Fikih

Menelisik Halal Dalam Perspektif Al Quran Terkait Maraknya Isu Sertifikasi Halal

Salafusshalih.com – Isu sertifikasi halal semakin menyeruak seiring dengan munculnya penggalakan besar-besaran oleh Kementerian Agama (Kemenag), bahkan pada tahun 2020 Yaqut Cholil Qoumas telah menyediakan anggaran sebesar 8 Miliar yang mampu memfasilitasi UMK (Usaha Mikro Kecil) sebanyak 3.179 untuk mendapatkan sertifikasi halal  dengan biaya 0% atau Gratis.

Fenomena sertifikasi halal semakin ramai setelah beberapa produk yang viral akhir-akhir ini, seperti mie gacoan dan mixue yang sebelumnya belum bersertifikasi halal saat ini telah mendapatkan sertifikasi halal berupa label halal.

Labelisasi halal yang dilakukan oleh kementerian ini, rupanya belum dipahami oleh masyarakat luas dengan menganggap bahwa tanpa sertifikasi halal produk yang dijualnya sudah halal kog ngapain harus disertifikasi tto mas,,,.

Namun, sewaktu penulis singgah untuk menyantap makan di salah satu warung di daerah Yogyakarta mencoba menanyakan persoalan kehalalan makanan kepada penjual, sang penjual mengatakan bahwa asal tidak berasal dari daging babi dan anjing yya pasti halal lah mas,, ngak perlu sertifikasi.

Seolah tidak ada yang salah dan janggal dari jawaban tersebut, namun jawaban tersebut hanya penggalan kecil dalam persoalan halal, karena dalam kehalalan makanan perlu adanya kejelasan halal baik mencakup penyembelihan, pengolahan dan potensi terkontaminasi barang-barang najis harus benar-benar diperhatikan karena dapat menjadikan produk yang awalnya halal menjadi haram.

Untuk itu, perlu kiranya kita menengok dan memperhatikan bagaimana al-Qur’an memberikan perintah dan panduan tentang memakan makanan yang halal dan cara mengidentifikasi kehalalan atas suatu produk.

Halal dan Haram Dalam al-Qur’an

Persoalan dan perintah untuk memakan makanan yang halal dan meninggalkan yang haram pada dasarnya tidak hanya diperuntukkan bagi umat muslim saja, akan tetapi umat manusia juga diperintahkan dalam al-Qur’an surah al-Baqarah: 168

يَاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَالَلآً طَيِّبًا وَلاَ تَتَّبِعُوْا خُطُوَاتِ الشَّيْطَنِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْن

Artinya: Wahai manusia,  makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.

Quraish Shihab dalam tafsir Al-Misbah, ayat tersebut dimaknai tidak hanya sebatas ajakan kepada seluruh manusia begitu saja. Akan tetapi, menjaga keseimbangan ekosistem sumber daya yang ada adalah bagian dari perintah Tuhan.

Sedangkan ayat yang menerangkan kriteria halal dan haram, disebutkan Tuhan dalam surah al-Baqarah ayat 173

اِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيْرِ وَمَآ اُهِلَّ بِه لِغَيْرِ اللّٰهِ ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَّلَا عَادٍ فَلَآ اِثْمَ عَلَيْهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Artinya: Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.

وَهُوَ الَّذِيْ سَخَّرَ الْبَحْرَ لِتَأْكُلُوْا مِنْهُ لَحْمًا طَرِيًّا وَتَسْتَخْرِجُوْا مِنْهُ حِلْيَةً تَلْبَسُوْنَهَا وَتَرَى الْفُلْكَ مَوَاخِرَ فِيْهِ وَلِتَبْتَغُوْا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

Artinya: Dialah (Allah) yang menundukkan lautan untukmu,agar kamu dapat memakan daging yang segar (ikan) darinya, dan dari lautan itu mengeluarkan perhiasan yang kamu pakai. Kamu juga melihat perahu berlayar padanya, dan agar kamu mencari sebagian karunia-Nya dan agar kamu bersyukur (Q.S An-Nahl: 14).

يَسْئَلُوْنَكَ عَنِ الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيْهِمَآ اِثْمٌ كَبِيْرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَاِثْمُهُمَا اَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا وَيَسْئَلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَ قُلِ اْلعَفْوَ كَذَالِكَ يُبَيِّنُ اللهَ لَكُمُ الْأَيَةِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُوْنَ

Artinya: Mereka menanyakan kepada (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya. Dan mereka menanyakan kepadamu tentang apa yang harus mereka infakkan. Katakanlah, kelebihan dari apa yang diperlukan. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu memikirkan. (Q.S Al-Baqarah: 129).

Dengan beberapa ayat di atas telah jelas bahwa persoalan halal dan haram dalam makanan atau minuman tidaklah hanya sebatas daging anjing dan babi saja. Akan tetapi, makanan dan minuman dikatan halal apabila terbebas dari khamr, hewan disembelih  sesuai dengan syariat, terbebas dari darah dan bangkai.

(Imam Syafi’i)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button