Toleran Pada Non Muslim, Tapi Kepada Wahabi dan Salafi Tidak!

Salafusshalih.com – Dalam beberapa tahun terakhir, sering terdengar di publik bahwa sesama Muslim tidak toleran, bahkan terkesan bermusuhan, sementara kepada non muslim bisa toleran. Ada yang sampai mengatakan bahwa saling hujat menjadi pemandangan sehari-hari. Bukankah seharusnya sesama Muslim bersatu? Atau paling tidak saling menghargai?
Penting untuk meluruskan masalah ini agar umat Islam, terutama di aras rumput, dapat memahami fakta sebenarnya.
Wahabi dan Salafi: Entitas yang Sama?
Sebelum memahami akar masalah, perlu diketahui bahwa Wahabi dan Salafi adalah satu entitas yang sama. Syaikh Al Azhar Ali Jum’ah mengingatkan bahwa para pengikut Wahabi telah mengubah nama Wahabi menjadi Salafi. Tujuan perubahan nama ini adalah untuk mengelabui umat Islam, supaya muncul anggapan bahwa ajaran Wahabi tidak bersumber dari Muhammad bin Abdul Wahab, melainkan dari generasi Salaf.
Generasi Salaf adalah periode generasi dalam sejarah Islam yang dekat dengan zaman Nabi. Pengetahuan agama yang bersumber dari generasi Salaf ini kebenarannya diakui oleh mayoritas umat Islam. Tidak diragukan lagi bahwa apa yang disampaikan oleh generasi Salaf bersumber dari Rasulullah. Dengan kata lain, isnad atau ketersambungannya dengan Rasulullah sangat valid.
Tujuan penggantian nama dari Wahabi ke Salafi adalah agar umat Islam mengakui mereka, bahwa apapun doktrin yang mereka sampaikan merupakan kebenaran yang tak diragukan. Dengan demikian, mereka akan aman dari sorotan masyarakat Muslim dalam menyebarkan dakwahnya. Namun, sejak merebaknya radikalisme, ekstremisme, dan terorisme, paham Wahabisme menjadi pihak tertuduh sebagai dalang di balik semua itu. Ini diperkuat dengan doktrin Wahabi yang sangat intoleran terhadap paham lain.
Di Indonesia, kelompok Wahabi atau Salafi dengan sangat entengnya menuduh paham lain dengan cap sesat, bid’ah, dan bahkan menuding orang atau kelompok lain dengan sebutan kafir. Kampanye takfir (vonis kafir), tashrik (pemusyrikan), dan tabdi’ (pembid’ahan) kepada kelompok lain yang berbeda cara pandang keagamaannya menjadi bukti tak terbantahkan betapa kelompok Wahabi atau Salafi sangat intoleran terhadap kelompok lain, sekalipun pada hal-hal yang ikhtilaf (ulama beda pendapat).
Wahabi dan Salafi Memulai Intoleransi Terhadap Sesama Umat Islam
Perbedaan pendapat para ulama yang sejatinya membawa manfaat besar bagi umat Islam, karena bisa memilih satu yang terbaik dan sesuai dengan kondisi setempat. Kelompok Wahabi atau Salafi membuat seolah-olah persoalan khilafiyah itu tidak ada. Bagi mereka kebenaran final itu versi mereka. Inilah masalahnya. Mereka memulai terlebih dahulu untuk bersikap intoleran terhadap sesama muslim.
Sikap yang demikian menimbulkan problem di kalangan umat Islam, sebab pada kenyataannya ajaran Islam tidak seperti itu. Terutama dalam wilayah fikih, pasti ada perbedaan pendapat di kalangan ulama madzhab.
Pengakuan diri kelompok Wahabi yang merasa paling benar menimbulkan sikap intoleran, bahkan sangat ekstrem terhadap kelompok lain. Karenanya, kelompok Wahabi atau Salafi harus diluruskan, kesalahan mereka harus disampaikan dan diberitahukan kepada umat Islam.
Mengkafirkan kelompok lain dan menghalalkan darahnya bukanlah ajaran Islam. Namun, itulah yang dilakukan oleh kelompok Wahabi atau Salafi. Hal ini tentu sangat berbahaya. Selain merupakan suatu kesalahan dalam ajaran Islam, juga menjadi ancaman serius bagi umat Islam dan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hubungan Wahabisme dan Terorisme
Paham Wahabisme inilah yang menyebabkan seseorang bisa menjadi teroris. KH. Dr. Aqiel Siraj, mantan ketua PBNU, pernah menyatakan bahwa akar terorisme adalah Wahabisme. Jika Wahabisme dibiarkan, jangan salahkan bila terorisme tumbuh di Nusantara. Islam Nusantara yang diusung NU adalah upaya menyetop Wahabisme.
Memang tidak ada hubungan langsung antara Wahabisme dengan terorisme. Namun, ajaran yang ditanam oleh Wahabi mendorong lahirnya terorisme. Kebanyakan kelompok teror mengenyam ajaran Wahabi sebagai dasar untuk bersikap ekstrem tidak hanya terhadap non muslim, tetapi juga kepada sesama muslim.
Menjadi sangat jelas, Wahabi atau Salafi harus dilawan dan diluruskan apabila mungkin. Bagaimanapun, terorisme adalah musuh bersama. Terorisme bukan ajaran agama Islam. Hanya ada dua alasan kenapa kelompok Wahabi melakukan hal itu; tidak mengerti ilmu agama seutuhnya, atau punya tujuan lain yakni kekuasaan. Agama bagi mereka hanya alat legitimasi dari sebuah gerakan yang sesungguhnya tujuannya adalah kekuasaan.
Karenanya, tidak mungkin berdamai dengan kelompok Wahabi. Kelompok intoleran yang menyebarkan ketegangan dan permusuhan. Inilah alasan kenapa umat Islam tidak mentoleransi kelompok Wahabi karena jelas-jelas sebagai pemicu sikap intoleran. Sejarah berbicara, seluruh aksi-aksi terorisme dalangnya adalah Wahabi atau Salafi.
Perlunya kesadaran akan bahaya Wahabisme dan upaya meluruskannya menjadi penting untuk menjaga persatuan umat Islam dan stabilitas negara. Umat Islam harus kembali kepada prinsip ajaran yang benar, yang penuh kasih sayang, toleransi, dan menghargai perbedaan pendapat.