Mujadalah

Mungkinkah Memberantas Puritanisme dan Takfirisme?

Salafusshalih.com – Masih tentang Wahabi yang sepekan terakhir bikin gaduh tanah air. Apa yang terjadi hari ini benar-benar memperlihatkan betapa kuatnya Wahabi telah mencengkeram Indonesia, mengubah cara keberislaman masyarakat, dan bahkan mengancam persatuan dan kesatuan. Sebagai kelompok konservatif dengan manhaj ultra-tradisional, Wahabi telah memiliki pengaruh yang besar di negara—di samping juga pertentangan.

Kekhawatiran utama di kalangan umat Muslim Indonesia mengenai Wahabi adalah bahwa ia dengan doktrin teologisnya yang kaku merusak multikulturalisme. Hal itulah yang melatarbelakangi eskalasi aktivitas dakwah yang bertujuan untuk memperkuat nilai-nilai dan praktik-praktik Islam lokal serta menantang penyebaran dua ideologi kunci Wahabi, yaitu puritanisme dan takfirisme.

Selain itu, ideologi Wahabi adalah dalang di balik radikalisme-ekstremisme, yang dalam beberapa kasus juga terkait dengan aktivitas teror. Artinya, ajaran Wahhabi telah berkontribusi pada peningkatan ekstremisme Islam di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia. Pengaruh kelompok seperti ISIS, sebagai contoh, menemukan resonansi ideologis di kalangan tertentu. Maka, setiap teroris pasti menganut wahabisme.

Puritanisme dan takfirisme dengan radikalisme dan terorisme memiliki keterkaitan yang sangat erat. Seseorang yang puritan—orang Wahabi misalnya—pasti radikal, ekstrem, dan intoleran. Mereka tidak berkasih sesama, dan justru benci sesama. Begitu juga seseorang yang suka men-takfīr sesama, ujung dari perbuatannya adalah menebar teror. Aksi teror terjadi karena pelakunya meyakini telah memerangi orang kafir.

Karena itu, ideologi puritan dan takfīr tidak bisa dibiarkan. Sebagaimana komunisme, pemerintah harus juga segera memberantas puritanisme dan takfirisme. Dan untuk tujuan tersebut, tulisan ini hendak menawarkan dua agenda utama. Pertama, mengarusutamakan moderasi beragama. Kedua, melarang dakwah Wahabi. Melalui dua langkah tersebut, cepat atau lambat, Indonesia akan bebas dari cengkeraman puritanisme dan takfirisme.

Mengarusutamakan Moderasi Beragama

Indonesia telah lama menjadi teladan bagi dunia dalam hal toleransi dan pluralisme. Kerajaan Arab Saudi, sarang Wahabi pun, berkomitmen menerapkan moderasi yang kemudian mengejawantah dalam gebrakan kebijakan-kebijakan Muhammad bin Salman. Jadi semestinya puritanisme dan takfirisme tidak pernah ada di negara ini, kecuali setelah Wahabi masuk dan merusak tatanan yang ada.

Moderasi beragama menjadi program pemerintah sejak periode pertama Jokowi. Moderasi beragama tentu bukan mereduksi ajaran-ajaran agama tertentu, tetapi mengontekstualisasi cara beragama menjadi moderat, toleran, dan inklusif. Moderasi beragama adalah lawan dari puritanisme yang memantik sikap eksklusif, juga lawan dari takfirisme yang memantik aksi teror. Secara tidak langsung, moderasi beragama itu mengonter takfirisme.

Mengapa moderasi beragama penting diarusutamakan? Jawabannya adalah untuk menjaga kohesi sosial. Jika puritanisme memantik perpecahan dan takfirisme memantik aksi teror, moderasi justru menciptakan harmoni pada sesama. Dengan menghargai perbedaan dan mencari titik temu, masyarakat bisa hidup berdampingan dengan damai—tanpa konflik yang dipicu oleh perasaan “merasa benar sendiri” sebagaimana Wahabi.

 

Selain itu, moderasi beragama dapat meminimalisir radikalisasi. Dengan mengarusutamakan nilai-nilai moderasi, masyarakat akan terbentengi dari dampak negatif puritanisme dan takfirisme. Seperti diketahui, takfirisme itu penyakit menular, yang bisa membuat orang alim dan ahli ibadah berubah jadi teroris. Di situlah moderasi menjadi rantai pemutus radikalisasi, sehingga seseorang tidak terjerumus intoleransi hingga terorisme.

Moderasi beragama juga krusial untuk memperkuat identitas nasional. Moderasi beragama sejalan dengan spirit Bhinneka Tunggal Ika, sementara puritanisme dan takfirisme sejalan dengan spirit perpecahan, pertikaian, dan chaos. Moderasi beragama adalah seni beragama secara kontekstual, tidak dengan cara mengekor doktrin transnasional seperti Wahabi dan mengesampingkan identitas keindonesiaan.

Mengenai cara yang bisa dilakukan untuk mengarusutamakan moderasi, para stakeholder lebih memahami tupoksinya masing-masing. Edukasi masyarakat tentang keberagamaan inklusif, memasifkan berita di media massa, dialog antaragama, dan peran aktif tokoh masyarakat adalah sebagian langkah yang strategis, untuk menghalau puritanisme-takfirisme ala Wahabi di satu sisi dan menjaga NKRI di sisi lainnya.

Melarang Dakwah Wahabi

Wahabi adalah lumbung puritanisme dan takfirisme. Sementara itu Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar, memiliki tradisi keagamaan yang kaya dan beragam: mencerminkan berbagai pemahaman keislaman, mulai dari tradisionalis seperti NU hingga modernis seperti Muhammadiyah. Namun, beberapa dekade terakhir, kemunculan dakwah Wahabi merusak segalanya.

Wahabisme, sebagaimana diulang-ulang sebelumnya, sangat puritan dan tekstual terhadap Islam. Mereka selalu mengkritik dan mengkafirkan praktik-praktik yang dianggap bid’ah atau syirik. Dakwah Wahabi sering kali mengedepankan pemurnian ajaran Islam berdasarkan pemahaman literal dari Al-Qur’an dan hadis, serta menolak banyak tradisi lokal Indonesia sekalipun tidak mencederai esensi Islam itu sendiri. Intinya, Wahabi sangat intoleran.

Karenanya, ada tiga alasan mengapa dakwah Wahabi mesti dilarang. Pertama, mengancam pluralitas dan toleransi. Dakwah Wahabi suka bikin gaduh dan memecah-belah sesama. Hal tersebut dapat memicu ketegangan antarumat beragama dan mengancam kerukunan yang telah lama terjalin di Indonesia. Kedua, memantik radikalisasi hingga aksi teror. Ini sudah rahasia umum, bahwa Wahabi adalah sarang teroris.

Ketiga, pengaruh asing. Wahabisme yang berakar dari Arab Saudi dianggap sebagai bentuk penetrasi budaya dan religius asing yang dapat menggerus identitas keagamaan lokal Indonesia. Lihatlah hari ini, masyarakat Indonesia mulai menjelma menjadi seperti masyarakat Arab Saudi di abad ke-20, sementara Arab Saudi sendiri justru mengadopsi moderasi beragama ala Indonesia. Edan.

Lantas apa yang bisa dilakukan untuk melarang dakwah Wahabi di tanah air? Tentu, pemerintah lebih tahu mengenai ini. Yang jelas, regulasi pemerintah, penguatan ormas moderat lokal seperti NU dan Muhammadiyah, edukasi dan sosialisasi, serta pengawasan dan penegakan hukum adalah hal-hal yang urgen dalam agenda pelarangan tersebut. Maka, seluruh stakeholder terkait harus cepat mengeksekusi pelarangan Wahabi. Segera!

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

(Ahmad Khoiri)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button