Tsaqofah

4 Cara Mengobati Penyakit Riya’

Salafusshalih.com. Jika kita memiliki sebuah penyakit kronis, maka sekuat tenaga akan mengobatinya. Begitu juga bila kita dihinggapi penyakit riya, penyakit hati yang tergolong kronis yang harus segera diobati.

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin Rohimahullah mengatakan, riya adalah jika seseorang yang beramal dengan sebuah amalan agar atau karena ingin dilihat oleh orang lain” Bahkan Riya’ merupakan suatu hal yang lebih ditakutkan Rosulullah Shallalahu ‘alaihi wa Sallam menimpa ummatnya dari pada Dajjal. Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِمَا هُوَ أَخْوَفُ عَلَيْكُمْ مِنْ الْمَسِيحِ عِنْدِي قَالَ قُلْنَا بَلَى قَالَ الشِّرْكُ الْخَفِيُّ أَنْ يَقُومَ الرَّجُلُ يُصَلِّي فَيُزَيِّنُ صَلَاتَهُ لِمَا يَرَى مِنْ نَظَرِ رَجُلٍ

“Maukah kalian aku beritahukan seseuatu yang lebih aku takutkan menimpa kalian dari fitnah Al Masih Ad Dajjal ?” Kami (para Shahabat berkata, ‘Tentu wahai Rosulullah’. Beliau mengatakan, “Syirik yang tersembunyi yaitu seorang laki-laki yang berdiri untu sholat kemudian dia membaguskan sholatnya karena dilihat orang lain” (HR. Ibnu Majah no. 4204, Ahmad no. 11270. Hadis ini dinilai hasan oleh Syaikh Al Albani Rahimallah)

Lalu bagaimana cara mengobati penyakit riya ini? Mengutip pernyataan Ulama Komite Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa Arab Saudi, seperti dilansir islamweb, mereka pernah ditanya,” Bagaimana cara berlepas diri dari riya’ dan sum’ah? Dan bagaimana pula cara mengetahui kalau suatu amalan itu didasari riya’? Mereka menjawab,”

1. Berjuanglah semaksimal mungkin untuk:

– ikhlas beramal lillahi ta’ala
– menjauhi riya’
– Mintalah bantuan kepada Allah terkait hal itu.

2. Kenalilah riya’ dan variannya, semangatlah untuk menjauhinya.

3. Perhatikanlah efek buruk riya’ di dunia dan akhirat.

Siapa yang yang memperhatikannya maka ia akan membenci riya’, sebab riya’nya tidak akan menarik kemanfaatan yang diberikan oleh orang-orang dan riya’nya juga tidak akan menolak bahaya dari mereka namun itu malah mengundang kebencian Allah, kemarahan-Nya dan murka-Nya sehingga orang tersebut rugi Dania akhirat…

Dalam kitab Shahih Bukhari dan Muslim disebutkan bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

«مَنْ سَمَّعَ سَمَّعَ اللهُ بِهِ، وَمَنْ يُرَائيِ يُرَائِي اللهٌ بِهِ


Barangsiapa yang (beramal) ingin didengarkan (oleh orang), maka Allah akan memperdengarkan niat keduniaannya. Dan barangsiapa yang (beramal) agar dilihat (orang), maka Allah akan perlihatkan niat riya’nya.” (HR. Bukhari, no. 6134 dan Muslim, no. 2986)

Dan termasuk hal yang membantu berlepas diri dari penyakit ini adalah:

4. Memohon kepada Allah keselamatan ,meminta perlindungan kepada Allah dari penyakit ini.

Mengingat-bahwa riya termasuk perbuatan orang munafiq yang disebutkan dalam Firman Allah ta’ala:

إِنَّ ٱلۡمُنَٰفِقِينَ يُخَٰدِعُونَ ٱللَّهَ وَهُوَ خَٰدِعُهُمۡ وَإِذَا قَامُوٓاْ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ قَامُواْ كُسَالَىٰ يُرَآءُونَ ٱلنَّاسَ وَلَا يَذۡكُرُونَ ٱللَّهَ إِلَّا قَلِيلٗا

‘Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (QS An Nisa : 142)

Dalam satu riwayat dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam disebutkan bahwa suatu ketika beliau berbincang dengan sahabat-sahabat Beliau. Beliau berkata,”

” أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا الشِّرْكَ؛ فَإِنَّهُ أَخْفَى مِنْ دَبِيبِ النَّمْلِ “. قالوا:وَكَيْفَ نَتَّقِيهِ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: قُولُوا: ” اللهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ أَنْ نُشْرِكَ بِكَ شَيْئًا نَعْلَمُهُ، وَنَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لَا نَعْلَمُهُ

‘Wahai manusia takutlah kalian semua dari syirik. Karena ia lebih tersembunyi dibandingkan langkah semut. Lalu mereka kepada beliau, “Wahai Rasulullah, bagaimana kita membentenginya?” Maka beliau bersabda: “Katakanlah ‘Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada Engkau dari mensekutukan-Mu dengan sesuatu yang kami ketahui dan kami memohon ampun kepada-Mu dari apa yang tidak kami ketahui.” (Fatawa al-Lajnah ad-Daimah 1/360-361 Pertanyaan kedua dari fatwa no. 17382).

(Widaningsih)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button