Fikih

Hukum Makan di Restoran Berkonsep All You Can Eat

Salafusshalih.com – Bagaimana islam memandang konsep makan di tempat all you can eat? Apakah termasuk kedalam transaksi riba?

Dalam islam dikenal istilah gharar atau ketidakjelasan. Nabi Muhammad SAW sendiri sudah menegaskan dalam sebuah hadits, bahwasanya beliau melarang jual beli dengan sistem gharar karena akan menimbulkan permusuhan. Adapun contoh daripada gharar adalah transaksi yang tidak terdapat kejelasan baik ukuran maupun objeknya. Maka dari itu, kejelasan baik ukuran maupun objek yang dipakai dalam transaksi apapun menjadi sangat penting terlebih dalam akad jual beli.

Adapun sebagaimana kita ketahui, sistem yang dipakai di restoran-restoran all you can eat adalah kita harus membayar sejumlah uang untuk dapat mengkonsumsi makanan sesuai dengan yang kita inginkan dengan ketentuan batas waktu yang sudah ditentukkan. Adapun ketidak jelasannya terdapat dalam ukuran atau porsi makanan yang di konsumsi oleh pembeli. Kita tidak bisa menentukkan apakah seorang pembeli mampu mengkonsumsi banyak makanan atau sedikit. Sehingga sangat jelas letak keraguannya.

Lalu bagaimana Islam menentukkan hukum terkait transaksi tersebut? Terkait keputusan hukum mengenai transaksi yang terjadi di restoran-restoran all you can eat, terdapat dua pendapat dalam masalah ini, yaitu

Pertama, transaksi seperti ini jelas dilarang akrena terdapat unsur ketidakjelasan. Keputusan ini berdasarkan pendapat syaikh Muhammad Mukhtar As Syinqithi yaitu makan sampai kenyang termasuk jual beli majhul atau tidak jelas. Karena anggapan kenyang pada pandangan setiap orang itu tidak memiliki batasan yang pasti, serta Al-Qur’an dan Sunnah sudah menjelaskan larangan terkait jual beli yang tidak memiliki kejelasan didalamnya. Karena jual beli yang dibolehkan itu haruslah jual beli yang jelas baik kriteria maupun jenis serta ukurannya.

Adapun pendapat Syaikh Dr. Fauzan, beliau mengatakan dalam kondisi makan dengan jumlah yang tidak pasti namun harus membayar dengan nominal yang sudah ditentukkan adalah bagian dari transaksi majhul atau tidak jelas. Maka, sesuatu hal yang tidak jelas, tidak boleh dijual sampai ditegaskan batasannya.

Pendapat-pendapat tersebut merujuk terhadap ketidakbolehan transaksi yang dilakukan di restoran all you can eat, karena memandang terdapat ketidakpastian dalam transaksinya serta terdapat kemungkinan salah satu pihak akan mengalami kerugian sedangkan pihak lain mendapatkan keuntungan berlebih.

Namun di samping itu, terdapat juga beberapa ulama yang memiliki pandangan lain, diantaranya adalah pendapat Imam Ibnu Utsaimin yaitu transaksi yang terlihat secara dzahir itu diperbolehkan. Karena ukuran yang dihidangkan pun akan sesuai dengan kemampuan konsumen untuk menghabiskannya. Adapun jika konsumen tersebut merasa bahwa porsi makannya lebih banyak maka alangkah lebih baiknya untuk memberitahukan kepada pengelola terlebih dahulu agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan.

Para ulama juga ada yang memiliki pendapat bahwa transaksi yang memiliki unsur gharar namun dalam kadar ringan itu diperbolehkan, diantaranya adalah pendapat Ibn Rusyd yaitu para ulama sepakat bahwa unsur gharar dalam transaksi itu tidak diperbolehkan namun jika gharar tersebut sedikit maka diperbolehkan. Adapun pendapat Al Qarrafi membagi gharar menjadi 3 bagian yaitu gharar banyak yang berarti transaski tersebut dilarang, lalu ada gharar sedikit maka sesuai dengan kesepakatan para ulama itu diperbolehkan, satu lagi yaitu gharar pertengahan ketentuannya masih menjadi perselisihan para ulama.

Menurut keterangan serta pendapat-pendapat tersebut maka dapat ditarik kesimpulan. Dalam sikap bagaimana islam memandang konsep restoran all you can eat, dalam kenyataannya baik pemilik restoran maupun konsumen sudah sama-sama faham terkait berapa banyak makanan yang dapat dikonsumsi dalam jangka waktu tertentu. Dan konsumen tidak akan mampu untuk menghabiskan makanan melebihi batas yang menjadi kemampuannya.

Maka pendapat yang paling mendekati adalah pendapat yang memperbolehkan, karena walaupun terdapat unsur gharar akan tetapi gharar tersebut termasuk bagian dari gharar ringan yang hukumnya diperbolehkan berdasarkan keputusan para ulama. Namun, konsumen tersebut memiliki porsi makan yang lebih banyak daripada kebanyakan orang lain, maka di awal konsumen tersebut harus menjelaskan terlebih dahulu kepada pengelola restoran all you can eat tersebut agar tidak terjadi kerugian yang mungkin dialami oleh pihak restoran.

Begitupun sebaliknya, jika kita memiliki porsi makan yang sedikit sehingga nominal uang yang dikeluarkan dirasa melebihi daripada makanan yang dapat kita makan maka kita harus menerima konsukensi tersebut. Sehingga secara umum dapat disimpulkan bahwa transaksi di restoran all you can eat diperbolehkan asalkan tetap ada keterbukaan terlebih dahulu baik anatar pengelola restoran dan konsumennya.

(Yulia Mupidah)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button