Mujadalah

Refleksi Kasus Munarman; Pudarnya Nilai-Nilai Toleransi di Indonesia

Salafusshalih.com. Ada sebuah pepatah yang cukup populer berkaitan dengan terciumnya kasus Munarman yang terlibat dalam penyebaran terorisme. Pepatah yang saya maksud, “Sepintar-pintarnya bangkai ditutupi, baunya tetap tercium.” Pepatah ini maksudnya adalah kejahatan yang disimpan serapat mungkin, pada akhirnya akan ketahuan pula.

Pepatah tersebut memiliki maksud yang sama dengan pesan ayat Al-Qur’an: Wa qul ja’a al-haqq wa zahaqa al-bathil inna al-bathil kana zahuqa. (QS. al-Isra’: 81). Maksudnya, yang benar telah datang, sedangkan yang batil telah lenyap. Sesungguhnya yang batil itu pasti lenyap. Ayat ini benar-benar menggambarkan nasib Munarman dan kawan-kawannya sekarang yang dihadapkan dengan kasus terorisme ditambah lagi hukuman di penjara.

Kehancuran Munarman dan kawan-kawannya membuktikan bahwa apa yang mereka lakukan bukanlah kebajikan yang semestinya diperjuangkan, melainkan kebatilan yang seharusnya dihindari. Munarman yang mengaku membela agama jelas itu bullshit atau omong kosong. Bagaimana mungkin disebut membela agama, sementara perbuatannya bertentangan dengan ajaran agama yang menegakkan persatuan, perdamaian, dan toleransi?

Menegakkan persatuan adalah sesuatu yang harus dilakukan. Pertanyaannya, sudahkah Munarman mempersatukan umat? Pasti jawabannya, “Tidak.” Munarman dan kawan-kawannya telah memecah-belah umat: ada kubu cebong dan ada kubu kampret. Masih ingatkah dengan kedua kubu tersebut? Terpecahnya umat menjadi dua kubu ini merupakan sebab dari perbuatan Munarman yang hanya membatasi persaudaraan pada kelompoknya sendiri. Sementara, kelompok lain, baik yang berbeda pemikiran maupun agama, dianggap sebagai musuh yang harus dilenyapkan.

Perbuatan Munarman yang memecah-belah umat jelas dilarang di dalam Islam. Disebutkan dalam Al-Qur’an: Wa’tashimu bi hablillah jami’an wala tafarraqu. Maksudnya, berpegang teguhlah kepada tali Allah (bersatulah) dan dilarang bercerai-berai. (QS. Ali Imran: 103). Ayat ini menegaskan keharusan bagi semua manusia untuk menegakkan persatuan di tengah perbedaan. Misalkan, di Indonesia terdapat beragam perbedaan, baik perbedaan agama maupun perbedaan pemikiran. Perbedaan ini, bila mengacu pada pesan ayat tadi, harus disatukan agar terlihat keindahannya.

Perbuatan Munarman yang bertentangan dengan ajaran agama tersebut bagaimanapun alasannya tetap harus ditolak. Meskipun, Munarman sendiri membela segala perbuatannya dengan berlindung di balik instrumen agama. Selain itu, perbuatan Munarman berseberangan dengan pentingnya menegakkan perdamaian di negeri ini. Munarman yang sangat tertutup dengan perbedaan selalu melakukan aksi-aksi kekerasan berwajah demonstrasi. Salah satu demonstrasi terbesar yang dilakukan Munarman adalah aksi-aksi 212 di Monas Jakarta untuk menuntut Pak Ahok dipenjara.

Demonstrasi 212 yang dikendalikan oleh Munarman dan kawan-kawannya menorehkan citra buruk di Indonesia. Umat terpecah dan perdamaian menjadi sirna. Pada waktu itu ujaran kebencian terdengar di mana-mana. Pak Ahok direndahkan, bahkan Pak Jokowi juga diserang. Pemerintah belum bisa berbuat apa-apa untuk menghentikan demonstrasi tersebut pada waktu itu. Tapi, semuanya terbayar ketika tak lama setelah itu pemerintah berhasil membubarkan organisasi Munarman yang dijadikan jembatan untuk menghancurkan perdamaian, yaitu Front Pembela Islam (FPI).

Dengan demonstrasi 212 ini terkesan bahwa umat Islam bermusuhan dengan pemeluk agama di luar sana. Karena, yang diserang pada aksi ini adalah Pak Ahok yang tidak beragama Islam. Bahkan, Pak Jokowi yang diserang pula, meskipun beragama Islam, dikait-kaitkan dengan orang China yang hampir rata-rata beragama Konghuchu. Perbuatan Munarman benar-benar menghilangkan perdamaian antar umat beragama. Perbuatan ini jelas berseberangan dengan perbuatan Nabi Muhammad Saw. dalam berinteraksi dengan pemeluk di luar Islam. Nabi selalu menghormati mereka, tanpa merendahkan keyakinan yang mereka anut.

Demontrasi yang dikendalikan Munarman dan kawan-kawannya jelas bukan aksi untuk membela agama, melainkan menghancurkan agama. Aksi ini telah merusak citra agama Islam yang mencintai terhadap perdamaian di tengah perbedaan. Sebab, di dalam Islam sendiri terdapat konsep ukhwah atau persaudaraan yang harus dibangun antar umat beragama. Persaudaraan ini disebut dengan ukhwah basyariyyah atau persaudaraan antar sesama manusia tanpa memandang status agamanya.

Kemudian, Munarman juga menodai pentingnya menegakkan nilai-nilai toleransi antar umat beragama. Di Indonesia di mana Munarman lahir dan tinggal terdapat beragam macam agama, mulai agama Kristen sampai agama Islam. Perbedaan agama ini tidak akan berlangsung sampai sekarang tanpa dibangunnya nilai-nilai toleransi, yaitu menghormati perbedaan keyakinan yang dianut oleh masing-masing orang.

Bukti yang paling sederhana dalam menegakkan toleransi adalah tidak menghina kayakinan agama orang lain, lebih dari itu tidak menghancurkan tempat ibadah mereka. Paham radikal berwajah terorisme yang disebarkan oleh Munarman merupakan virus yang membunuh nilai-nilai toleransi ini. Lihat saja, aksi-aksi terorisme telah menghancurkan tempat ibadah pemeluk agama di luar Islam, semisal gereja dan lain-lain. Ini merupakan aksi biadab yang dilaknat oleh agama Islam sendiri.

Thus, Munarman adalah dalang dari kehancuran negeri ini. Negeri yang seharusnya dibangun dengan persatuan, perdamaian, dan toleransi menjadi oleng ketika Munarman dan kawan-kawannya melakukan aksi-aksi piciknya. Munarman sekarang dijebloskan ke dalam penjara. Kesempatan masih terbuka lebar bagi Munarman untuk bertobat sebelum terlambat.

(Redaksi)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button