Tafsir Surat At Tin: Tradisi Kabilah Menguntungkan Islam

Salafusshalih.com – Tradisi kabilah yang wajib melindungi anggota menguntungkan posisi dakwah Islam yang dibawa Nabi Muhammad.
Itulah gambaran dari ayat ketiga surat At-Tiin وَهَـٰذَا ٱلْبَلَدِ ٱلْأَمِينِ wa hadzalbaladil amiin. Ayata itu merupakan sumpah Allah yang menjelaskan Mekah sebagai kota yang aman.
Surat At-Tiin menjadi surat ke 95 terdiri delapan ayat. Termasuk surat Makkiyah.
Sebelumnya Allah bersumpah dengan menyebut at-tiin, az-zaitun, dan bukit Thursina. Nama ini merupakan identitas dua negeri.
Buah tin dan zaitun adalah produk unggulan Baitul Maqdis Palestina tempat hidup Nabi Isa. Sedangkan bukit Thursina merujuk daerah Mesir, tempat dakwah Nabi Musa.
Tentang keamanan kota Mekah bagi perkembangan dakwah Islam di tahun pertama bisa dicermati dari fakta sosial politik walaupun tokoh-tokoh Quraisy Mekah membenci ajaran Islam yang mengajarkan tauhid, namun mereka tak berani melukai atau membunuh Nabi Muhammad.
Sebab jika sampai ada orang yang melukai atau membunuh Nabi Muhammad, maka semua orang Bani Hasyim bakal menuntut balas, karena Nabi anggota suku tersebut.
Pemimpin kabilah Bani Hasyim di masa itu adalah Abu Thalib. Walaupun Abu Thalib tidak menerima Islam, namun sebagai kepala kabilah harus menjamin keamanan dan keselamatan anggotanya. Karena itu dia melindungi Nabi Muhammad, bukan semata-mata hubungan antara paman dan kemenakan.
Orang Quraisy yang terganggu dakwah Islam hanya menyampaikan protes kepada Abu Thalib, tak berani mengambil tindakan langsung.
Kota Mekah tempat Nabi Muhammad lahir dan berdakwah menjadi kota aman untuk dakwah Islam karena dijaga oleh tradisi kabilah.
Namun pengikut Nabi Muhammad yang tak punya kabilah atau pelindung menjadi sasaran bullying dan penyiksaan. Seperti Bilal bin Rabah, keluarga Yasir dan istrinya.
Posisi Nabi Muhammad tetap aman meskipun dakwah Islam menimbulkan kegaduhan politik dan gesekan kepentingan bagi pejabat Mekah yang berpaham syirik.
Doa Nabi Ibrahim
Keamanan dan kemakmuran kota Mekah juga berkat doa leluhur para nabi yaitu Nabi Ibrahim. Diceritakan dalam surat Ibrahim ayat 35.
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَٰذَا الْبَلَدَ آمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ
Dan ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari menyembah berhala-berhala.”
Kota Mekah yang berada di pedalaman gurun pasir itu pun menjadi ramai didatangi peziarah haji setelah mempunyai sumber air zamzam dan pembangunan Ka’bah oleh Nabi Ibrahim dan Ismail. Mekah menjadi kota lintasan perdagangan antara Yaman dan Syam. Suku-suku mulai menetap di situ.
Penduduk Mekah membina keamanan kota bagi penduduk dan peziarah haji dengan membuat aturan yang dijaga dari tradisi ke tradisi.
Aturan pidana dan perdata yang melindungi internal dan antar suku untuk menyelesaikan masalah dan konflik. Juga penunjukan juru kunci sumur Zamzam dan Ka’bah serta pemilihan pimpinan suku pun diatur.
Termasuk aturan tradisi kabilah yang melindungi anggotanya. Karena itu ketika Nabi Muhammad menyiarkan Islam ada yang memusuhi dan mengancam namun tidak ada yang berani menyentuh apalagi membunuh Nabi Muhammad.
Tradisi melindungi anggota suku di kalangan bangsa Arab ini sangat kuat. Bisa jadi secara individu ada perbedaan ideologis tetapi jika ada satu anggota suku diganggu suku lain wajib dibela. Sebab itu sama dengan membela kehormatan suku. Perbedaan ideologis per individu diabaikan dulu.
Risiko Bersama
Padahal pembelaan suku terhadap satu individu bisa saja menimbulkan kerugian bagi seluruh suku. Contoh ketika terjadi pemboikotan terhadap Bani Hasyim akibat melindungi Nabi maka semua anggota suku terkena.
Akibat boikot itu mereka kelaparan karena tidak ada suku lain yang mau berdagang bahan makanan dan barang lainnya selama dua tahun.
Dalam suasana tradisi kabilah seperti inilah Islam bisa berkembang di kota Mekkah. Di bawah ancaman, penghinaan, makian dari orang-orang yang tidak suka, Islam terus menyebar pelan ke hati penduduk.
Orang sejahat Abu Jahal hanya bisa menggertak dan memaki Nabi Muhammad. Tidak berani dia membunuhnya meskipun ada keinginan.
Ketika Abu Jahal nekat menghina dan menyakiti Nabi di depan orang banyak, maka Hamzah, pamannya yang saat itu belum Islam, datang menuntut balas dengan menghajar Abu Jahal tanpa perlawanan.
Bangsawan Quraisy Walid bin Mughirah yang sangat dihormati penduduk Mekkah tidak berani bertindak menangkap Nabi. Tapi dia berbicara kepada Abu Thalib agar mengendalikan kegiatan Nabi.
Tiga Unsur
Setelah bersumpah dengan buah tin, zaitun, dan bukit Sinai kemudian Allah menjelaskan kesempurnaan manusia.
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya
ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ
Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya.
إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ
Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.”
Manusia diciptakan Allah dalam bentuk yang sebaik-baiknya karena mempunyai tiga unsur pembentuknya. Yaitu jasad, nafs, dan ruh. Jasad yang tumbuh berkembang mulai bayi hingga dewasa untuk beraktivitas. Nafs adalah jiwa yang menggerakkan jasad dengan ghirah, keinginan, nafsu.
Dalam proses penciptaannya nafs diberi ilham pengetahuan tentang jalan fujur (maksiat) dan takwa (Asy-Syam: 7-8). Karena nafs cenderung memilih jalan keburukan (Yusuf: 53), maka ruh berfungsi memberi pencerahan akal supaya bisa menimbang baik dan buruk.
Kalau manusia memilih jalan takwa, maka dia menuju jalan Tuhan akan mendapatkan tempat sebaik-baiknya di dunia dan akhirat.
Jika manusia memilih jalan fujur, maka dia merendahkan harkat kemanusiaannya sama seperti hewan, bahkan lebih rendah dari itu, walaupun kaya raya dan berkuasa.
Tafsir lain ayat itu juga bermaka Allah menciptakan masa muda yang sempurna seperti kuat, terampil, gagah. Inilah penciptaan yang sebaik-baiknya. Kemudian menjadi tua, lemah, dan sakit sehingga merasa jatuh ke tempat hina.
Karena itu Allah mengingatkan supaya memilih hidup dengan keimanan dan amal saleh yang mengantarkan pahala dan kehidupan yang sempurna di dunia dan akhirat.
(Sugeng Purwanto)