Hukum Memakai Baju Bergambar Rumah Ibadah Milik Non Muslim
Salafusshalih.com – Kini sedang marak memakai baju yang memiliki unsur keberagaman lintas agama, semisal Humanity Above religion, di mana dalam baju tersebut tertera simbol-simbol agama non muslim. Lalu bagaimanakah pandang fikih terhadap kasus ini, dan juga bagaimana jika yang dipasang dalam baju adalah gambar rumah ibadah non muslim?
Al-Rahibani (seorang ulama mazhab Hambali) menjawab bahwasanya yang demikian adalah haram karena adanya unsur tasyabbuh (keserupaannya) yang sangat kuat, tapi tidak sampai jatuh pada bukan murtad. Beliau mengatakan:
وَقَوْلُهُمْ فِيمَا تَقَدَّمَ: يُكْرَهُ تَشَبُّهٌ بِهِمْ إذَا لَمْ يَقْوَ كَشَدِّ الزُّنَّارِ، وَلُبْسِ الْفَاخَّتِي، وَالْعَسَلِيِّ، لِأَنَّهُ لَيْسَ بِتَشَبُّهٍ مَحْضٍ، وَكَثِيرٌ مِنْ الْمُسْلِمِينَ يَفْعَلُونَهُ فِي هَذِهِ الْأَزْمِنَةِ مِنْ غَيْرِ نَكِيرٍ، وَأَمَّا الْمُخْتَصُّ بِهِمْ كَالْعِمَامَةِ الزَّرْقَاءِ وَالْقَلْوَصَةِ، وَتَعْلِيقِ الصَّلِيبِ فِي الصَّدْرِ فَهَذَا لَا رَيْبَ فِي تَحْرِيمِهِ، وَيَكُونُ قَوْلُهُمْ فِيمَا تَقَدَّمَ مَخْصُوصًا بِمَا هُنَا، وَالْفَرْقُ مَا فِي هَذِهِ مِنْ شِدَّةِ الْمُشَابَهَةِ، وَمَا وَرَدَ فِي الْخَبَرِ فَهُوَ مَحْمُولٌ عَلَى مَا إذَا قَوِيَتْ الْمُشَابَهَةُ.
“Ucapan ulama bahwa makruh menyerupai orang kafir itu apabila serupanya itu tidak kuat seperti ikatan sabuk di perut, memakai gesper, karena itu tidak serupa secara murni. Banyak umat Islam melakukan itu pada zaman ini tanpa ada ingkar. Adapun pakaian yang khusus untuk mereka seperti sorban biru, cincin, menggantung salib di dada maka ini tidak diragukan keharamannya. Ucapan mereka (ulama) itu khusus dalam konteks ini. Adapun beda antara sangat serupa dan tidak (dalam segi hukum) itu terletak pada kuat (atau lemahnya) keserupaan.” (Al-Rahibani, Matalib Ulin Nuha fi Syarhi Ghayah Al-Muntaha, https://al-maktaba.org/book/21677 H. 2/607)
Adapun dalam pandangan Ulama’ kontemporer, Imam Ahlus sunnah wal jamaah abad 20, Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki ternyata juga berpandangan demikian. Beliau mengatakan;
وَأَمَّا مَا كَانَ خَاصًا بِالْكُفَّارِ وَزَيَا مِنْ أَزْيَائِهِمُ الَّتِى جَعَلُوْهَا عَلَامَةً لَهُمْ كَلُبْسِ بُرْنَيْطَةٍ وَشَدِّ زِنَارٍ وَطُرْطُوْرِ يَهُوْدِيٍّ وَغَيْرِ ذَلِكَ فَمَنْ لَبِسَهُ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ رِضًا بِهِمْ وَتَهَاوُنًا بِالدِّيْنِ وَمَيْلًا لِلْكَافِرِيْنَ فَهُوَ كُفْرٌ وَرِدَّةٌ وَالْعِيَاذُ بِاللهِ وَمَنْ لَبِسَهُ اِسْتِخْفَافًا بِهِمْ وَاسْتِحْسَانًا لِلزَّيِّ دُوْنَ دِيْنِ الْكُفْرِ فَهُوَ اَثِمٌ قَرِيْبٌ مِنَ الْمُحَرَّمِ وَاَمَّا مَنْ لَبِسَهُ ضَرُوْرَةً كَأَسِيْرٍ عِنْدَ الْكُفَّارِ وَمُضْطَرٌّ لِلُبْسِ ذَلِكَ فَلَا بَأْسَ بِهِ وَكَمَنْ لَبِسَهُ وَهُوَ لَا يَعْلَمُ اَنَّهُ زِيٌّ خَاصٌ بِالْكُفَّارِ وَعَلَامَةٌ عَلَيْهِمْ أَصْلًا لَكِنْ اِذَا عَلِمَ ذَلِكَ وَجَبَ خَلْعُهُ وَتَرْكُهُ وَأَمَّا مَا كَانَ مِنَ الْأَلْبِسَةِ الَّتِى لَا تَخْتَصُّ بِالْكُفَّارِ وَلَيْسَ عَلَامَةًُ عَلَيْهِمْ اَصْلًا بَلْ هُوَ مِنَ الْأَلْبِسَةِ الْعَامَّةِ الْمُشْتَرَكَةِ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ فَلَا شَيْءَ فِى لُبْسِهِ بَلْ هُوَ حَلَالٌ جَائِزٌ اهـ
“Adapun atribut yang dikhususkan bagi kalangan non muslam dan pakaian yang menjadi identitas khusus mereka, seperti memakai topi keagamaan, ikat pinggang khusus, serta aksesoris kaum Yahudi lainnya. Sehingga barang siapa dari umat muslim yang memakainya atas dasar rela dengan agama mereka, serta memiliki ketergantungan hati kepada non muslim maka ia menjadi kufur dan murtad. Dan barang siapa yang memakainya dengan tujuan meremehkan mereka serta untuk memperindah pakaian, bukan dilihat dari sisi agama non muslim, maka ia telah berbuat kesalahan yang mendekati perilaku haram. Dan barang siapa memakainya dalam keadaan darurat seperti ketika ia menjadi tawanan orang non muslim dan dipaksa untuk memakainya, maka hal itu tidak masalah. Begitu juga (tidak masalah) ketika ia memakai atribut itu dalam keadaan ia tidak mengetahui bahwa aksesoris itu menjadi ciri khas kelompok non muslim. Namun ketika pada suatu saat ia mengetahuinya, maka wajib untuk segera melepas dan meninggalkan aksesorisnya. Adapun pakaian-pakaian yang tidak menjadi ciri khas non muslim serta tidak menjadi identitas khusus mereka, akan tetapi sudah menjadi pakaian masyarakat secara umum antara umat muslim maupun non muslim, maka hukum memakainya diperbolehkan.” (Sayyid Alwi al-Maliki al-Hasani, Majmu’ al-Fatawa wa ar-Rasail, https://archive.org/details/maleky H. 183)
Dalam konteks salib yang ada di baju, Al-Mardawi (ulama madzhab Hambali) menyatakan makruh apabila dalam bentuk gambar di baju, lain halnya dengan salib yang dijadikan kalung. Beliau menyatakan:
التشبه بالنصارى -مع بغضهم والبراءة من ملتهم-في خصوصيتهم الدينية المحضة بلبس شعارهم: (الصليب) محرم، وأما جعل صفة صليب في ثوب ونحوه فمكروه على المشهور
“Menyerupai orang Nasrani — dengan tetap tidak menyukai mereka dan terbebas dari agama mereka — dalam kekhususan agama mereka yang murni dengan memakai baju syiar mereka: yakni salib itu haram. Adapun menjadikan bentuk salib di pakaian dan lainnya maka itu makruh menurut pendapat yang masyhur.” (Al-Mardawi, Al-Inshof fi Makrifat Ar-Rajih minal Khilaf, https://al-maktaba.org/book/21609 Juz 3 H. 257)
Dari beberapa keterangan di atas, bisa diketahui bahwa memakai simbol agama non muslim semisal Salib ini dihukumi haram, namun ada juga yang mengatakan makruh sebagaimana Al-Mardawi, yakni ketika gambar Salib dipasang di baju. Dan dianalogikan dengan ini, maka baju yang bergambarkan rumah ibadah non muslim, tentunya dihukumi haram atau makruh sebagaimana keterangan yang telah disebutkan. Hanya saja, ini sudah masuk pada ranah teologis. Seyogyanya menghindari pemakaiannya, meskipun ada pendapat yang menyatakan makruh, bukan haram. Namun dalam rangka berhati-hati, karena ada yang mengharamkan dan bahkan menjatuhkan vonis kafir, maka lebih baik dihindari. Ungkapan toleransi melalui cara ini sudah melampaui batas, mari kita bergaya tanoa harus menabrak nilai-nilai agama. Wallahu a’lam.
(Ahmad Hidhir Adib)