Istri Tidak ‘Good Looking’, Apakah Suami Mendapat Hak Khiyar?

Salafusshalih.com – Sudah menjadi fitrahnya manusia untuk mendapatkan hal terbaik dalam hidupnya. Apalagi dalam suatu akad pernikahan, suatu akad yang sakral itu tentu harus dijalankan dengan adanya saling suka rela antara pihak suami dan pihak istri.
Tidak menutup kemungkinan, bahwa sebagai makhluk yang fana dan pasti memiliki kekurangan, manusia tentu bisa saja memiliki cacat (aib) yang tidak disukai oleh manusia lainnya.
Umumnya yang terjadi sekarang, orang-orang berlomba untuk mengupgrade diri dari segi penampilan. Sebenarnya hal itu tidak menjadi masalah, yang jadi masalah adalah ketika good looking itu jadi syarat untuk tetap adanya suatu pernikahan. ya, bisa dibilang kalau istri atau suami tidak good looking, itu bisa jadi aib yang menyebabkan ter fasakhnya nikah.
Oleh karena itu, islam mengatur tentang ketentuan yang boleh direalisasikan bagi pasangan pasutri jika mendapati pasangannya memiliki aib-aib tersebut. Aib yang dimaksudkan adalah aib yang menyebabkan si pihak suami atau si pihak istri mendapatkan hak khiyar untuk memfasakh ikatan pernikahan.
Namun, jika ditemukan aib pada salah seorang pasutri, tetapi pasangannya tetap menerima dan tidak mempermasalahkan aib itu, maka akad pernikahan tetap bisa dipertahankan. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah Saw,
وعن زيد بن كعب بن عجرة، عن أبيه قال: تزوج رسول الله – صلى الله عليه وسلم – العالية من بني غفار فلما دخلت إليه ووضعت ثيابها رأى بكشحها بياضًا، فقال: “البسي ثيابك والحقي بأهلك”. وأمر لها بالصداق (رواه الحاكم)
Artinya: “ Zaid bin Ka’ab bin ‘Ujrah R.A dari ayahnya, berkata: “Rasulullah Saw menikahi wanita dari bani Ghifar. Manakala beliau akan bercampur dengannya, beliau melepas pakaian, ternyata beliau melihat punggung/lambung wanita itu berwarna putih. Kemudian beliau berkata: “pakailah pakaianmu dan kembalilah kepada keluargamu”. Beliau tidak mengambil kembali sedikitpun apa yang telah diberikan kepada wanita tersebut (mahar). (HR. Hakim)”
Dari hadits tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa Rasulullah Saw memutus akad pernikahannya karena ditemukan aib pada pasangannya. Jadi pertanyaannya sekarang, apakah tidak good looking bisa jadi sebab terputusnya akad nikah?
Secara umum, aib nikah di dalam literatur fiqih terbagi dua, aib yang disepakati ulama untuk kebolehan khiyar, dan aib yang masih jadi perselisihan pendapat ulama.
Pertama, aib yang disepakati. Ulama fiqih menetapkan tujuh aib yang bisa dijadikan patokan untuk menetapkan khiyar nikah. Aib yang dimaksud adalah junun (gila), judzam (lepra/kusta), baros (albinisme), jab (terpotongnya penis), unnah (impoten), rotaq (polip serviks), qarn (atresia vagina). Keseluruhan aib-aib ini masyhur di kalangan kitab fiqih syafi’i, salah satunya terdapat di dalam kitab Minhaj Al-Thalibin Wa ‘Umdatul Al-Muftin halaman 215
وجد أحد زوجين بالآخر جنونا أو جذاما أو برصا أو وجدها رتقاء أو قرناء أو وجدته عنينا أو مجبوبا ثبت الخيار في فسخ النكاح
Artinya :”terjadi khiyar untuk memutus pernikahan jika salah satu dari pasangan pasutri mendapati pasangannya gila, lepra, atau albinisme. Dan muncul khiyar bagi suami jika menemukan istrinya terkena polip serviks atau atresia vagina. Serta muncul khiyar bagi istri jika mendapati suaminya terkena impoten, atau penisnya terpotong.”
Kedua, aib yang tak disepakati. Ulama fiqih berbeda pendapat tentang aib yang tak berkaitan langsung dengan hubungan badan suami dan istri. Aib yang dimaksud adalah aib yang muncul dari faktor eksternal seperti buta, anggota badan tidak lengkap, buruk rupa (tidak good looking), dst. Aib seperti ini menurut jumhur ulama tidak menyebutkan kebolehan khiyar, tapi ditemukan pendapat dari imam Al-Ruyani di dalam kitab Asna Al-Mathalib, juz 3, halaman 137
وزاد الروياني على العيوب المثبتة للخيار العيوب المنفرة كالعمى والقطع وتشوه الصورة
Artinya: ”Imam Al-Ruyani menambah tentang aib yang bisa menyebabkan khiyar yaitu aib yang membuat jelek, seperti buta, terpotong anggota tubuh, dan buruk rupa”
Sekali lagi ditegaskan. Aib-aib yang telah disebutkan baik aib yang disepakati dan diperselisihkan, hanya menyebabkan kebolehan khiyar untuk memilih tetap melangsungkan rumah tangga atau memutusnya. Jika pasangan kita legowo dan menerima dengan senang hati, ya dilanjut saja!
Sekian, semoga bermanfaat.
(Muhammad Hendrawan)