Bagaimana Hukum Melakukan Tasyakuran Selepas Ibadah Haji, Bolehkah?
Salafusshalih.com – Tasyakuran adalah tradisi atau acara syukuran yang dilakukan untuk mengungkapkan rasa syukur atas berbagai keberkahan atau nikmat yang diterima oleh seseorang atau sekelompok orang.
Selama acara tasyakuran, biasanya diadakan berbagai kegiatan, seperti makan bersama, pembacaan doa atau dzikir bersama, pemberian ucapan syukur, dan berbagi cerita tentang alasan diadakannya acara tersebut. Biasanya juga terdapat pengajian atau ceramah keagamaan yang bertujuan untuk memperkuat rasa syukur dan memohon keberkahan.
Tradisi tasyakuran dapat dilakukan dalam berbagai konteks, seperti kelahiran bayi, pernikahan, kelulusan, pembukaan usaha, atau kesuksesan lainnya. Termasuk juga berlaku kepada mereka yang sudah datang dari tanah suci mekkah, selesai melaksanakan ibadah haji.
Adanya perayaan atau tasyakuran haji memiliki harapan yang sama dengan perayaan tasyakuran yang lain, ialah untuk mengungkapkan rasa syukur atas keberhasilan menunaikan ibadah haji dan memohon agar ibadah tersebut diterima.
Lantas bagaimana hukum merayakan tasyakuran setelah selesai melaksanakan ibadah haji?
Dalam Islam, melaksanakan tasyakuran setelah selesai menunaikan ibadah haji tidak termasuk dalam kewajiban agama atau hukum syari’at yang harus dilakukan. Tasyakuran setelah haji lebih merupakan tradisi atau amalan kebiasaan yang dilakukan oleh banyak orang untuk mengungkapkan rasa syukur atas keberhasilan menunaikan ibadah haji.
Dr. Muhammad Bakar Isma’il dalam kitabnya al-fiqh al-wadhih min al-kitab wa al-sunnah {1/673} berpendapat bahwa orang yang baru datang dari haji disunnahkan untuk melakukan tsyakuran. Hal ini dikarenakan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mengikuti terhadap apa yang dilakukan oleh Nabi. Sebagaimana disebutkan;
الفقه الواضح الجزء 1 صحيفه 673
يستحب للحاج بعد رجوعه بلده أن ينحر جملا أو بقرة أو يذبح شاة للفقراء والمساكين والجيران والإخوان تقربا إلى الله عز وجل كما فعل النبي صلى الله عليه وسلم
“Disunnahkan bagi orang yang baru pulang hai untuk menyembeli unta, sapi, atau menyembeli kambing untuk diberikan kepada para fakir miskin, tetangga dan sanak kerabat atau saudara. Hal ini dilakukan sebagai bentuk mendekatkan diri kepada Allah Swt dan mengikuti sunnah Nabi”( Dr. Muhammad Bakar Isma’il, al-fiqh al-wadhih min al-kitab wa al-sunnah {1/673})
Apa yang disampaikan oleh Dr. Muhammad Bakar Isma’il juga sama dengan yang disampaikan Al-Imam Syihabuddin Ahmad bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Hajar as-Salmunti al-Haitami atau yang lebih populer disebut Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitab Hasyiyah Ibnu Hajar alal Idhah {248}. Dimana beliau berpendapat bahwa orang yang baru datang haji disunnahkan untuk berbagi makanan atau mengadakan tasyakuran, baik yang melakukan tasyakuran adalah dirinya sendiri atau keluarganya. Sebagaimana disebutkan;
)فرع) يسن لنحو أهل القادم أن يصنع له ما تيسر من طعام ويسن له نفسه إطعام الطعام عند قدومه للاتباع فيهما
“Bagi keluarga jamaah haji dianjurkan untuk membuatkan makanan bagi jamaah haji yang pulang. Dan juga bagi Jamaah haji sendiri dianjurkan untuk berbagi makanan ketika pulang dari perjalanan haji. Hal ini sebagai bentuk mengikuti kepada sunnah Nabi” (Ibnu Hajar Al-Haitami, Hasyiyah Ibnu Hajar alal Idhah, halaman 248)
Dari apa yang disampaikan oleh kedua imam ini dapat disampaikan bahwa tradisi tasyakuran yang dilakukan oleh jamaah yang baru datang haji memang seharusnya dilakukan. Dikarenakan tradisi demikian selain bertujuan untuk mendekatkan diri kepada tuhan, juga sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah.
Demikian penjelasan tentang hukum melakukan tasyakuran setelah selesai melaksanakan ibadah haji. Semoga bermanfaat.
(Nuris Shofyyatul Widad)