegaskan bahwa melawan khilafah HTI sama sekali tidak berarti melawan khilafah Islam. Demikian karena khilafah HTI bukan khilafah Islam, dan para aktivis HTI yang selalu menyerukan khilafah seperti Felix Siauw, Ismail Yusanto, dan para begundal lainnya, itu tidak sedang memperjuangkan khilafah Islam. Mereka justru sedang memperjuangkan khilafah HTI yang, faktanya, sama sekali tidak bersangkut paut dengan ajaran Islam.
Khilafah Palsu HTI
Untuk kesekian kalinya harus ditegaskan bahwa, khilafah dalam Islam adalah suatu mekanisme pemberdayaan umat. Di dalam al-khilafah, yang dalam bahasa Indonesia berarti ‘kepemimpinan’ atau ‘pemerintahan’, ada prinsip-prinsip primordial yang harus ditegakkan, yakni keadilan, kesetaraan, dan kesejahteraan. Dengan apa pun bentuknya, prinsip-prinsip tersebut harus ada. Itu yang Islam atur. Jadi Islam tak mengatur bentuk spesifik dari pemerintahan itu sendiri. Yang penting, prinsipnya terpenuhi.
Maka ketika Nabi dalam hadis menyabdakan soal “al-khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah”, maka maksudnya adalah pola pemerintahan seperti yang Nabi terapkan di Madinah. Apa bentuk spesifik pemerintahan Nabi tersebut? Yaitu kendalipenuh atas aspek eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Nabi saat itu punya peran banyak, yaitu sebagai pemimpin tertinggi, pengesah undang-undang/perjanjian, dan penegak hukum atas kasus-kasus umat. Hari ini, yang demikian disebut sebagai “teokrasi”.
Suatu hari, sesuai nubuat, boleh jadi sistem seperti itu akan tegak kembali di bawah panji Imam Mahdi atau Nabi Isa. Namun, apakah mungkin bentuk pemerintahan teokratis tersebut ditegakkan sekarang? Jelas tidak bisa. Maka jika HTI mondar-mandir ingin menegakkan al-khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah, itu murni karena kebodohan mereka. Jika HTI menggunakan era keemasan Islam sebagai kejayaan khilafah, maka penting diketahui: bentuk pemerintahan daulah Islam tak sama dengan di era Nabi.
Ulasan mengenai itu sudah banyak, tidak ada gunanya memperluasnya lagi. Yang paling penting diutarakan adalah, khilafah yang diperjuangkan HTI itu palsu, palsu sepalsu-palsunya. Para aktivis HTI adalah pendusta, mengeksploitasi Islam, mencatut Nabi, dan memanipulasi sejarah peradaban Islam untuk kepentingan hasrat kekuasaan belaka. Sudah tak terhitung mereka mencatut nama orang dan memfitnah sesama hanya untuk memuluskan siasat jahatnya tentang khilafah.
Negara Harus Tegas
Dengan demikian, kecerdasan kita diuji. HTI mengelabui kita, bertopeng seolah mereka ingin menegakkan khilafah seperti di era kenabian dan era keemasan Islam, padahal sejatinya mereka menipu kita dan menjerumuskan kita pada upaya makar pada pemerintahan yang sah. Kalau kita tidak jeli, pasti kita akan terperosok, dan pasti sudah banyak yang terperosok propaganda bahwa melawan khilafah HTI adalah melawan syariat. Tidak, itu fitnah. HTI adalah pembohong besar.
Namun di era post-truth, fitnah yang dilakukan terus menerus akhirnya akan tampak seprti kebenaran yang asli. Para aktivis HTI kemana pun bawa narasi khilafah, ada masalah apa pun menawarkan khilafah sebagai solusi, dan kemajuan Islam bagi mereka tidak akan dicapai kecuali dengana menegakkan khilafah. Khilafah seperti apa dan siapa yang layak jadi pemimpin tertinggi? Di situlah mereka akan kebingungan oleh gagasannya sendiri. Dan pasti Ismail Yusanto ingin jadi khalifah. Benar-benar licik.
Karena itu, umat Islam jangan mau diprovokasi HTI. Khilafah Islam memang harus dimuliakan dan wajib ditegakkan, tetapi bentuk spesifiknya bebas. Indonesia yang negara berbentuk republik dan sistemnya demokrasi. Di dalamnya, sesuai prinsip khilafah Islam, keadilan, kesetaraan, dan kesejahteraan diatur sebagaimana tertera dalam falsafah dan ideologi negara: Pancasila. Jadi kurang apa lagi? Apa karena tidak berbentuk seperti Turki Utsmani? Utsmani itu monarki, dan Indonesia tidak cocok untuk itu.
Negara sudah melarang HTI tapi seiring waktu, ia tetap eksis dan jadi pengganggu. Sampai hari ini pun, HTI selalu menebarkan fitnah bahwa melawan mereka sama artinya dengan melawan Islam. Mereka juga menebar doktrin bahwa mereka tengah memperjuangkan upaya penegakan syariat Islam, yaitu khilafah. Meskipun khilafah HTI itu lemah dan tak berdasar dan murni nafsu politik para begundalnya, namun umat Islam terus dicekoki propaganda. Di situlah, ketegasan negara menjadi solusi terakhir. Penjarakan mereka!
Wallahu A’lam bi ash-Shawab…
(Ahmad Khoiri)