Hubbul Wathan

Mari Menjadi Duta Islam Kaffah Yang Nasionalis!

Salafusshalih.com – Para muslim dan muslimah, khususnya anak muda yang berada dalam fase perjalanan hidup sedang terombang-ambing. Bulan ramadan sebentar lagi akan berakhir. 10 hari terakhir di bulan ramadan, ada waktu yang kita tunggu-tunggu, di mana waktu tersebut lebih baik daripada seribu bulan, yang disebut dengan malam lailatul qadr. Untuk bertemu dengan malam tersebut, kita sebagai umat muslim dituntut untuk melaksanakan segala bentuk peribadatan kepada Allah Swt, memohon ampun untuk mencapai rida Allah agar senantiasa menjalani kehidupan yang dipenuhi oleh rahmatNya.

Namun, sebagai anak muda yang sering mengalami fase dilematis, gelisah mencar jati diri, dituntut untuk senantiasa agar selalu hidup berhati-hati, utamanya dalam persoalan agama. Artinya, menjalani kehidupan yang sangat kompleks ini, dengan beragam masalah, harus dihadapi dengan penuh kebijaksanaan yang amat sangat baik, di mana agama menjadi landasan dalam menjalani kehidupan. Persoalan keagamaan yang semakin kompleks, dengan berbagai ideologi, aliran, menuntut kita untuk tetap tegak dalam keyakinan dan kepercayaan yang kita anut sebagai seorang muslim.

Perlu dipahami bahwa, setidaknya kita butuh meluruskan pemaknaan tentang agama dan keberagamaan. Agama adalah hal mutlak. Sedangkan keberagamaan merupakan cara setiap orang menafsirkan dan menjalankan agama itu sendiri. Masing-masing individu memiliki cara, panutan dan tokoh tertentu dalam menjalankan agama. Perbedaan tersebut tidak lepas darimana seseorang berasal, latar belakang lingkungan hingga pergaulan yang dijalani. Tugas kita dalam menyikapi keberagamaan itu adalah sikap menghargai perbedaan yang dimiliki oleh masing-masing orang.

Tidak perlu menyalahkan teman kita hanya karena dia tidak membaca qunut ketika sholat, atau tidak perlu mengkafirkan orang lain hanya karena dia memiliki pandangan berbeda terkait agama. Sikap menghargai ini perlu disokong dengan sikap bijaksana yang kita miliki sebagai umat Islam. Tentunya, juga sangat wajib untuk terus membaca, belajar agama dan selalu terbuka belajar kepada siapapun. Sehingga kebijaksanaan tersebut perlu dipupuk sepanjang waktu.

Melihat fenomena keberagamaan demikian, sebagai anak muda, sangat penting untuk menjadi duta Islam kafah, di mana menjadi benteng diri sebagai anak muda supaya tidak gampang dibawa oleh pemahaman yang mengatasnamakan Islam, namun esensinya ternyata sangat jauh dari Islam. Duta Islam kafah berarti memaknai secara menyeluruh bagaimana ajaran Islam. Tentu dengan melihat konteks budaya yang berkembang di negara Indonesia.

Dalam konteks ini, ajaran Islam yang dibawa ke Indonesia, tidak berdiri dalam ruang kosong. Ada banyak faktor yang meliputi di dalamnya, utamanya budaya yang dimiliki oleh Indonesia. Makanya, ciri khas keberagamaan di Indonesia sangat berbeda dengan Arab. Karena dua negara ini sangat berbeda secara budaya dan tempat. Memaknai Islam kafah bukan berarti menolak setiap keberagamaan yang berbeda dari apa kita maknai. Akan tetapi melihat bagaimana Islam pada masing-masing penganutnya, memiliki perbedaan pemahaman, dan tugas kita adalah mencari titik temu atas perbedaan tersebut untuk menyongsong persatuan dan kesatuan.

Menjadi Anak Muda Taat dan Beriman

Sikap menghargai perbedaan tersebut tidak kemudian menjadikan kita jauh dari ajaran agama. Justru kita akan senantiasa untuk melakukan segala bentuk peribadatan, peningkatan spiritualitas yang kita yakini sebagai umat Islam. Sebab keimanan yang kita miliki sebagai umat Islam, perlu senantiasa dipupuk agar terus meningkat, bertafakkur kepada Allah, dan upaya upaya lainnya. Ketaatan kepada Allah senantiasa mendekatkan diri untuk menjadi makhluk yang bersyukur, dan menjalani kehidupan untuk mendapat rahmatNya.

Dalam sejarah perjuangan Rasulullah Saw, banyak sekali anak muda yang mendampinginya untuk berjuang menegakkan Islam. Dalam bidang keilmuan, ada Zaid bin Tsabit, sebagai tokoh muda yang berasal dari Anshar, masuk Islam pada usia 11 tahun. Kecerdasannya membuatnya menguasai berbagai bahasa dalam waktu yang cukup singkat. Kabar baiknya, ia adalah anak muda yang dipercaya menulis wahyu oleh Rasulullah.

Selain Zaid, ada banyak anak muda dalam perjuangan Rasulullah Saw. yang mendampingi. Mereka anak muda yang sadar tanggung jawab, taat dan beriman kepada Allah. Kita juga bisa meneladani perjuangan di masa silam dengan mendapuk diri sebagai duta Islam kafah.

Menjadi duta Islam kafah juga tidak lepas dari tanggung jawab anak muda dalam bidang politik. Memiliki nilai integritas, keilmuan, dan keimanan dan nasionalisme perlu dipupuk untuk menghadapi problematikan bangsa. Sehingga pemahaman tentang Islam tidak hanya berhenti pada upaya untuk menegakkan sistem pemerintahan secara simbolik semata. Akan tetapi senantiasa memupuk diri supaya kita menjadi bangsa dengan integritas kita sebagai umat Muslim. Wallahu a’lam.

(Muallifah)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button