Fikih

Menepuk Pundak Untuk Isyarat Shalat Jamaah, Bagaimana Hukumnya?

Salafusshalih.com – Sholat jamaah sebagaimana diketahui bersama memiliki keutamaan 27 derajat dibandingkan dengan sholat sendirian. Oleh karena yang demikian maka sering kali kita melihat seseorang yang menepuk pundak seseorang untuk isyarat sholat jamaah. Orang yang baru datang untuk sholat namun dijumpainya dalam keadaan sendiri kemudian melihat orang yang sedang sholat sendirian. Lantas orang tersebut ikut berjamaah dengannya dengan isyarat menepuk pundaknya. Lantas bolehkan melakukan hal yang demikian.

Perlu diketahui bahwasanya usaha menepuk pundak seseorang untuk isyarat sholat jamaah adalah upaya dari makmum untuk mengingatkan seseorang agar ia mengubah menjadi imam. Sehingga orang yang ditepuk pundaknya itu akan mengubah niatnya dari sendirian menjadi imam. Sehingga akan sama-sama mendapatkan keutamaan sholat jamaah dengan 27 derajatnya. Hal ini sebagaimana jelaskan oleh Habib Zain Bin Sumait

قال الفقيه الحبيب زين بن سميط ولذلك ينبغي لمن أراد الاقتداء بالمنفرد ان يشير إليه بنحو ضرب كتفه لينوي ذلك المنفرد الإمامة فيحوز فضيلة الجماعة

Artinya: “Maka oleh karena itu (disunahkannya niat Imamah bagi imam), dianjurkan bagi orang yang hendak bermakmum dengan seseorang, untuk memberikan isyarat padanya (agar dia tahu, yang dengannya ia akan berniat Imamah) dengan cara menepuk pundak, supaya dia mendapat keutamaan jamaah.”

Dengan demikian maka hukum menepuk pundak seseorang untuk isyarat sholat jamaah adalah diperbolehkan. Isyarat untuk memberikan tanda sholat jamaah juga bisa dilakukan dengan mengeraskan bacaan takbirnya sehingga orang yang akan dijadikan imam mengetahuinya.

Namun demikian perlu juga diketahui bahwa cara menepuk pundaknya itu harus pelan-pelan dan tidak boleh keras-keras. Karena apabila terlalu keras dan mengganggu calon imam maka hukumnya diharamkan.

ويحرم على كل أحد ( الجهر ) في الصلاة وخارجها ( إن شوش على غيره ) من نحو مصل أو قارىء أو نائم للضرر

Artinya: “Diharamkan bagi setiap orang untuk mengeraskan bacaan (baik bacaan dalam shalat atau diluarnya), jika hal tersebut mengganggu ketentraman orang lain, semisal: orang yang sedang sholat, baca Al-Quran atau tidur.”

(Ahmad Khalwani)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button