Al Qur'an

Dua Belas Kata Syahr dalam Al Quran dan Sejarah Lahirnya Tahun Hijriah

Salafusshalih.com – Sebelum kalender ditata, bangsa Arab hidup dengan ingatan. Mereka tak mengenal angka tahun, hanya menyebut peristiwa: Tahun Gajah, Tahun Peperangan, Tahun Kekeringan. Mereka hafal waktu bukan dengan hitungan, tetapi dengan kenangan.

Lalu Islam datang, mengajarkan bahwa hidup harus ditata, bukan sekadar dikenang. Namun, hingga Rasulullah ﷺ wafat, umat Islam belum memiliki sistem penanggalan yang resmi. Surat-surat penting dikirim, perjanjian dibuat, tetapi tanpa penanggalan yang tetap.

Sampai datang masa kekhalifahan Umar bin Khattab—seorang pemimpin yang dikenal adil dan visioner. Suatu hari, Gubernur Basrah, Abu Musa al-Asy’ari, mengeluhkan bahwa ia menerima surat dari Madinah tanpa penunjuk waktu. Ia butuh kepastian: tahun berapa surat itu dikirim?

Umar segera mengumpulkan para sahabat besar: Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, dan lainnya. Mereka duduk dalam majelis musyawarah yang akan mengubah wajah sejarah umat.

Beberapa sahabat mengusulkan penanggalan dimulai dari kelahiran Nabi. Yang lain menyebut saat turunnya wahyu pertama. Namun akhirnya, semua sepakat memilih peristiwa hijrah Nabi dari Makkah ke Madinah sebagai titik nol penanggalan Islam.

Mengapa hijrah? Karena di situlah agama ini mulai tegak sebagai sistem kehidupan. Di Makkah, Islam adalah misi keimanan. Tetapi di Madinah, Islam menjadi peradaban. Hijrah bukan sekadar pelarian—ia adalah pembebasan.

Walau peristiwa hijrah terjadi pada bulan Rabiulawal, mereka sepakat menjadikan Muharam sebagai bulan pertama dalam tahun Hijriah. Alasannya, Muharam adalah bulan awal musim kepulangan jemaah haji dan merupakan salah satu dari empat bulan suci yang dimuliakan sejak zaman Nabi Ibrahim.

Penanggalan ini bukan sekadar keputusan administratif. Ia adalah penanda lahirnya kesadaran waktu dalam Islam. Dan sejak itulah, kita mengenal Tahun 1 Hijriah.

Di balik penetapan ini, ada fondasi ilahiah yang mendukungnya. Al-Qur’an telah menyebutkan:

“Sesungguhnya bilangan bulan menurut Allah adalah dua belas bulan…” (At-Taubah: 36)

Kata syahr (شَهْر)—yang berarti “bulan”—disebut sebanyak dua belas kali dalam Al-Qur’an. Sebuah angka yang bukan kebetulan. Ia mengingatkan bahwa sistem waktu yang kita pakai telah ditetapkan oleh Allah sejak penciptaan langit dan bumi.

Bukan hanya sunah, tetapi fitrah. Bukan sekadar budaya, tetapi wahyu. Maka kalender Hijriah bukan sekadar alat hitung waktu, tetapi simbol kesadaran umat: bahwa waktu adalah amanah, dan setiap detiknya akan dimintai pertanggungjawaban.

Setiap awal Muharam, kalender kita tak hanya berubah angka. Ia mengetuk hati: Apakah kita sudah berhijrah dari lalai ke sadar, dari keluh ke syukur, dari gelap ke terang?

Hijriah lahir dari sejarah perjuangan. Tetapi ia hidup untuk mereka yang terus bergerak.

(Muhammad Hidayatulloh)

Related Articles

Back to top button