Mujadalah

Kasus Munarman Akibat Karma Dari Ahok?

Salafusshalih.com. Terbuktinya Munarman dalam kasus terorisme, mengingatkan saya pada Pak Ahok ketika dituduh sebagai penista agama oleh Munarman dan kawan-kawannya. Saya tidak kenal Pak Ahok, ketemu pun tidak. Tapi, saya melihat Pak Ahok di beberapa media sosial yang memuat berita tentangnya kala itu. Dan, hati kecil saya bergumam, bahwa Pak Ahok tidak bersalah. Pak Ahok hanya meluruskan penafsiran terhadap ayat Al-Qur’an yang disalahpahami oleh kelompok tertentu.

Meski sejatinya Pak Ahok tidak bersalah, ia harus menerima keputusan hakim yang didesak oleh Munarman dan kawan-kawan. Pak Ahok harus mendekam di balik jeruji besi karena tuduhan penistaan terhadap agama Islam. Padahal, dari hati kecilnya Pak Ahok tidak bermaksud menistakan agama. Hanya saja itu dipelintirkan oleh kelompok lawan untuk menjatuhkan Pak Ahok sebagai gubernur DKI Jakarta.

Pak Ahok menerima segala kekecewaan itu. Pak Ahok sungguh sangat tidak menerima mendapat tuduhan yang tidak berdasar, karena bagaimana mungkin ia menistakan agama Islam, sementara ia sendiri dibesarkan oleh orangtua angkat yang beragama Islam. Sungguh sangat tidak masuk akal. Atas kekecewaannya Pak Ahok menegaskan di akhir sidang, kurang lebih begini: Jika saya tidak bersalah dan saya hanya didhalimi, maka satu persatu akan dipermalukan di hadapan Tuhan.

Kalimat terakhir yang keluar dari lisan Pak Ahok benar-benar terijabah di hadapan Tuhan. Orang yang mendhalimi Pak Ahok dipermalukan satu persatu dengan dibukakan aibnya dan dimasukkan ke dalam penjara. Salah satunya adalah Munarman. Masyarakat mungkin melihat Munarman dulu tidak bersalah, karena ia masih ditutupi aibnya oleh Tuhan. Tapi, sekarang Munarman terbuka aibnya begitu terdengar bahwa ia bergabung dengan organisasi terlarang Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Organisasi ini, menurut Machfud MD, termasuk organisasi teroris.

Banyak analisator, termasuk Denny Siregar yang menyebutkan bahwa Munarman dan kawan-kawannya masuk penjara karena mendapat balasan karma Pak Ahok. Karma itu sederhananya adalah akibat yang diterima seseorang sebagai balasan atas perbuatannya di masa lalu. Karma ini bisa diterima di dunia, meski dunia ini bukanlah tempat pembalasan. Karma ini tidak hanya berlaku bagi orang Islam saja, tetapi bagi semua manusia tanpa memandang jenis agamanya. Sangat mungkin karma Pak Ahok, meski ia bukan muslim menimpa Munarman.

Terkait karma yang tidak memandang agama, dapat dipahami dalam penggalan surah al-Baqarah ayat 139: Lana a’maluna walakum a’malukum. Maksudnya, bagi kami apa yang kami perbuat dan bagimu apa yang kamu perbuat. Maka, perbuatan di masa lalu itu akan memiliki akibat yang luar biasa terhadap seseorang di masa depan. Seseorang yang menanam di masa lalu, maka akan memanen di masa mendatang. Sebaliknya, seseorang yang bermalas-malasan di masa silam, akan menyesal di hari kemudian.

Perbuatan yang dilakukan Munarman di masa lalu, salah satunya kepada Pak Ahok yang dituduh sebagai penista agama, terbayar sekarang ketika hakim memutuskan Munarman masuk penjara dan terkasus bergabung dengan organisasi teroris ISIS. Perbuatan Munarman jelas bertentangan dengan ajaran agama Islam yang melaknat aksi-aksi terorisme dan nilai-nilai moderasi yang dipegang teguh di Negara Indonesia. Tidak diterimanya paham membayakan ini disebabkan dampaknya yang sangat fatal, lebih-lebih terhadap keutuhan NKRI.

Karena jelas-jelas bersalah, Munarman hendaknya mengakui. Pemuda yang baik bukan yang berbadan kekar, tetapi bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Kesalahan di masa lalu bukan lantas menjadi akhir dari perjalanan hidup menjadi lebih baik. Munarman masih memiliki kesempatan: Pertama, meminta maaf kepada Pak Ahok. Perbuatan Munarman ini menyangkut habl min an-nas (hubungan antar sesama manusia). Jadi, kesalahan itu harus dimulai dengan permintaan maaf pelaku kepada orang yang terdhalimi. InsyaAllah dosanya akan terhapus.

Kedua, kembali ke pangkuan NKRI. Perbuatan Munarman yang sudah-sudah jelas bertentangan dengan nilai-nilai moderasi yang dipegang teguh NKRI. Yang berlalu biarlah berlalu. Sekarang Munarman fokus menebus dosa sosialnya dengan mengkonter paham radikal yang telah ia sebarkan di masa silam. Jika Munarman mengkonter paham radikal, maka ia telah hijrah dari paham jahiliyah ke paham moderasi. Dan, inilah hijrah yang sebenarnya. Bukan hijrah ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS.

Thus, problem yang menimpa Munarman, baik memiliki kaitan dengan Pak Ahok ataupun tidak, penting direfleksikan. Karena, segala yang terjadi di muka bumi pasti memiliki sebab. Bisa jadi, akibat terbukanya aib Munarman, karena perbuatannya di masa lalu yang mendhalimi Pak Ahok dengan tuduhan sebagai penista agama. Kebenaran itu bukan dari apa yang dilihat tapi dari bukti sejarah yang pasti benar. Benar celetukan Gus Dur: Biar sejarah yang membuktikan.

(Redaksi)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button