Tsaqofah

Reinterpretasi Tawadhu’ Atau Rendah Hati di Era Modern

Salafusshalih.com – Ada asumsi bahwa di zaman sekarang itu tidak baik untuk bersikap tawadhu’. Zaman sekarang waktunya para ahli ilmu menampakkan dirinya pada bidangnya. Apa maksud dari pernyataan ini, dan mengapa tawadhu’ yang selama ini dikenal sebagai sikap rendah hati justru dianggap kurang tepat jika diartikan sebagai merendahkan diri di hadapan publik pada masa kini?

Tawadhu’ bukan berarti bersembunyi atau terlalu merendahkan diri hingga menghilangkan diri dari ruang publik, tetapi tawadhu’ seharusnya dimaknai sebagai sikap rendah hati yang tetap aktif berkontribusi dalam menyebarkan ilmu. Zaman modern, yang diwarnai oleh perkembangan teknologi dan berbagai ideologi yang bertentangan, menghadirkan tantangan tersendiri bagi umat Islam.

Jika para ahli ilmu atau ulama terlalu tawadhu’ hingga memilih diam dan tidak menonjolkan diri, masyarakat akan kehilangan panduan di tengah derasnya informasi. Di sinilah pentingnya peran ulama dan cendekiawan Muslim untuk tampil dan menampakkan ilmunya.

Menampilkan ilmu sebenarnya tidak berarti menonjolkan diri secara berlebihan atau mencari popularitas. Menampakkan ilmu di hadapan publik adalah bentuk tanggung jawab moral dan agama bagi para ulama dan ahli ilmu. Di era ini, ketika banyak pemahaman yang menyimpang dan misinformasi yang mudah tersebar, hadirnya suara otoritatif dari para ahli ilmu menjadi sangat penting untuk meluruskan pemahaman masyarakat. Menampilkan ilmu dalam konteks ini bukanlah untuk mencari pengakuan, melainkan untuk menjalankan amanah dakwah dan memberikan manfaat kepada umat.

Pendekatan ini sejalan dengan pemikiran Az-Zarnuji dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim, di mana ilmu adalah sarana mendekatkan diri kepada Allah dan menjaga umat dari penyimpangan. Az-Zarnuji menekankan bahwa ilmu yang benar adalah ilmu yang dimanfaatkan untuk kebaikan dan ditularkan secara berkesinambungan untuk memperkuat iman masyarakat​.

 

Dengan demikian, menjadi jelas bahwa tampilnya para ahli ilmu di ruang publik adalah bentuk tanggung jawab untuk membimbing umat menuju kebaikan, terutama di zaman di mana kebenaran sering kali menjadi kabur oleh berbagai kepentingan dan misinformasi.

Tawadhu’ dalam Islam adalah sifat rendah hati, tetapi bukan berarti pasif atau menutup diri dari keterlibatan di masyarakat. Tawadhu’ yang relevan di zaman ini adalah sikap rendah hati yang tidak menghilangkan keberanian untuk menunjukkan keilmuan demi kemaslahatan umat. Para ulama yang memiliki ilmu mumpuni seharusnya tidak merasa segan untuk menampilkan diri, karena sikap ini bukan tentang kebanggaan pribadi, melainkan demi kemaslahatan yang lebih besar.

Dengan berani tampil dan berbicara, ulama bisa menjadi sumber inspirasi dan pedoman di tengah arus modernisasi yang sering kali membingungkan masyarakat. Sebagaimana dikatakan Az-Zarnuji, ilmu itu bagaikan pelita yang menerangi kegelapan, sehingga menyembunyikannya sama saja dengan membiarkan orang lain tersesat. Para ahli ilmu diharapkan untuk menjalankan peran ini dengan penuh keikhlasan, rendah hati, namun tegas dalam menyampaikan kebenaran.

Jika pada masa lalu sikap tawadhu’ mungkin sering dimaknai sebagai keengganan untuk tampil, sekarang sikap ini perlu diinterpretasikan ulang. Di zaman ini, tawadhu’ bukan berarti menghindar dari panggung, tetapi justru tampil dengan niat tulus untuk memberikan manfaat kepada orang lain.

Menghindari kesombongan tetap penting, namun itu tidak berarti menutup diri dari masyarakat. Justru, menampilkan ilmu dengan sikap rendah hati adalah bentuk nyata dari amanah dan cinta kepada umat. Di tengah tantangan modern yang penuh dengan kesimpangsiuran informasi, masyarakat membutuhkan bimbingan yang otoritatif dan penuh kasih. Dengan berani menampakkan ilmunya, para ulama dan ahli ilmu dapat menjalankan peran mereka sebagai penerang di tengah kegelapan dan penuntun di jalan kebenaran.

 

Pada akhirnya, menampilkan ilmu adalah bentuk tawadhu’ yang sejati, dengan menyadari bahwa ilmu yang dimiliki adalah amanah dari Allah, dan amanah tersebut harus dibagikan demi kebaikan bersama. Kita bahwa di era modern seperti sekarang ini, tugas utama ulama dan cendekiawan bukan hanya sekadar rendah hati, tetapi juga berani menampilkan dirinya agar ilmu yang dimiliki dapat menjadi berkah bagi masyarakat luas.

(Redaksi)

Related Articles

Back to top button