Menelusuri Jalan Doktrin Gerakan Radikalisme dan Memberantasnya
Salafusshalih.com – Dalam konteks Indonesia, pertanyaan yang sering muncul dalam sanubari kita adalah mengapa agama di Indonesia sering memunculkan keadaan gaduh, bising, dan narasi konflik. Hingga pada akhirnya bagaimana seseorang bisa mencederai sesama dan berujung bom bunuh diri yang dianggap sebagai ibadah? Mengapa agama dipandang sebagai wajah yang penuh dengan kekerasan, konflik dan kerusuhan? Inilah irasionalitas destruktif dari agama.
Salah satu faktor mengenai peristiwa kekerasan agama hingga bom bunuh diri yang menghantui masyarakat adalah melalui doktrin agama. Doktrin ajaran pemahaman keagaman merupakan cara ampuh untuk memengaruhi dan menghipnotis calon jemaah. Doktrin-doktrin tersebut muncul dilatarbelakangi akibat pemahaman yang sempit dan ajakan untuk mengikuti dakwah terselubung untuk mencari kader-kader masyarakat awam.
Inilah ciri paham radikal. Seseorang bisa terpengaruh dengan radikalisme ini berawal dari doktrin melalui dakwah. Dakwah paham radikal yang terselubung biasanya mengacu pada seseorang yang masih awam agama.
Tahapan penganut radikal dalam menanamkan pengaruhnya di awali tentang refleksi tentang Islam sebenarnya itu seperti apa? Bagaimana gaya Islam para Nabi dan Sahabat? Sejak kapan seseorang masuk ke Islam?
Hingga akhirnya para rekrutan arus radikal ini secara tidak sadar membuka konsep syahadat “Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah”, yang dimaknai dengan pemahaman yang berkaitan dengan konsep jihad. Maka jangan heran jika terorisme muncul dari gerakan radikal.
Setelah itu, calon jemaah memasuki tahap pemberian materi mengenai perihal tujuan hidup. Calon jemaah yang biasanya adalah masyarakat awam dan generasi muda akan di doktrin dengan pertanyaan yang diawali dari profesi calon jemaah. Hal tersebut berupa mengenai tujuannya kerja, belajar, kuliah atau cita-citanya untuk mencapai suatu target apa?
Artinya, mengarahkan calon jemaah agar memahami tujuan hidup manusia di dunia semata-mata untuk mendapatkan surganya Allah Swt. Oleh karena itu, diperlukan petunjuk dari Allah yaitu al-Qur’an sebagai al-bayyinat (pembuktian, penjelas) serta al-furqan (pembeda) antara yang haq (benar) dan yang bathil (salah).
Lalu dibacakan redaksi awal QS. al-Baqarah ayat 185. Di sinilah utak-atik ayat dan klaim sepihak terjadi. Hal ini sangat fundamental, untuk menyepakati penggunaan dalil-dalil Al-Qur’an dalam diskusi mereka, walau pun yang dibacakan biasanya hanya terjemahannya saja. Selanjutnya, penanaman nilai tentang ibadah (QS. al-Dzariyat, 51-56).
Tahapan selanjutnya adalah menyoal historis singkat Islam, mulai dari Nabi Muhammad sebelum menjadi Nabi pada masa jahiliah di Mekah sampai dengan hijrah ke Madinah. Mereka menggambarkan kondisi bahwa masa-masa Nabi tersebut sunnatullah terjadi lagi pada masa kini.
Masa jahiliah Mekah dianggap sama seperti kondisi NKRI saat ini, sampai masa Madinah yang digambarkan sebagai Negara Karunia Allah. Mereka mengondisikan NKRI saat ini dalam keadaan perang, tujuannya agar nanti paham radikal mudah mengeluarkan dalil-dalil peperangan dengan tafsir subjektif yang disesuaikan pada konteks masa sekarang.
Selanjutnya pendoktrin paham radikal mencoba membangkitkan semangat kejayaan Islam. Seperti para pengusung khilafah yang terjebak pada romantisme sejarah. Klaim keemasan Islam dengan menjadikan doktrin negara Islam atau khilafah sebagai solusi satu-satunya dalam merespons modernitas.
Metode pilih-pilih sejarah menjadikan referensi masa lalu yang sudah dibersihkan, disesuaikan, dan dikondisikan. Sejarah model seperti ini sifatnya hitam-putih. Kami benar, yang lain salah. Kami suci, yang lain kotor. Kami islami, yang lain kafir.
Sehingga ayat-ayat yang menyatakan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia (QS. an-Nur, 24: 35), ditafsirkan suka-suka sebagai masa-masa kebangkitan Islam. Terlebih tercantum dalam kalimat Al-Qur’an “pohon zaitun” yang nantinya akan dicocokkan dengan “al-Zaitun” sebagai titik tolak kebangkitan Islam selanjutnya.
Tahapan selanjutnya pendoktrin tahap radikal mulai meneguhkan tekad untuk siap hijrah tanpa ragu-ragu sehingga apa pun hambatannya, harus lebih utamakan berjihad di jalan Allah. Jika sudah sampai tahapan ini, pendoktrin paham radikal dan pembawa akan mengondisikan calon jemaah, karena hijrah itu sangat penting sehingga harus dilakukan dengan sesegera mungkin, bahkan kalau bisa hari ini juga.
Dengan demikian, calon jemaah tidak diberi kesempatan untuk berpikir lebih lama, khawatir berubah sikap. Kemudian calon jemaah akan diberi pertanyaan menjebak. Pada sesi ini calon Jemaah diberi pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya mengarah sesuai keinginan muqari.
Contohnya: mana lebih baik, ciptaan Allah atau ciptaan manusia? Mana yang lebih baik, manusia atau robot? Pilih pedoman hidup yang mana, Al-Qur’an atau Pancasila? Pilih aturan yang mana, syariat Islam atau hukum buatan manusia? Pilih siapa yang menjadi teladan, Nabi Muhammad atau Jokowi? Pilih mana, negara Islam atau negara kafir? Dan seterusnya.
Di akhir sesi ini, diskusi akan dikunci dengan firman-Nya; “Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. as-Shaff, 61: 2 dan 3), agar jawaban ahl al-tilawah tadi tidak hanya sekadar diucapkan, namun harus dilakukan dan dikerjakan.
Tahapan akhir yaitu punishment and reward; penekanan pentingnya hijrah harus disertai hukuman jika tidak mau melaksanakannya, yaitu neraka.
Sebaliknya, bila segera berhijrah diberi iming-iming rezeki yang banyak, pahala, dan diampuni dosa-dosanya serta sebagai imbalannya adalah surga. Langkah ini cukup efektif untuk ahl al-tilawah yang awam ilmu agama dan merasa dirinya telah banyak melakukan dosa, semata-mata ingin mendapatkan ampunan Allah Swt, dengan cara instan dan masuk surga.
Beberapa tahapan doktrin di atas merupakan sebagian dari apa yang dilakukan paham radikal mendoktrin calon jemaah. Di lapangan paham ini sudah merambah dan menyebar lewat diskusi terselubung hingga media sosial. Hal ini sekiranya perlu kita edukasikan dan dipahami oleh masyarakat agar tidak lebih jauh lagi terhipnotis oleh kelompok radikal. Berantas!
(Yusup Nurohman)