Mujadalah

Mari Antisipasi Politisasi Agama di Masjid Indonesia!

Salafusshalih.com – Presiden Republik Indonesia, Ir. H. Joko Widodo, berpesan kepada masyarakat Indonesia agar jangan sampai bermain dan menjadi korban politik identitas atau politisasi agama. Pasalnya, politik identitas berbahaya karena dapat menimbulkan perpecahan dan friksi di masyarakat.

Tidak hanya Presiden Joko Widodo, sejumlah Menteri seperti Menko Polhukam Mahfud MD juga mewanti-wanti agar masyarakat tidak terjebak dengan politik identitas/politisasi agama yang saling menjatuhkan, menjelekkan, dan membasmi pihak lain (detik/1/3/2023).

Bahkan Dewan Pers pun turut menyemarakkannya dengan mengeluarkan pedoman pemberitaan isu keberagaman sebagai bentuk pencegahan menguatnya politik identitas di media massa jelang Pemilu 2024 (Antaranews, 18-1-2023).

Tidak Sekadar Himbauan

Himbauan tersebut menjadi penting dilaksanakan di tengah keran demokrasi, isu politik identitas dan media sosial begitu sangat semarak, canggih dan terbuka. Timbulnya politik identitas akan menghancurkan integritas umat yang telah lama dibangun oleh para founding fathers bangsa Indonesia (Amy Gutmann, 2003).

Politik identitas bisa lewat rasisme, bio-feminisme, environmentalism (politik isu lingkungan), perselisihan etnis (L.A. Kaufffman, 1990), dan politisasi agama atau politik perbedaan (Muhtar Haboddin, 2012).

Politisasi agama di Indonesia yang sebagian kelompok perjuangkan ingin menjadikan Islam sebagai ideologi utama dalam menyebarkan gagasannya. Sehingga dalam menyebarkan gagasannya itu menimbulkan pertentangan antara agama di satu sisi dengan negara pada sisi lain (M. Rusli Karim, 1999). Dalam lanskap historis Indonesia, ini sudah terjadi pada akhir 1990-an (masa Orde Baru) hingga pada Pilkada Jakarta 2017.

Efek Samping Politisasi Agama

Salah satu tanda dan efek samping dari politisasi agama ini makin suburnya perpecahan dan tumbuhnya berbagai gerakan sosial-Islam, termasuk kelompok konservatif Islam, yang pada akhirnya menjadi fenomena tumbuhnya paham dan gerakan radikalisme (Ismail Hasani (et.all.), 2011), serta konflik sosial berdimensi keagamaan di Indonesia.

Hal demikian terjelaskan bila melihat realitas yang terjadi di Kota Solo (Kota Bengawan). Gerakan radikal tumbuh pesat di kalangan umat Islam di Solo akibat pemahaman agama dan politisisasi agama (Greg Fealy dan Virginia Hooker, 2006).

Kelompok ini bahu membahu mengelola keamanan, membantu perbaikan dengan seakan-akan menawarkan layanan-layanan sosial, keagamaan, pendidikan, dan bercita-cita untuk menjadi makmur bersama di atas paham kegamaan radikal dan payung sistem syariat Islam. Mereka mendaratkan semua cita-cita ini lewat kajian di dalam masjid, baik masjid untuk kalangan masyarakat umum maupun masjid kampus.

Masjid-masjid ini dipolitisasi sedemikian rupa untuk kepentingan politik praktis dan menjadikannya sebagai alat menyebarkan berbagai hoaks, agitasi, fitnah, kampanye, dan propaganda hitam untuk menjatuhkan lawan politik (meskipun sesama Muslim) dan memecah-belah masyarakat dan umat Islam (Sumanto Al-Qurtuby, 2018).

Dasar Kuat dan Pembenahan

Setidaknya terdapat 3 (tiga) alasan mengapa masjid lebih dipilih dijadikan sebagai pengedar politisasi keagamaan dan karena itu kemungkinan bisa dijadikan landasan dan pembenaran tindak kekerasan dan radikalisme.

Pertama, karena fungsi masjid tempat bersemainya agama dan berkumpulnya umat Islam sehingga mudah dijadikan sebagai obor dan ideologi untuk kepentingan politik. Kedua, adalah fungsi masjid sebagai tempat-fasilitas untuk umat Islam dan identitas umat Islam. Ketiga, fungsi masjid sebagai legitimasi etis hubungan antarmanusia dan beserta TuhanNya. Artinya, dengan sejumlah alasan tersebut, politisasi agama di masjid berpotensi diikutsertakan dalam kampanye hitam menjadi sangat terbuka.

Untuk memitigasi hal tersebut, pengayaan paham keagamaan di masjid-masjid umum dan masjid kampus manjadi sangat urgent dan perlu ditukangi. Praktik pengalaman keagamaan, materi yang dikembangkan di masjid, serta konsumsi informasi keagamaan di masjid menjadi sebuah peluang dan tantangan tersendiri untuk segara dibenahi.

(Agus Wedi)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button