Tafsir QS Al Hujurat Ayat 13: Nilai-Nilai Kebangsaan Dalam Al Quran
Salafusshalih.com – Indonesia merupakan negara multikultural yang dihuni oleh penduduk dari berbagai etnis, suku, bahasa dan agama. Jika tidak memiliki jiwa nasionalisme yang mengakar, kondisi seperti ini sangat rentan menimbulkan perpecahan dan ketidak harmonisan di tengah-tengah masyrakat heterogen tersebut. Hal yang dikhawatirkan ketika persatuan di masyarakat tidak terjaga adalah goyahnya persatuan dan kesatuan bangsa.
Agar keutuhan dan persatuan tetap terjaga, kita perlu menyikapi perbedaan-perbedan tersebut secara proporsional. Dalam hal ini, Al-quran, telah memberikan rambu-rambu terkait sikap kita saat berinteraksi dengan sesama warga negara ditengah-tengah keragaman tersebut.
Dalam Q.S. al-Hujurat Ayat 13, Allah Swt. berfirman:
يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Menurut Sahabat Ibnu Abbas ra., ayat ini turun merespon sikap rasis sebagian orang Quraish terhadap Sahabat Bilal bin Rabah. Kisahnya, ketika penaklukkan Kota Mekah, Nabi Saw. memerintahkan Sahabat Bilal ra. naik ke atas Kabah guna mengumandangkan azan. Orang-orang Quraish yang menyaksikan kejadiaan tersebut kemudian berkata “apakah Muhammad tidak menemukan orang lain untuk mengumandangkaan azan selain budak hitam ini?!”. Kemudian turunlah ayat ini sebagai teguran bagi atas sikap rasis mereka terhadap Sahabat Bilal ra.
Banyak pelajaran yang dapat dipetik dari ayat diatas, terutama kaitannya dengan konteks negara Indonesia yang multikultural. Menurut Syaikh Wahbah al-Zuhaili, ayat diatas menjelaskan tiga hal penting yang dapat dijadikan pedoman dalam hidup bermasyarakat dan bernegara. Tiga hal tersebut adalah al-musawah (kesetaraan), al-ta’aruf (saling mengenal) dan al-taqwa (ketaqwaan).
Allah swt menciptakan manusia dari asal yang sama, yaitu Nabi Adam as. Sehingga semua manusia memiliki derajat yang sama dari aspek kemanusiaaan. Maka secara fitrah, manusia memiliki kedudukan serta hak dan kewajiban yang sama, baik di hadapan syariat maupun sebuah konstitusi (seperti negara). Nilai inilah yang menjadi dasar ideologi demokrasi.
Selain itu, Allah menciptakan manusia dengan latar belakang suku dan ras yang berbeda-beda agar manusia bisa saling mengenal dan silaturahmi satu sama lain. Di Indonesia saja, masyarakatnya terdiri dari banyak suku, ras dan etnis. Ada suku Jawa, Sunda, Madura, Sasak, Dayak dan masih banyak lagi. Dengan adanya perbedaan tersebut, kita dituntut untuk saling mengenal dan memperluas jaringan komunikasi. Jangan sampai perbedan tersebut lantas menyebabkan timbulnya rasisme antar golongan atau bahkan perpecahan.
Kita tidak boleh menganggap satu ras atau golongan lebih baik daripada golongan yang lain. Karena penilaian baik dan buruk itu tidak bisa diukur berdasarkan ras atau golongan.
Maka dari itu, pelajaran ketiga yang dapat dipetik dari ayat diatas adalah takwa dan amal saleh sebagai tolok ukur baik dan buruknya seseorang. Takwa lah yang menjadi neraca untuk mengukur kemuliaan seseorang di sisi Tuhan. Maka dari itu, orang yang paling mulia disisi Allah Swt. tidak diukur dari golongan, ras atau kasta seseorang, melainkan dari tingkat ketakwaannya kepada Allah Swt.
Ala kulli hal, Q.S. Al-Hujurat Ayat 13 ini mengajak kita untuk menumbuhkan nilai-nilai persatuan, saling menghargai satu sama lain, serta mengupayakan keharmonisan antar agama, budaya, etnis, dan ras demi menjaga keutuhan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sekian.
(Muhammad Zainul Mujahid)