Lailatul Qadar Memberangus Nafsu Radikalisme
Salafusshalih.com. Memasuki bulan Ramadhan, umat Islam disibukkan dengan ibadah yang bervariatif. Mulai puasa wajib yang pasti saban tahun dijalani, hingga menunggu datangnya Lailatul Qadar.
Lailatul Qadar, meski waktunya tidak ditentukan secara jelas, ditunggu kedatangannya hingga umat Islam ikhlas menghabiskan waktunya beribadah, semisal beriktikaf di masjid, dan lain-lain. Mereka berharap menjadi bagian dari orang yang beruntung mendapatkan Lailatul Qadar.
Pertanyaannya, mengapa Lailatul Qadar itu menjadi sesuatu yang sangat ditunggu kedatangannya? Apakah Lailatul Qadar hadir dengan sejuta kejutan yang penerimanya akan mendapatkan value lebih dibanding yang lain? Jika memang benar, terus apa valuenya?
Al-Qur’an menyebutkan, bahwa: “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada Lailatul Qadar.” (QS. Al-Qadr: 1). Keutamaan Lailatul Qadar, sebagaimana yang disebutkan ayat tadi, adalah diturunkannya Kitab Suci Al-Qur’an. Karena itu, Lailatul Qadar menjadi penanda bahwa malam ini mengingatkan kehadiran Al-Qur’an yang membawa pesan-pesan positif, di antaranya, perdamaian, toleransi, dan persatuan di tengah perbedaan.
Perdamaian menjadi sesuatu yang ditekankan dalam Al-Qur’an. Bukankah Al-Qur’an menyarankan untuk berdamai ketika dihadapkan dengan perselisihan? (Baca QS. Al-Hujurat: 9). Perdamaian adalah jalan terbaik dibanding membuat perselisihan itu dibiarkan, karena itu akan berakibat terjadinya perpecahan
Saking pentingnya menjaga perdamaian, Islam melarang pemeluknya melakukan tindakan-tindakan yang berpotensi timbulnya perpecahan. Sebut saja, berburuk sangka, menyebarkan berita hoaks, hingga merendahkan orang lain dengan sebutan kafir dan semacamnya.
Al-Qur’an juga mengajarkan toleransi antar sesama. Toleransi menjadi kiblat bahwa perbedaan agama bukan biang terjadinya perpecahan. Perbedaan keyakinan ini adalah sesuatu yang dimaklumi dan tidak boleh dipersoalkan. Karena, iman tidak disa dipaksakan. Iman adalah sesuatu yang menjadi kendali Tuhan seorang.
Perhatikan toleransi Nabi ketika dihadapkan dengan umatnya yang berbeda secara akidah. Nabi tidak menyesatkan dan mengkafirkan mereka. Nabi justru mengambil sikap yang bijak (toleransi) dengan tegas: Bagimu agamamu, bagiku agamaku. (QS. Al-Kafirun: 6). Sayangnya, sikap bijak Nabi ini sekarang sudah banyak dilupakan sehingga merasa paling benar sendiri dan hal ini tidak baik.
Pentingnya menjaga toleransi, beriringan dengan pentingnya menjaga persatuan. Umat yang bersatu tentu lebih baik dibanding umat yang berpecah belah. Perpecahan adalah sesuatu yang dilarang dalam Islam. (QS. Ali Imran: 103). Pentingnya menjaga persatuan dikarenakan semua manusia diikat dengan tali persaudaraan. Mereka saling bersaudara seagama (ukhwah Islamiyah), setanah air (ukhwah wathaniyah), dan sesama (ukhwah basyariyah).
Maka dari itu, manusia disarankan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam. Rahmat ini mengandung pesan yang positif. Dengan rahmat, manusia tidak bakal melakukan sesuatu yang merugikan diri sendiri, apalagi merugikan orang lain. Katakan saja, aksi-aksi picik teror termasuk perbuatan yang merugikan banyak pihak, termasuk diri si pelaku. Kerugian ini bisa jadi merusak tatanan bumi yang diharuskan dijaga, bisa jadi menghilangkan jiwa yang diwajibkan dijaga.
Sungguh beruntung, orang yang mendapatkan Lailatul Qadar. Karena, orang ini bakal menjadi pribadi yang disayang Allah dan diakui sebagai umat Nabi, meski bel ketemu langsung dengan beliau. Tampak aura meneduhkan dalam wajah orang ini. Sehingga, orang yang memandangnya merasa aman berada di dekatnya.[] Shallallah ala Muhammad.
(Khalilullah)