Tsaqofah

Metode Membaca Dengan Nyaring; Cara Mendekatkan Anak Dengan Dunia Literasi

Salafusshalih.com – Semua orang yang ingin tahu sampai di mana perkembangan literasi di Indonesia, dari seluruh tingkatan, anak hingga orang tua, dapat dengan mudah membuka Google dan melakukan pencarian.

Dan hasilnya? Bukan rahasia lagi jika prestasi Indonesia dalam bidang membaca, matematika, dan sains, hanya sampai di posisi enam puluh dari enam puluh satu Negara. Ini berdasarkan hasil tes PISA 2019.

Tapi apakah kita akan terpaku pada kenyataan ini tanpa melakukan apa-apa? Lalu hanya terfokus pada pencapaian itu kemudian mengumpat, menyesali, menyalahkan bahkan mengejek pemerintah karena tidak becus bekerja. Adilkah itu?

Pendidikan bukan semata tugas dan tanggung jawab pemerintah. Bukan pula tugas orang tua dan keluarga saja. Tugas dan tanggung jawab mendidik anak-anak sehingga menjadi manusia yang berbudi pekerti dan berilmu pengetahuan adalah tugas dan tanggung jawab semua orang yang berada di sekitar anak tersebut hidup.

Tukang becak atau abang ojek di sebelah rumah juga turut memiliki andil dalam tumbuh kembang anak-anak kita. Apa yang dilakukan orang-orang, apa yang mereka katakan, adalah kurikulum nyata bagi anak-anak kita. Mereka melihat dan mendengar kemudian meniru. Bahkan banyak anak yang dapat meniru dengan tepat, bukan saja contoh baik tetapi, juga contoh buruknya.

Inilah PR kita semua tetapi, yang membuat miris, banyak dari kita—orang dewasa—yang tidak menyadari tanggung jawab ini. Kita tidak menyadari bahwa tingkah laku dan ucapan kita menjadi salah satu penyebab bobroknya mental dan karakter anak-anak.

Memang diakui untuk beberapa bagian kita juga mendapati kendala dalam mendidik anak, terutama dalam hal yang terkait teknis. Karena memang, kondisi ini memerlukan keahlian dan pengetahuan khusus untuk menerapkannya.

Satu aktivitas sederhana yang boleh dikatakan sebuah cara yang cerdas, efektif, menyenangkan dan lebih manusiawi yang dapat orang dewasa—orang tua dan guru—lakukan untuk menumbuhkan kecintaan anak pada buku, membentuk karakter baik, hingga merangsang kreatifitas dan berpikir kritis, aktivitas itu adalah membacakan nyaring.

“Ajarilah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman mereka bukan pada zamanmu. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannnya, sedangkan engkau diciptakan untuk zaman kalian. –Ali bin Abi Thalib—

Kutipan ini tidak mewakili semua pernyataan dalam tulisan ini. Beberapa dekade lalu, anak-anak diajari membaca di bawah teriakan ayah, ibu, atau kakak-kakaknya. Gemas dan geram mengiringi proses belajar membaca atau menulis.

Sudah saatnya orang tua meninggalkan cara-cara lama tersebut. Metode yang kaku-dikte sambil membelalakkan mata—tak lagi efektif. Justru akan meninggalkan trauma bagi anak. Dampak jangka panjangnya adalah anak mendapati momen belajar—membaca dan menulis—membosankan,  menakutkan, tidak nyaman, dan sulit dipahami.

Bagi si anak, teriakan-teriakan itu tertanam di alam bawah sadar, “Aku benci membaca! Semua orang meneriakiku dan mengeluarkan kalimat-kalimat kasar yang menyakiti perasaanku.”

Di kemudian hari keharusan membaca hanya sekadar kewajiban dari guru yang harus dijalankan.

Dengan membacakan nyaring, anak akan terbentuk menjadi manusia yang cakap membaca, kuat penalaran dan tajam pemikiran, dan paling dahsyat, dapat membentuk anak menjadi manusia yang sesungguhnya.

Sepenting apakah buku bagi kehidupan anak-anak, kini dan nanti?

Membacakan nyaring juga berdampak pada makin eratnya ikatan antara orang tua dan anak yang mempraktikkannya. Memeluk anak ketika membacakan nyaring akan menjadi kenangan yang monumental hingga anak dewasa.

Kegiatan ini selain menjadi media transfer ilmu pengetahuan juga dapat menjadi sarana mendidik anak akan nilai-nilai baik tanpa anak merasa digurui.

Belajar bukan sekadar transfer ilmu pengetahuan. Ada amanah berupa nilai dan empati yang harus dikenalkan kepada anak sebagai fondasi menuju pembelajaran ilmu pengetahuan lainnya.

Otak anak perlu diisi dua hal; nilai-nilai dan ilmu pengetahuan. Membacakan nyaring dapat memenuhi dua tuntutan tersebut.

Kurang atau tidak suka membaca buku bukan hanya berdampak pada kehidupan pribadi seseorang. Kemajuan dan perkembangan suatu Negara bergantung besar pada kemampuan masyarakatnya dalam berliterasi.

Pendidikan, ekonomi, politik, kebudayaan, hingga sosial budaya sangat berpengaruh pada ketertarikan masyarakat pada kebiasaan membaca. Kemampuan menulis pun sangat bergantung pada aktivitas ini.

Akibat kurang atau tidak suka baca buku

Orang akan terus mengaitkan setiap kejadian dengan hal-hal mistis. Karena kurang referensi dari sumber informasi lain, hal mistis dan mitos kerap dijadikan kiblat akan suatu peristiwa.

Anak-anak akan mencari aktivitas lain yang sayangnya kurang bermanfaat. Misalnya, main game online, kurang informasi, tidak kreatif, tidak peka terhadap lingkungan sekitar, dan dampak negatif lainnya.

Lewat membacakan nyaring kita akan dapat menyelamatkan hidup anak-anak kita hari ini dan nanti. Bagaimana kondisi literasi Negara ini sepuluh atau dua puluh tahun mendatang tergantung pada aksi kita hari ini.

Investasi lima belas menit sehari melalui aktivitas membacakan nyaring dapat mendatangkan keuntungan seumur hidup. Baik bagi orang tua maupun bagi anak.

Untuk itu marilah memulai dengan aktivitas sederhana ini, namun memiliki efek positif yang luar biasa.

(Riyan Suatrat)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button