Ulul Amri

Bikin Puisi, Amalan Sunah di Bulan Maulid

Salafusshalih.com – Memasuki bulan maulid, bulan lahirnya Rasulullah tentu ada amalan-amalan khusus yang bisa dilakukan sebagai tanda bukti kecintaan kita kepada Nabi Muhammad. Dan salah bukti dari banyak bukti kecintaan kita kepada Rasulullah adalah bikin puisi di bulan maulid.

Imam Suyuti Husnul dalam kitabnya yang berjudul Maqashid fi Amalil Mawlid
menjelaskan bahwa salah satu amalan yang bisa dilakukan ketika memasuki bulan Maulid adalah menggubah puisi atau membaca puisi yang berkaitan dengan Nabi Muhammad.

وأما ما يعمل فيه فينبغي أن يقتصر فيه على ما يفهم من الشكر لله تعالى من نحو ما تقدم ذكره من التلاوة والإطعام والصدقة وإنشاء شيئ من المدائح النبوية والزهدية المحركة للقلوب إلى فعل الخير والعمل للآخرة

Artinya, “Adapun amalan yang dapat dilakukan pada hari maulid seyogianya dibatasi pada aktivitas yang dipahami sebagai bentuk syukur kepada Allah sebagaimana telah disebutkan, yaitu pembacaan Al-Quran, berbagi makanan, sedekah, menggubah (atau pembacaan gubahan) pujian atas akhlak Rasul, dan menggubah syair kezuhudan yang memotivasi hati orang untuk berbuat baik dan perbekalan amal akhirat,”

Imam Suyuti menambahkan bahwa tidak hanya bikin puisi tentang Rasulullah saja, melainkan juga boleh puisi yang berkaitan dengan kezuhudan yang bisa memotivasi orang lain untuk berbuat kebaikan. Tentunya juga boleh berbagai macam puisi yang intinya bisa mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Imam Suyuti juga mengingatkan seyogyanya dalam bikin puisi tersebut diniatkan sebagai bentuk syukur kepada Allah Swt. atas kelahiran Nabi Muhammad di bulan maulid ini.

Jika dicermati, Di Indonesia ini, tradisi bikin atau baca puisi ketika menyambut bulan maulid ini sudah mengakar kuat. Di berbagai tempat, masyarakat Islam banyak membaca syair atau puisi tentang Rasulullah, seperti syair burdah, syair barzanji, syair dibai dan syair simtuduror.

Semoga amalan bikin puisi atau membaca puisi tentang Rasulullah di bulan maulid ini tetap lestari. Sehingga keberkahan dan kedamaian senantiasa menyelimuti masyarakat Indonesia, dulu, kini dan seterusnya. Wallahu A’lam Bishowab.

(Ahmad Khalwani)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button