Mujadalah

Mana Makhluk-Nya yang Murtad Atau Tidak, Hanya Tuhan yang Tahu

Salafusshalih.com. Murtad-memurtadkan hampir sama geraknya dengan kafir-mengkafirkan. Keduanya merupakan tuduhan yang dialamatkan kepada orang lain yang diklaim sesat, baik sesat pikir maupun sesat iman. Sesat pikir yang dimaksud di sini adalah model pikiran (mindset)-nya tidak sama dengan si penuduh tersebut. Begitu pula, sesat pikir yang dimaksud adalah non-muslim atau orang yang beragama di luar Islam.

Sebelum melangkah lebih jauh perlu diketengahkan apa itu sebenarnya murtad dan juga kafir? Murtad dan kafir merupakan istilah yang dikenal di dalam agama Islam. Masing-masing kedua istilah ini memilih pemahaman yang berbeda. Murtad biasanya disematkan kepada orang yang pindah agama dari Islam kepada non-Islam. Sementara, kafir dipahami sebagai sebutan kepada orang yang percaya paham pagan atau, dalam istilah orang pesantren, musyrik.

Mulanya sebutan murtad dan kafir merupakan sesuatu yang biasa saja. Tidak memiliki dampak negatif. Buktinya, banyak sebutan kafir terekam di dalam Al-Qur’an. Bahkan, saking biasanya sebutan itu term kafir diabadikan menjadi salah satu nama surah dalam kitab tersebut, yaitu surah al-Kafirun (orang-orang kafir). Dalam surah ini Nabi Muhammad Saw. diperintahkan oleh Allah untuk mengatakan secara tegas kepada pemeluk agama pagan dengan sebutan “ya ayyuha al-kafirun” atau wahai orang-orang kafir.

Namun, klaim murtad dan kafir menjadi sesuatu yang nge-trend akhir-akhir ini. Pasalnya, banyak kelompok radikal yang menuduh kafir kepada kelompok lain yang tidak sepemikiran dan seiman. Klaim murtad dan kafir yang dimaksud kelompok garis keras tersebut jelas berbeda dengan maksud kafir yang terekam dalam Al-Qur’an. Murtad dan kafir, bagi mereka, bukan orang yang beragama di luar Islam, tetapi orang yang bukan kelompok mereka.

Pergeseran makna ini, bila direnungkan, jelas memiliki dampak yang fatal. Pertama, murtad dan kafir dalam pandangan kelompok radikal mengarah kepada perpecahan. Kedua sebutan ini mengisyaratkan adanya sekat-pembatas antar satu kelompok dengan kelompok yang lain. Seakan-akan orang yang diklaim murtad dan kafir termasuk bukan saudara mereka atau jelas dianggap musuh mereka. Padahal, semua manusia, baik yang muslim maupun yang non-muslim, sama-sama bersaudara. Persaudaraan ini disebutkan dengan ukhwah basyariyyah (persaudaraan antar sesama manusia). Kemudian, mengganggap orang lain musuh adalah sesuatu yang dilarang dalam Islam. Bagaimana mungkin mereka dianggap musuh padahal mereka sama-sama bersaudara?

Kedua, menyebut murtad dan kafir kepada orang lain mendorong si pengucap melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam Islam. Sebut saja, ujaran kebencian (hate-speech). Ujaran kebencian ini biasanya dijadikan serangan awal untuk melumpuhkan musuh. Kelompok radikal tidak peduli apakah orang yang disesatkan dengan sebutan murtad atau kafir masih memeluk agama Islam atau tidak. Intinya, mereka berhasil merendahkan kelompok lain, sehingga segala hal yang diinginkan tercapai, yaitu kekuasaan.

Ujaran kebencian termasuk perbuatan yang dilarang di dalam Islam. Disebutkan dalam Al-Qur’an, bahwa tidak boleh mencela kepercayaan orang lain, meski kepercayaan itu tidak benar. Karena, perbuatan mencela ini akan mengakibatkan sesuatu yang negatif, yaitu orang yang dicela akan melakukan hal yang serupa kepada si pelaku. Bahkan, dalam ayat yang lain ditegaskan, bahwa tidak boleh mencela orang lain, karena boleh jadi yang dicela lebih baik daripada si pelaku.

Ketiga, timbulnya aksi-aksi terorisme. Kelompok radikal sembarangan mengutip ayat Al-Qur’an dan hadis Nabi. Mereka mengutip ayat dan hadis yang mendukung kepentingannya. Akibat kekeliruan memahami ayat dan hadis, klaim murtad dan kafir yang mereka alamatkan membawa mereka pada perbuatan yang sangat dilaknat dalam Islam, yaitu aksi terorisme. Terorisme ini adalah tindakan final sebagai bentuk ketertutupan berpikir mereka. Mereka merasa paling benar atas perbuatan terlarang tersebut. Mereka meyakini terorisme sebagai jihad.

Kekeliruan kelompok radikal memahami murtad dan kafir perlu mendapat penanganan yang serius dengan melakukan kontra-radikalisme. Penanganan ini mungkin dapat menyembuhkan penyakit kronis mereka sehingga menyadari bahwa murtad dan kafir merupakan persoalan hati. Manusia tidak berhak memvonis isi hati seseorang. Karena, yang tahu isi hati seseorang, apakah ia beriman atau tidak, hanyalah Tuhan Yang Maha Esa.[] Shallallah ala Muhammad.

(Khalilullah)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button