Mujadalah

Menjadi Pemuda Peduli dan Kritis Pada Kenaikan Harga BBM

Salafusshalih.com – Terhitung pada tanggal 3 September 2022, pemerintah resmi mengumumkan kenaikan harga BBM. Harga Pertalite awalnya Rp7.650 per liter berubah menjadi Rp10.000, solar harga awal Rp7.650 menjadi Rp6.800. tidak hanya itu, Pertamax menjadi 14.500. Setelah ditetapkannya kenaikan harga BBM, rakyat menjerit dengan harga yang cukup tinggi dibandingkan dengan sebelumnya. Hampir semua organisasi mahasiswa melakukan demo di pelbagai daerah. Mulai dari HMI hingga PMII. Di samping itu, beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) juga turut serta melakukan aksi serupa. Di Yogyakarta misalnya, aktivis Jogja justru mengirimkan surat kepada Megawati supaya bisa memberikan teguran kepada Jokowi, presiden RI tentang kenaikan harga BBM.

Narasi pemuda peduli dari para pengasong khilafah

Di tengah kondisi yang tidak baik-baik saja. Negara memiliki segudang PR penting untuk mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya. Mulai dari kesejahteraan terhadap pendidikan yang harus merata, pemberian bantuan yang harus teap sasaran hingga jaminan kehidupan yang layak bagi rakyat kurang mampu, dan masih banyak sekali PR lainnya. Kebijakan kenaikan harga BBM menjadi masalah serius bagi rakyat dengan akar permasalahan ekonomi yang sangat sulit.

Dalam kondisi demikian, ajakan agar pemuda memiliki daya kritis dan daya juang lebih digembor-gemborkan. Para pengasong khilafah dengan narasi ciamiknya yang ditulis melalui akun muslimahnews.id, justru mengajak anak muda supaya peduli dengan kenaikan harga BBM. Ajakan peduli tersebut bukan untuk memaknai nasionalisme dengan tetap mempertahankan sikap kritis kepada pemerintah, melainkan ajakan untuk mendirikan negara Islam sebagai perwujudan kepedulian. Bukankah upaya tersebut adalah pengkhiatan riil kepada NKRI?

Pemuda peduli rakyat bukan malah bersatu memecah belah NKRI

Berpikir kritis merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh generasi digital. Bahkan kemampuan ini masuk dalam salah satu dari 10 kemampuan yang harus dimiliki oleh manusia abad digital seperti sekarang ataupun di masa yang akan datang. Hal ini karena, segala aspek keilmuan dan informasi bisa diakses dengan mudah, terkadang menjauhkan kita dari upaya mengklarifikasi kebenaran informasi yang diperoleh.

Berpikir kritis ini salah satunya diwujudkan ketika demo besar-besaran terjadi untuk menuntut ketidaksetujuan terhadap kenaikan BBM, perlu kita cermati bahwa ada banyak kelompok yang memanfaatkan situasi untuk kepentingan diri sendiri ataupun kepentingan kelompoknya. Siapa dia? Ia adalah pengasong khilafah yang memanfaatkan situasi kenaikan BBM dan mengajak untuk mengalihkan kekecewaan tersebut untuk mendirikan negara Islam.

Menjadi pemuda adalah tanggung jawab besar dalam menjaga NKRI. Kita perlu memiliki daya kritis yang cukup baik, supaya tidak ada pengasong khilafah yang ikut andil memainkan kondisi ini dengan mengaduk emosi rakyat dan anak muda supaya sepakat dan setuju dengan berpindah haluan untuk mendirikan negara khilafah. Menjadi pemuda yang peduli terhadap kenaikan BBM bukan justru mendukung penuh untuk mengiyakan dan setuju bahwa rezim ini toghut dan sangat tidak Islam. Daya kritis yang kita miliki, justru menjadi alat untuk kita gunakan agar ruang demokrasi yang dan nilai Pancasila menjadi acuan pemerintah untuk terus berupaya menciptakan kesejahteraan kepada rakyatnya.

Apabila negara belum menjamin kesejahteraan rakyat melalui kebijakannya, maka yang perlu dikritik adalah orang-orang yang ada di dalamnya. Bukan sistem pemerintahannya yang harus berubah menjadi sistem pemerintah Islam. Maka dari itu, menjadi pemuda peduli harus melihat narasi demikian supaya menghidupkan akal dan kesadaran serta nalar kita supaya tidak tergerus pada paham radikalisme yang memiliki potensi untuk menghancurkan NKRI. Menghidupkan nalar kritis, mengkritisi kebijakan pemerintah merupakan bagian dari nalar kritis yang harus dimiliki oleh anak muda.

Akan tetapi, memiliki tekad untuk membangun negara Islam di tengah permasalahan dan kegaduhan yang terjadi di NKRI merupakan persoalan berbeda yang bukan berasal dari nalar kritis. Melainkan dari ego fanatisme terhadap ajaran Islam yang konservatif dan memahami Islam hanya sebagai ruang aspirasi, bukan inspirasi dan menjadi nilai juang. Mau seperti apa kita menjadi anak muda? Pemuda peduli dengan berupaya mati-matian untuk mematikan NKRI dan memperjuangkan negara Islam? Atau menjadi pemuda peduli dengan nilai dan semangat juang berasal dari Islam untuk tetap mempertahankan NKRI dan mengkritik keras kebijakan yang tidak memberikan mashlahat kepada rakyatnya? Pilihan itu ada di tangan kita sebagai anak muda. Wallahu a’lam.

(Muallifah)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button