Mewarnai Kuburan, Bolehkah Dalam Islam?
Salafusshalih.com. Pada sebagian daerah di Indonesia, terdapat daerah pemakaman yang kuburannya diwarnai dengan beberapa warna. Hal ini bertujuan agar para peziarah atau warga sekitar tidak merasa angker dengan adanya pekuburan tersebut. lantas, bagaimana hukum mewarnai kuburan?
Kuburan sejatinya memang dicirikan sebagai tempat yang menyeramkan. Hal ini bertujuan agar orang yang melihat dan menziarahi kuburan dapat mengambil iktibar dari keadaan orang yang telah meninggal, sehingga ia semakin bertambah ketakwaannya dan semakin mempersiapkan bekal dalam menghadapi kematian. Sebagaimana dalam sabda Rasulullah SAW berikut,
مَا رَأَيْتُ مَنْظَرًا قَطُّ إِلَّا وَالْقَبْرُ أَفْظَعُ مِنْهُ
“Tidak aku lihat pemandangan, kecuali kuburanlah yang paling menakutkan” (HR. Ahmad).
Dalam kesempatan lain Rasulullah juga pernah melarang seseorang untuk membangun kuburan dan memperindahnya dengan mewarnainya menggunakan kapur. Sebagaimana dalam keterangan hadits berikut,
نهى رسول اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺃﻥ ﻳﺠﺼﺺ اﻟﻘﺒﺮ، ﻭﺃﻥ ﻳﻘﻌﺪ ﻋﻠﻴﻪ، ﻭﺃﻥ ﻳﺒﻨﻰ ﻋﻠﻴﻪ
Artinya : “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam melarang untuk memplester kuburan, duduk di atasnya dan membangun kuburan” (HR Muslim).
Berdasarkan keterangan inilah sebagian ulama menghukumi makruh untuk mewarnai kuburan. Hal ini, karena mewarnai kuburan dihukumi sama dengan menghias kuburan yang tidak sesuai dengan kondisi mayyit. Sebagaimana dalam keterangan kitab An-Najmul Wahhaj juz 3, halaman 109 berikut,
قال: (ويكره تحصيص القبر, والبناء والكتابة عليه). و (التجصيص): التبييض بالجص وهو النورة. ومن جهة المعنى: أن ذلك زينة وهي لا تتناسب حال الميت
Artinya : Makruh hukumnya bagi seseorang untuk mentahsis, membangun, maupun menulisi kuburan. Adapun yang dimaksud dengan mentahsis disini adalah memberi warna putih pada kuburan menggunakan kapur. Alasannya karena hal tersebut sama dengan menghias kuburan yang tidak sesuai dengan kondisi mayyit.
Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa kuburan sejatinya memang dicirikan sebagai tempat yang menyeramkan. Hal ini bertujuan agar orang yang melihat dan menziarahi kuburan dapat mengambil iktibar dari keadaan orang yang telah meninggal, sehingga sebagian ulama menghukumi makruh untuk mewarnai kuburan.
(Zainal Abidin)