Al Qur'an

Etika Suami Kepada Istri Dalam Keintiman Perspektif Al Quran

Salafusshalih.com – Suami istri adalah sepasang manusia yang mengikat tali perjanjian untuk bersama-sama membagun rumah tangga, merintis sebuah kehidupan, dan menjalankan misi untuk meraih tujuan bersama.

 

Bagi pasangan suami istri yang menikah secara sah pasti memiliki keinginan untuk anugrahi keturunan. Diantara usaha yang dilakukan adalah melakukan hubungan intim atau dalam istilah fiqih disebut jima’ dengan pasangan yang sudah halal.

Dalam ikatan pernikahan, hubungan intim merupakan suatu bagian dari ibadah yang jika di lakukan  pasangan suami istri tersebut mendapatkan pahala dan berkah. Namun yang perlu diingat dalam setiap melakukan ibadah, ada aturan dan etika yang harus diperhatikan, termasuk dalam berhubungan suami dan istri.

Diantara etika suami istri dalam hal keintiman disebutksn dalam al-qur’an surah al-baqarah ayat 222:

وَيَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَٱعْتَزِلُوا۟ ٱلنِّسَآءَ فِى ٱلْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ ٱللَّهُ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّٰبِينَ وَيُحِبُّ ٱلْمُتَطَهِّرِينَ

Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah suatu kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.

Dari ayat ini bisa diambil pemahaman beberapa etika suami istri dalam keintiman sebagai berikut:

Pertama, larangan menjima’ istri saat haid sampai mereka suci dan bersesuci. Dalam riwayat Imam Muslim, dulu orang-orang yahudi terlalu berlebihan menyikapi istri mereka yang sedang haid, tidak mau makan bersama mereka, dan mengeluarkan mereka dari rumah. Menurut Imam Ar-Razi dan Imam Qurthubi, umat nasrani justru tetap menjima’ istri mereka saat haid.

Setelah Islam datang para sahabat bertanya kepada rasulullah Saw. tentang bagaimana menyikapi istri-istri mereka yang sedang haid. Kemudian turunlah surah baqarah ayat 222 di atas. riwayat lain di sebutkan ketika ayat tersebut turun umat islam memahami frase “ jauhilah wanita ketika sedang haid” secara berlebihan sehingga mereka mengusir istri-istri mereka yang sedang haid dari rumah.

Para sahabat pun mengeluhkan hal tersebut kepada rasulullah Saw. Kemudian beliau bersabda, “aku hanya memerintahkan kalian menjauhi hubungan intim dengan istri saat mereka sedang haid. Aku tidak memerintahkan kalian mengeluarkan mereka dari rumah seperti perilaku orang ‘ajam.imam muslim meriwayatkan bahwa rasulullah Saw. Bersabda, “lakukanlah apa saja  kecuali jima’(sex).

Kedua, kebolehan menggauli istri yang sudi selesai haidnya dan sudah mandi haid, tata cara mandi haid sama dengan mandi junub.

Ketiga, menggauli istri sesuai tempat yang telah di dikodratkan syariat, yakni kemaluan depan. Oleh karenanya di haramkan menjima’ istri lewat dubur

Kempat, seorang istri adalah ladang bagi suami,kerena diibaratkan sebuah ladang, artinya seorang istri membutuhkan prhatian besar, dan perawatan yang baik dari suaminya.sebagai mana firman Allah Swt.dalam surah al-baqarah ayat 223:

نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ

Artinya:’’ Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam.

(Abdurrohim)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button