Salafi-Wahabi: Biang Kerok Berkembangnya Radikalisme di Indonesia

Salafusshalih.com – Wahabi adalah sebuah gerakan reformasi Islam yang didirikan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab pada abad ke-18 di Arab Saudi. Gerakan ini menekankan kembali kepada pemurnian ajaran Islam berdasarkan Al-Qur’an dan sunah, serta menolak berbagai praktik yang dianggap bid’ah (inovasi dalam agama) dan syirik (menyekutukan Allah). Namun, dalam perkembangannya, beberapa pengikut gerakan ini menjadi agen kelompok radikalisme dan ekstremisme.
Radikalisme dalam konteks ini merujuk pada keyakinan atau tindakan yang ekstrem dan sering kali menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan ideologis. Beberapa kelompok radikal mengklaim bahwa mereka mengikuti ajaran Wahabi sebagai dasar teologis mereka. Meskipun demikian, semua pengikut Wahabi menegaskan bahwa Wahabi tidak mendukung atau terlibat dalam radikalisme.
Gerakan Wahabi yang menekankan pada tauhid (keesaan Allah) dan pemurnian agama sering kali menginspirasi pandangan keras terhadap berbagai praktik keagamaan lainnya. Beberapa pengikutnya menafsirkan ajaran ini dengan cara yang ekstrem, yang kemudian bisa berujung pada tindakan radikal.
Jelas, cara pandang Wahabi ini bertentangan dengan isi surah al-Baqarah ayat 256: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat“. Ayat ini menekankan bahwa tidak ada paksaan dalam memeluk agama. Ajaran ini bertentangan dengan pemaksaan ideologi atau keyakinan yang sering dilakukan oleh kelompok radikal.
Pada kesempatan yang lain Allah menyeru dalam surah an-Nahl ayat 125: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” Pada ayat ini diajarkan pendekatan dakwah yang bijaksana dan penuh hikmah, bukan dengan kekerasan.
Kemudian, pada surah al-Maidah ayat 32 Allah menyebutkan: “Barangsiapa membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh seluruh manusia“. Ayat ini menegaskan bahwa membunuh satu orang tanpa alasan yang dibenarkan sama dengan membunuh seluruh umat manusia, menunjukkan betapa besarnya dosa pembunuhan yang tidak sah.
Larangan pembunuhan tersebut didukung dengan hadis Nabi: “Barangsiapa yang membunuh jiwa yang dilindungi (dzimmi), maka ia tidak akan mencium bau surga“. Hadis ini memperingatkan keras terhadap pembunuhan jiwa yang dilindungi, menunjukkan bahwa Islam sangat menghargai nyawa manusia.
Bahkan, pada suatu kesempatan Nabi SAW menegaskan: “Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada seberat biji sawi dari kesombongan“. Kesombongan dan merasa lebih superior dari orang lain sering kali menjadi pemicu radikalisme. Hadis ini mengajarkan kerendahan hati dan introspeksi diri.
Kemudian, tantangan utama yang dihadapi adalah bagaimana menginterpretasikan ajaran Wahabi dalam konteks yang moderat dan damai. Para ulama dan cendekiawan Muslim memiliki tanggung jawab besar untuk mengedukasi masyarakat tentang interpretasi yang benar dari ajaran agama, baik melalui khutbah, diskusi, maupun tulisan.
Selain itu, penting juga adanya dialog antar umat beragama dan antar sesama Muslim dari berbagai madzhab untuk menciptakan pemahaman yang lebih baik dan menghargai perbedaan. Penegakan hukum yang tegas terhadap tindakan radikalisme dan terorisme juga perlu dilakukan untuk menjaga keamanan dan kedamaian.
Sebagai penutup, harus diwaspadai gerakan Wahabi berkembang di negeri ini. Banyak pengikutnya yang menjadi agen radikalisme. Maka, perlu adanya pemahaman yang benar dan interpretasi yang moderat dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis. Sehingga, interpretasi yang benar dan moderat ini dapat mencegah ideologi Wahabi yang radikalis. Ingat bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan perdamaian, toleransi, dan keadilan, dan nilai-nilai inilah yang harus dipegang teguh oleh setiap Muslim.
(Khalilullah)