Wahabi Benih Terorisme, Benarkah? Baca Tulisan Ini!

Salafusshalih.com – Bid’ah-membid’ahkan bahkan kafir-mengkafirkan bukanlah isu baru yang muncul belakangan ini. Sudah lama, tuduhan kafir dialamatkan oleh kelompok tertentu kepada kelompok lain. Masih ingat tuduhan kafir dari kelompok Khawarij kepada pengikut Sayyidina Ali sebab mereka sepakat berdamai dengan kelompok Muawiyah?
Pakar sejarah atau penikmat sejarah Islam pasti membaca sejarah tudingan kafir Khawarij tersebut. Buktinya, Kiai Said Aqil Siradj, pakar sejarah Islam asal Indonesia pernah menyinggung tuduhan kafir dari kelompok Khawarij. Kyai Said cukup kesal terhadap sikap Khawarij yang sok benar dan gampang sekali mengkafirkan orang lain.
Bahkan, pada suatu kesempatan Kyai Said berargumentasi bahwa kelompok neo-Khawarij yang getol mengkafirkan sesamanya adalah kelompok Wahabi. Wahabi memang bukan teroris, tapi Wahabi dapat mengantarkan seseorang menjadi teroris. Mendengar argumen Kiai Said ini, saya sedikit bertanya-tanya, “Kok bisa?” Apa hubungannya Wahabi dengan terorisme? Sejauh mana keterlibatan paham ini mensupport terorisme?
Wahabi yang dikenal sebagai paham modern baru-baru ini muncul kembali di permukaan. Mereka mengkafirkan Ustadz Adi Hidayat (UAH) yang memperbolehkan musik. Bagi Wahabi, musik itu bid’ah. Siapa saja yang bermain musik maka ia sesat. Orang sesat dapat disebut dengan kafir.
Mendengar argumen Wahabi bikin saya sedikit geram. Mereka memberikan kesimpulan soal hukum dengan sangat gampang. Mereka tidak mengkaji kronologisnya, sosio-historisnya, dan seterusnya. Mereka hanya berpandangan bahwa sesuatu yang tidak disinggung secara tekstualis dalam Al-Qur’an dan hadis maka diputuskan bid’ah. Semudah itu!
Prof. Dr. K.H. Ali Mustafa Yaqub pernah mengkritik Wahabi, “Jangan semua yang kau belum ketemu dalilnya lalu dibid’ahkan. Malu sama orang lain yang sudah lama tahu dalilnya.” Kritik ini disampaikan dalam bentuk sindiran bahwa Wahabi membaca teks hanya berkutat pada makna lahirnya saja, tidak sampai menyentuh bagian terdalam teks. Padahal, di balik teks tersimpan rahasia-rahasia yang penting diungkap.
Kemudian, cara mengungkapkannya butuh seperangkat ilmu, di antaranya, bahasa Arab, ilmu bahasa (nahwu, sharraf, balaghah), ulumul Qur’an dan hadis, ilmu sosial, dan masih banyak yang lainnya. Pertanyaannya, apakah Wahabi sudah menguasai seperangkat ilmu ini? Jika belum, kesimpulan hukum yang disampaikan Wahabi masih cukup dangkal dan bisa dipastikan tidak relevan alias keliru. Tidak adanya relevansi hukum dengan situasi dan kondisi jelas sangat berbahaya. Hukum tidak membumi.
Biasanya orang yang terpapar Wahabi dan dengan mudahnya mengambil kesimpulan hukum lalu orang lain yang tidak sependapat dianggap bid’ah dan kafir, akan sangat mudah terjerumus dalam kelompok teroris. Bukankah banyak kelompok teroris yang menghalalkan darah seseorang sebab mereka dituduh kafir? Mereka dikafirkan karena tidak menggunakan hukum Tuhan. Jadinya, orang ini keliru. Maka, orang yang kafir halal dibunuh. Naudzubillah!
Teroris itu merupakan perkembangan dari Wahabi yang tidak puas. Mereka tidak puas hanya menyesatkan orang yang tidak sependapat, sehingga melakukan aksi-aksi terorisme adalah pilihan yang tepat dan mereka anggap aksi-aksi terorisme dengan jihad yang disinggung dalam nas Al-Qur’an dan hadis. Padahal, jihad yang sesungguhnya bukan berupa kekerasan, tapi jihad dengan sikap lemah-lembut.
Sebagai penutup, berhati-hatilah dengan Wahabi. Mereka sekarang sudah masuk ke ranah akademik, bahkan masjid. Hindari khutbah yang disampaikan ustadz Wahabi. Mereka dengan mudahnya mengkafirkan orang lain dalam isi khutbahnya. Jika Anda terpengaruh akan sangat mudah digiring melakukan hal yang sama dan lebih dari itu Anda akan terjun dalam aksi-aksi terorisme.
(Khalilullah)