Mujadalah

Agama Islam; Teologi Perdamaian, Bukan Teologi Teror

Judul buku: Teologi Islam: Potret Sejarah dan Perkembangan Pemikiran Madzab Kalam, Penulis: Muhammad Ridwan Effendi, ISBN: 978-623-329-555-0, Jumlah Halaman: 186 halaman, Tahun Terbit: November, 2021, Penerbit: Literasi Nusantara, Peresensi: Muhammad Nur Faizi.

Salafusshalih.com – Pengharaman terhadap sesuatu yang dilakukan oleh kalangan ulama, membuat Islam menjadi agama yang kaku. Tradisi-tradisi yang sejak lama dibangun dan tertancap dalam lingkup sosial masyarakat, berusaha dicabut dan diasingkan dari keberadaannya. Masyarakat yang tidak terima, menolak secara lantang, bahkan ada diantara mereka yang menganggap bahwa teologi yang dibawa oleh Islam sebagai teologi kekerasan. Meskipun tidak berbentuk perbuatan fisik, namun mampu memukul segala sesuatu yang telah ada, keluar dari zonanya.

Gerakan-gerakan yang kian marak dilakukan oleh para ulama (baca: ulama radikal) dengan mencatut Islam, membuat sejumlah kalangan ulama toleran membuat suatu batasan. Strategi tersebut diterapkan sebagai tembok pembatas terhadap pokok-pokok ajaran Islam yang dapat diterapkan dengan ajaran Islam yang tidak dapat diterapkan dalam masyarakat. Maka dari sana akan didapat suatu gerakan global yang dapat dikenal sebagai teologi perdamaian.

Dengan adanya buku Teologi Islam: Potret Sejarah dan Perkembangan Pemikiran Madzab Kalam, kita akan dituntun untuk melihat lintasan sejarah bagaimana suatu agama bisa diterima. Kemudian agama tersebut mendasari pola pikir masyarakat, dan pada akhirnya menguat sebagai suatu keyakinan yang terus menerus diyakini keadaannya.

Halaman awal, penulis menceritakan jika pemahaman manusia terhadap adanya Tuhan sudah ada sejak manusia lahir. Dibuktikan dengan lantunan ayat Al-Qur’an pada Surat Al A’raf ayat 172 yang mengisahkan bagaimana manusia diciptakan hingga dirinya bersaksi bahwa Allah swt adalah Tuhan satu-satunya yang berhak disembah (hal. 8).

Akan tetapi, setelah manusia hidup di dunia, mereka terpencar dalam lingkup sosial yang bermacam-macam. Ada yang bertempat di lingkungan modern, ada yang bertempat di lingkungan tradisionalis, dan ada pula yang bertempat di lingkungan semi-modern. Letak manusia yang berbeda-beda itulah, yang dianggap oleh Muhammad Ridwan Effendi sebagai bentuk keragaman yang diciptakan Tuhan. Dan keragaman itu pula yang mempengaruhi ekspresi mereka dalam beribadah (hal.9).

Islam di Indonesia sendiri misalnya, terdapat puluhan ormas yang memiliki perayaan unik terkait agama Islam. Hal ini merupakan hasil dari akulturasi budaya yang ada di masing-masing daerah. Ada yang menggunakan tarian, ada yang menggunakan pagelaran, ada juga yang menggunakan sarana hiburan untuk memusatkan hati dan pikiran pada Allah swt.

Akan tetapi, terdapat beberapa kelompok yang menggunakan ekspresi keagamaan yang cenderung keras untuk memaknai Islam. Prinsipnya yang kaku dan tidak mentolerir sedikitpun perbedaan antar kelompok, membuatnya begitu gahar dan dekat akan aksi-aksi kekerasan (hal. 23). Bentuk ekspresi keagamaan seperti ini, akan membuat Islam ke jurang kematian, karena akan dianggap sebagai agama yang tidak pandai menyesuaikan diri terhadap kondisi sosial masyarakat.

Maka Muhammad Ridwan Effendi berusaha memaparkan kepada pembaca tentang bagaimana peran agama itu tercipta. Untuk apa sebenarnya agama diciptakan bagi manusia. Bagaimana cara merawat agama. Dan diskusi lain yang terkait hubungan manusia dengan agama. Muhammad Ridwan Effendi menggunakan tinjauan historis agar pembaca dapat membandingkan bagaimana agama disikapi dari masa ke masa. Dari kisah-kisah yang telah terjadi di masa lalu, nantinya pembaca dapat menyimpulkan tentang solusi terbaik dalam ekspresi keagamaan.

Hal yang ingin dicapai oleh Muhammad Ridwan Effendi adalah mewujudkan teologi perdamaian Islam, yaitu mewujudkan Islam sebagai jembatan yang membawa perdamaian, tidak hanya antar kelompok Islam saja, namun lebih meluas kepada pemeluk agama lainnya (hal. 45). Karena hanya dengan menggunakan cara seperti itu, Islam bisa kembali kepada bentuk aslinya sebagai rahmat bagi seluruh alam.

Menggambarkan sisi historis, Muhammad Ridwan Effendi juga ingin menggambarkan bentuk perubahan Islam dari masa ke masa. Dimulai dari awal penyebaran Islam oleh Rasulullah, kemudian diteruskan oleh sahabat-sahabat, dilanjutkan oleh para tabiin, hingga pada akhirnya tersebar ke seluruh dunia dan dilanjutkan oleh para ulama di masing-masing negara (hal.42). Muhammad Ridwan Effendi ingin mengungkapkan sejauh apa Islam telah berubah dari tangan pertama hingga sekarang.

Apakah terjadi perubahan yang bersifat positif atau perubahan yang cenderung ke arah negatif, kesemuanya akan dapat ditemukan dari bukti sejarah. Apabila perubahan bersifat positif, maka wajah Islam yang telah dikembangkan sekarang harus dipertahankan dan disebarluaskan. Sebaliknya, apabila perubahan yang ditampilkan bersifat negatif, maka harus ada sistem yang merombak perubahan tersebut, sehingga bisa diarahkan ke bentuk yang positif.

Salah satu patokan yang bisa digunakan untuk mendeteksi bentuk perubahan Islam adalah sejauh mana efisiensi Islam untuk diterapkan dalam kultur sosial masyarakat. Apabila Islam yang ada sekarang, tidak mampu menyelesaikan persoalan-persoalan yang terjadi, dapat dipastikan jika corak keberagaman tersebut cenderung ke arah negatif (hal. 56).

Dari sini kitapun dapat memahami bahwa pokok pelarangan yang belakangan ini dilakukan oleh sejumlah ulama dari kelompok tertentu, harus memperhatikan pola pergerakan Islam yang mengarusutamakan perdamaian. Bagaimana Islam berjalan dan bagaimana Islam harus dikembangkan. Kesemuanya itu harus diperhatikan oleh setiap kelompok, agar nantinya Islam muncul sebagai teologi perdamaian bagi seluruh umat manusia.

(M. Nur Faizi)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button